Aku bisa mendengar suara-suara di sekitarku, tapi aku enggan untuk membuka mata. Sepertinya, tubuhku dibaringkan di atas ranjang. Seseorang telah memasangkan jubah mandi sebelum menyelimuti seluruh badanku sampai batas leher.
"Ada apa? Apa yang terjadi padanya?"
Itu suara Ken. Ada sedikit nada cemas dalam suaranya. Aku juga mendengar gumaman-gumaman lirih lainnya.
"Dia hampir tenggelam." Jimin mendesah.
"Apa dia baik-baik saja?" tanya Seol Chan.
"Kurasa dia hanya tidur, ya 'kan?" Kali ini suara Eric.
"Dia pingsan," balas Jimin. "Sampai sekarang, ia belum bangun-bangun juga."
"Biarkan saja dia beristirahat. Nanti juga akan sadar," timpal Min Ho.
"Lebih baik kami pergi. Terlalu banyak orang akan membuatnya sesak," kata Ken. "Ji Eun-ah, temani Jimin untuk menjaganya."
"Ken, tidak bisakah kau memeriksanya sebentar?" tanya Ji Eun khawatir.
"Yaaa, aku bukan dokter," balas Ken.
"Tolonglah," desak Jimin.
Ken mendesah. Kurasakan seseorang menekan pergelangan tanganku untuk memeriksa denyut nadiku. Lalu, tangan yang besar itu sekarang berpindah ke dahiku. Telapaknya yang hangat menempel di kulitku selama beberapa saat.
"Kurasa, dia hanya tidur. Tubuhnya normal. Hanya saja ia mungkin masih shock. Terlalu banyak orang akan membuatnya tidak bisa bernapas dengan baik," jelas Ken panjang lebar.
"Kalau begitu, kami pergi saja sekarang," kata Min Ho.
"Baiklah," balas Jimin dan Ji Eun bersamaan.
Lalu, terdengar suara langkah-langkah kaki yang perlahan menjauh. Beberapa saat kemudian, aku merasakan ada tangan kecil yang mengelus rambutku. Sepertinya, itu tangan Ji Eun. Tapi aku tetap menutup mataku rapat-rapat.
"Aku membawanya ke kamarku karena refleks," kata Jimin.
"Tidak apa-apa," balas Ji Eun. "Sebenarnya, apa yang terjadi?"
"Aku juga tidak tahu." Nada suara Jimin terdengar frustrasi. "Aku sedang berenang saat kakiku mendadak kram. Ia datang entah dari mana dan hanya berdiri di sana. Aku menunduk untuk memijat kakiku. Saat aku muncul ke permukaan lagi, ia sudah mulai tenggelam. Untungnya, kram di kakiku telah sembuh. Aku segera menariknya keluar dari air. Tapi ia malah menjerit-jerit, lalu jatuh pingsan."
Ji Eun menghela napas pelan. "Sepertinya ia belum menceritakan masa lalunya padamu."
"Masa lalu apa?"
"Aku tidak yakin apakah aku berhak menceritakan hal ini. Seharusnya, Ga Eun yang mengatakannya sendiri padamu. Tapi melihatnya begini, sepertinya akan konyol jika ia menyimpan bebannya sendirian."
"Jangan bertele-tele, aku tidak mengerti apa maksudmu." Suara Jimin terdengar semakin frustrasi.
"Ga Eun sebenarnya membenci laut, tapi aku memaksanya ikut ke sini. Kubilang padanya bahwa ia bisa bermain-main di kolam renang, tanpa harus ke pantai. Waktu masih kecil, adiknya pernah tenggelam di pantai. Saat itu, ia bisa berenang tapi dirinya terlalu takut untuk menyelamatkan adiknya tersebut. Dia hanya berdiri di sana, tepat seperti yang kau katakan." Ji Eun menghela napas lagi. "Adiknya memang tidak kenapa-kenapa dan berhasil ditolong, hanya saja Ga Eun mengalami trauma sejak saat itu. Sampai sekarang, dia takut terhadap pantai. Bahkan kemampuan berenangnya ikut hilang."
"Sial!" maki Jimin tiba-tiba. "Gara-gara aku, ia jadi begini."
"Jangan menyalahkan diri sendiri, Jimin-ah. Kau telah menyelamatkan nyawanya," bujuk Ji Eun. "Aku akan menyiapkan makan siang. Kau juga harus makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cute Boy I've Met Before
RomanceNamanya Park Jimin. Dia yang mencuri ciuman pertamaku. Dia juga satu-satunya orang yang berani menyentuhku. Kupikir aku telah terbebas darinya, tapi takdir terkadang senang mempermainkan manusia. --Seo Ga Eun-- So, before you turn the page, you can...