"Ken, aku pulang dulu," pamitku pada lelaki di sebelahku.
"Ga Eun-ah ...." Ken tampak agak gugup.
"Eoh?"
Lelaki itu perlahan-lahan mencondongkan tubuhnya ke arahku, sedangkan matanya menatap bibirku. Aku hanya bisa mencengkeram ujung pakaian yang kupakai. Entah mengapa tubuhku mendadak kaku. Sampai akhirnya, aku tersadar dari kebekuan. Aku tidak ingin kami membuat kesalahan yang bakal kami sesali nanti.
Kutahan lengan Ken dengan kedua tanganku, membuatnya berhenti. Jarak wajah kami hanya tinggal beberapa senti dan tatapan kami beradu. Jantungku berdetak lumayan kencang, tapi aku berhasil membuka mulutku untuk berbicara.
"Ken, maafkan aku ... kupikir aku-"
Perkataanku terpotong karena mendadak ada cahaya menyilaukan dari bagian depan mobil. Kami saling melepaskan diri dan melindungi mata kami dari cahaya tersebut. Ken membuka kaca mobilnya dan melongokkan kepalanya keluar.
"Hei, bisakah kau mematikan lampu mobilmu?" teriaknya.
Lampu mobil yang diparkir beberapa meter di hadapan kami akhirnya mati. Beberapa saat kemudian, seseorang melongokkan kepalanya dari jendela yang terbuka. Mataku hampir melompat keluar saat mengetahui siapa dirinya.
Jimin keluar dari mobil, lalu menyeringai. "Ah, maaf. Aku hanya memeriksa apakah itu benar-benar kalian."
"Apa yang kau lakukan di sini?" selidik Ken.
"Oh? Aku hanya kebetulan sedang lewat. Kau sudah membaca pesanku?"
Ken tertawa geli, lalu menoleh untuk menatapku. "Aku akan keluar sebentar untuk bicara padanya. Kita bisa mengobrol lagi nanti."
Aku buru-buru menahan lengannya. "Aku pulang saja."
Ia tampak berpikir sejenak. "Baiklah. Kau pasti lelah. Lekaslah tidur."
Aku mengangguk dan tersenyum padanya. Ken mengacak rambutku, sebelum keluar dari mobil. Aku dan dirinya tidak menyadari tatapan Jimin yang tampak marah dan sewaktu-waktu bisa membunuh kami seandainya kedua matanya adalah ujung pistol.
Saat aku keluar, Ken membuka pintu dan ikut keluar dari mobil. Ia berjalan di sampingku, sengaja menipiskan jarak di antara kami hingga Jimin menyipitkan matanya tidak suka. Saat hampir sampai di depan rumahku, aku menoleh pada Ken.
"Terima kasih. Aku ingin mengundangmu masuk, tapi ini sudah larut malam," kataku.
Ken tertawa. "Tidak masalah. Kita masih bisa mengobrol besok kalau kau memiliki waktu luang."
Aku mengangguk dan tersenyum. "Tentu. Pulanglah dan selamat beristirahat. Terima kasih untuk hari ini."
Ken dan aku baru saja pulang dari makan malam. Sebelum makan malam, kami menonton film animasi di bioskop. Kali ini, aku yang membayar karena aku merasa tidak enak padanya. Beberapa malam yang lalu, aku dan Jimin telah membuat keributan di apartemennya. Namun, tadi aku malah membalas pelukan lelaki tersebut.
Setelah berpelukan, kami hanya berdiri canggung. Air mataku mulai mengering dan aku tidak tahu apakah Jimin menyadarinya. Namun, saat aku pamit pergi, ia hanya menatap padaku sambil menganggukkan kepalanya. Di perjalanan, aku berusaha keras menganggap bahwa itu bukanlah apa-apa.
Pikiranku berhenti berkelana saat melihat senyuman Ken. "Aku yang seharusnya berterima kasih karena kau telah mentraktirku. Selamat tidur. Semoga kita bisa bertemu di alam mimpi."
Aku bisa mendengar suara batuk kecil di dekat kami. Jimin masih berdiri di tempatnya. Tangannya terselip ke dalam kantong celana, sementara wajahnya menunduk menatap aspal.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cute Boy I've Met Before
RomanceNamanya Park Jimin. Dia yang mencuri ciuman pertamaku. Dia juga satu-satunya orang yang berani menyentuhku. Kupikir aku telah terbebas darinya, tapi takdir terkadang senang mempermainkan manusia. --Seo Ga Eun-- So, before you turn the page, you can...