Warning 21+!!!
"J-Jimin-ah, itu ... itu ...." Kalimatku terputus-putus karena aku sendiri bingung ingin mengatakan apa.
"Mungkin awalnya akan terasa sakit, jadi aku akan berhati-hati," janjinya.
Jimin menggodaku dengan menggosok-gosokkan ujung kemaluannya pada klitorisku. Kami sama-sama mendesah tiap kali bagian intim tubuh kami saling bersentuhan. Beberapa saat kemudian, aku merasa bagian bawah tubuhku telah kembali basah.
"So wet for me, huh?" Jimin tersenyum menggoda.
"Hentikan," protesku.
Jimin kembali memasang wajah serius. "Bolehkah aku ...?"
Ia menatapku, meminta izin. Aku mengangguk, setengah penasaran dan setengah takut. Ia mulai memasukkan ujung penisnya pada lubang vaginaku. Mataku melotot penuh kesakitan, padahal kejantanannya belum masuk sepenuhnya.
"Jimin-ah ...!" kataku menahan sakit.
Jimin berhenti bergerak. Tanganku sekarang meremas sprei untuk menahan rasa perih karena ia telah berhasil menembus penghalang tipis di vaginaku. Maksudku, miliknya benar-benar besar. Dadaku sesak karena gairah sekaligus takut. Air mata merebak di ujung mataku.
"Kau ingin aku berhenti?" tanyanya saat melihat air mataku mulai menetes.
Aku menggeleng. "Aku baik-baik ... ah!"
Cengkeraman tanganku pada sprei semakin kencang karena Jimin bergerak sedikit untuk memperbaiki posisinya. Lelaki itu sama gugupnya denganku. Ini pertama kalinya aku berhubungan intim dan ia ingin menorehkan kenangan yang menyenangkan.
"Maaf .... Kau bisa menggunakan bahuku," ujarnya.
Jimin membimbing tanganku ke arah bahunya. Tanpa sadar, aku mencakar kulitnya. Rasa perih masih menjalar ke seluruh tubuhku. Melihatku yang tampak kesakitan membuat Jimin berusaha ingin menenangkanku. Ia lalu menunduk dan mengecup bibirku. Setelah melihat bahwa aku mulai rileks, ia mendorong kejantanannya agar masuk semakin dalam.
"Aaakh!" Aku kembali menjerit.
Jimin mengerang saat seluruh kejantanannya telah masuk ke lubangku. Tanganku mencengkeram bahunya lebih erat. Ia berhenti bergerak agar aku bisa menyesuaikan diri.
Sekitar setengah menit kemudian, lelaki itu berkata, "Aku akan bergerak, oke?"
Aku hanya bisa menganggukkan kepala. Jimin kemudian menggerakkan pinggulnya naik turun, memompa tubuhku. Ia menggigit bibirnya saat dinding vaginaku mencengkeram kejantanannya kuat-kuat.
"You're so tight," pujinya, sebelum menunduk untuk mengecup leherku.
Rasa sakit tadi telah mulai menghilang, berganti dengan gelenyar menyenangkan dari pusat tubuhku. Kulingkarkan kakiku lebih erat ke pinggang Jimin. Aku sudah tidak malu untuk bertatapan dengannya.
Pemandangan di depanku merupakan pemandangan paling indah yang pernah kutemui. Jimin membungkuk di atasku, sementara kedua tangannya berada di samping kepalaku untuk menopang berat tubuhnya. Bagian depan rambutnya menempel di dahinya karena ia telah mulai berkeringat. Berkali-kali, ia bernapas berat.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya, menatapku intens dengan matanya yang indah.
Aku mengangguk. Aku sudah tidak berteriak kesakitan seperti tadi. Namun, rintihan dan desahan masih keluar dari sela-sela bibirku setiap kali Jimin memasukiku.
Tiba-tiba lelaki itu mengubah sudutnya, membuatku mengangkat panggulku tanpa sadar. Ujung kejantanannya menyentuh titik sensitifku berkali-kali, membuatku merintih lebih keras. Aku mendekap bahunya kuat-kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cute Boy I've Met Before
RomansaNamanya Park Jimin. Dia yang mencuri ciuman pertamaku. Dia juga satu-satunya orang yang berani menyentuhku. Kupikir aku telah terbebas darinya, tapi takdir terkadang senang mempermainkan manusia. --Seo Ga Eun-- So, before you turn the page, you can...