41

19.3K 1.5K 119
                                    

Warning 21+!!!

Jimin menarik tanganku menuju ke pintu sebuah apartemen. Setelah memasukkan kode pengaman, pintu membanting terbuka. Kami masuk ke dalam apartemen yang berukuran sedang.

Punggungku menabrak dinding yang dingin. Aku tak sempat melihat sekeliling karena Jimin telah mendorong tubuhku dan mengurungku dengan tubuhnya. Aku bisa melihat matanya menggelap karena tersaput gairah.

Tak butuh waktu lama sebelum ia menempelkan bibirnya pada bibirku. Lidah kami bertautan untuk saling mendominasi. Tapi jelas ia lebih unggul, laki-laki ini segera menguasai ciuman kami.

Aku tidak pernah keberatan, maksudku ia jauh lebih berpengalaman. Ia tahu bagaimana membuatku kehabisan napas sehingga harus melepaskan ciumannya dariku. Memberiku waktu sejenak untuk bernapas agak normal sebelum kembali mencecap bibirku.

Jimin menatapku dalam dan ia tahu bahwa aku telah membuka hatiku untuknya. Ia lalu memutar tubuhku hingga dadaku menempel pada dinding. Tangannya bergerak dari lenganku menuju ke pinggangku. Ia mendekatkan bibirnya ke telingaku, napasnya yang hangat membuatku gemetar.

"Bolehkah aku menyentuhmu?" tanyanya.

Aku mengangguk. Jantungku berdetak kencang. Begitu pula jantung Jimin. Aku bisa merasakannya karena dadanya yang menempel di punggungku.

"Hhhmmm," desahku saat Jimin menyibak rambutku yang panjang dan mengecup tengkukku.

"You're so beautiful. Moaning at my touch."

"Aaahhh ...!" Aku merintih mendengar perkataannya, apalagi salah satu tangannya menyusup ke dalam kemejaku untuk meraba perutku.

Tangannya bergerak semakin turun. Ia menyusupkan telapak tangannya ke balik celana jeans yang kukenakan. Aku menggigit bibirku ketika tangannya mulai menyentuh bagian tubuhku yang paling intim. Tak lama, aku bisa merasakan jemarinya sedang bermain-main dengan klitorisku, membuatku mengerang.

Sayangnya, Jimin segera mengangkat tangannya lagi. Ia lalu memutar tubuhku kembali menghadapnya. Dikulumnya bibirku dengan penuh gairah, sebelum menggendongku menuju kamarnya.

Baru kali ini aku masuk ke dalam kamarnya dan itu membuatku penasaran. Jimin mendudukkanku di atas meja belajar. Ia berdiri di antara kedua kakiku yang menjuntai. Kulepaskan bibirku dari bibirnya untuk melihat apa saja isi kamarnya.

Jimin memegang daguku dengan satu tangan. "Apakah kamarku lebih menarik dariku?"

Aku mengangguk mantap. Hal itu membuatnya cemberut. Aku kembali mengedarkan pandanganku untuk melihat sekeliling kamar. Dibandingkan dengan kamar mewah di rumah lamanya, apartemen ini jauh lebih sederhana. Hanya ada ranjang, meja, lemari, dan beberapa perabotan lain. Semua didominasi oleh warna abu-abu.

Tidak ada lukisan ataupun foto. Sepertinya, Jimin juga jarang berada di apartemen ini. Kemungkinan ia hanya singgah sebentar untuk tidur. Aku membayangkan foto kami tergantung di dinding atau dipajang di atas meja. Bayangan itu membuatku menggigit bibir.

"Aku benci diabaikan," bisik Jimin.

"Jimin-ah ...." Jimin mulai mengecup leherku.

Lelaki itu lalu menyusuri leherku dengan bibirnya sampai ke telingaku.

"Hmmmphh," desahku saat ia menggigit kecil telingaku, sedangkan tangannya mulai menyusup ke balik celana yang kupakai.

Ia memutar jarinya di sekeliling klitorisku, lalu tanpa aba-aba dirinya memasukkan jari telunjuknya ke lubang kemaluanku. Napasku tersengal-sengal seiring dengan kecepatan jemarinya yang memompaku. Kucengkeram bahunya saat aku merasa bahwa aku akan orgasme.

The Cute Boy I've Met BeforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang