"Aku minta maaf karena tidak memberitahumu," kataku sesaat setelah aku duduk di pangkuan Jimin. "Aku takut kalau kau marah padaku."
Kami sedang duduk dengan punggung menyandar pada kepala ranjang, sebelum Jimin menarikku agar duduk di atas pangkuannya. Pahaku yang kecil menempel di pahanya yang keras. Kedua tanganku melingkar di lehernya, sementara kedua tangannya melingkari pinggangku.
Jimin tersenyum. "Kenapa kau harus minta maaf? Berkat kau, Eric tidak jadi pergi ke China."
Mataku melebar. "Benarkah?"
Kekasihku mengangguk. "Ayahnya memutuskan untuk mengirimnya ke Pulau Jeju. Di sana ada pusat rehabilitasi yang lumayan bagus. Dia akan kembali ke sini setelah sembuh dari kecanduan obat-obatan."
"Bagaimana kau tahu?" tanyaku heran. "Kalian sudah berbaikan?"
Jimin mengangguk lagi. "Dia meneleponku sebelum pergi ke bandara. Dia titip salam untukmu."
Aku menghela napas lega. "Syukurlah ...."
"Bagaimana kau melakukannya?" tanyanya.
"Melakukan apa?"
"Membujuk ayah Eric untuk tidak mengirimnya ke luar negeri."
Tanganku terulur untuk memainkan rambutnya yang halus. "Aku datang ke kantornya."
Matanya yang indah melebar. "Sungguh? Kau menemuinya sendirian?"
Aku mengangguk. "Sampai di sana, Ma Henry membantuku."
"Aaah, Henry Hyeong. Kau bertemu dengannya?"
Aku mengangguk lagi dan tersenyum. "Dia sangat tampan."
Jimin menyipitkan matanya. "Apa kau bilang?"
"Dia tampan," ulangku.
Lelaki itu tampak tidak terima dengan kata-kataku. "Lebih tampan dariku?"
Aku tertawa. "Kau yang paling tampan di dunia. Bahkan Lee Min Ho saja masih kalah tampan denganmu. Kenapa kau sangat tampan sampai-sampai aku jatuh cinta padamu, ha?"
Jimin akhirnya ikut tertawa. "Berhenti menggodaku. Lalu, apa yang kalian katakan pada Paman Ma?"
"Tidak ada. Aku hanya menunjukkan video saat Eric tampil di televisi. Pak tua itu benar-benar tidak mengenal anaknya sendiri. Bagaimana dia bisa mengatakan kalau Eric tidak berbakat?" kataku menggebu-gebu.
Lelaki yang memangkuku tiba-tiba termenung. "Banyak orang tua yang tidak mau mengenal anaknya sendiri."
Aku menangkup wajahnya, membuatnya menatapku lagi. Tatapannya tampak sedih dan entah mengapa membuatku ikut merasa sesak. Aku mencoba tersenyum dengan susah payah agar rasa sakit di hati kami agak berkurang.
"Kau sudah tidak apa-apa?" tanyaku. "Malam itu kau benar-benar membuatku khawatir. Tapi esoknya kau tampak baik-baik saja seperti tidak ada yang terjadi. Kupikir kau tidak ingin membahasnya, jadi kuputuskan untuk tidak menyinggung peristiwa itu lagi."
Jimin mengangkat tangannya dari pinggangku untuk memegang tanganku. Telapak tangannya yang hangat menempel di punggung tanganku. Aku masih menangkup pipinya, sementara ia mengelus tanganku lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cute Boy I've Met Before
RomanceNamanya Park Jimin. Dia yang mencuri ciuman pertamaku. Dia juga satu-satunya orang yang berani menyentuhku. Kupikir aku telah terbebas darinya, tapi takdir terkadang senang mempermainkan manusia. --Seo Ga Eun-- So, before you turn the page, you can...