65

11.8K 1.4K 184
                                    

Kayanya yang kemarin bikin akun kloning, bikin lagi ya? Meskipun profilnya beda dari yang kemarin sih, tapi uname-nya hampir mirip gitu. Astaga, kamu bikin akun berapa eh? Keknya udah lebih dari sepuluh deh. Enggak capek? Aku mau ngelarang ya gimana, itu hak kamu. Tapi nggak perlu sampe segitu juga, nggak enak aku jadinya. Tapi makasih lho, demi ff kek gini doang sampe rela berkorban kaya gitu. :((
---

"Tak usah tegang, eoh?" bisik Jimin di telingaku.

Aku menggenggam tangan Jimin erat, membuatnya balas meremas tanganku lembut. Aku menarik napas panjang, sebelum melangkah masuk ke dalam restoran di depan kami. Tetapi, rasa gugup kembali membuatku ketakutan. Menyadari langkahku yang melambat, Jimin segera menarikku mendekat padanya.

"Jimin-ah, aku belum siap," rengekku.

Jimin tidak mempedulikanku. Ia setengah menyeretku menuju sebuah meja di pojok ruangan. Aku terpaksa mengikuti langkahnya karena aku tidak bisa melepaskan diri darinya. Sudah ada dua orang yang duduk di meja yang kami tuju. Seorang laki-laki setengah baya dan seorang wanita yang duduk membelakangi kami berdua, sehingga kami tidak bisa melihat wajahnya.

"Abeoji¹!" panggil Jimin senang.

Laki-laki yang dipanggil "ayah" itu menoleh. Ia balas tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah kami. Hal itu membuat wanita di depan kami ikut menoleh.

Tiba-tiba, Jimin berhenti melangkah. Aku hampir saja menubruk punggungnya kalau saja tidak sempat mengerem langkah kakiku. Kami berdiri mematung sekitar tiga meter dari meja yang dipesan oleh ayahnya.

"Jimin, ada apa?" tanyaku bingung.

Bukannya menjawab, ia malah memutar tubuhnya menghadapku. "Ayo, kita pulang saja."

Belum sempat kami melangkah, terdengar panggilan lirih dari wanita yang duduk di depan ayahnya. "Jimin-ah ...."

Suara itu terdengar bergetar.

Kusentuh lengan kekasihku lembut. "Jimin ...."

Ayahnya ikut memanggil putranya, tapi Jimin tetap diam saja. Kedua matanya menampakkan kemarahan dan rahangnya kaku.

"Ayo, kita sudah sampai di sini," bujukku.

Jimin akhirnya menoleh padaku. Saat melihatku, tatapannya melunak. Kusentuh lengannya dan kugosok naik turun dengan lembut.

"Aku sudah siap," lanjutku sambil tersenyum. "Ayo."

Jimin dan aku kembali berbalik. Kami melangkah pelan menuju meja orang tuanya. Ayahnya bangkit untuk memeluk putranya, sementara aku hanya berdiri canggung di belakang kekasihku. Tidak tahu harus berbuat apa.

Setelah memeluk ayahnya, Jimin menoleh dengan enggan. Wanita di depannya merentangkan kedua tangannya untuk memberikan pelukan, tapi Jimin hanya membungkukkan badannya kaku. Membuat wanita tersebut menurunkan kedua tangannya kembali ke samping tubuh.

"Ini pasti Ga Eun," ujar ayah Jimin sambil tersenyum padaku.

Aku memberi salam dengan sedikit membungkukkan badanku. Orang tua Jimin balas mengangguk ramah dan menyuruh kami untuk duduk. Jimin segera menarikkan kursi untukku sebelum berjalan ke kursinya sendiri. Kami lalu duduk berhadap-hadapan satu sama lain.

The Cute Boy I've Met BeforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang