Aku bisa mendengar suara sirine ambulans yang bergaung. Aku juga bisa merasakan tubuhku terbaring di atas brankar. Badanku agak bergoyang karena mobil ambulans yang kutumpangi mengebut di atas jalanan beraspal.
Antara sadar dan tidak, aku bisa merasakan ada sepasang tangan hangat yang menggenggam tanganku. Aku ingin membuka mata, tapi kelopakku terasa sangat berat. Namun samar-samar, aku bisa mendengar seseorang sedang bergumam.
"Ga Eun-ah ... kumohon, bangunlah ...."
Kalau saja ini hanyalah mimpi atau imajinasiku semata, aku tidak peduli. Suara yang kudengar barusan sangat mirip dengan suara Jimin. Berbeda dengan suaranya yang dingin ketika bicara denganku tadi, suara yang menyusup ke dalam telingaku barusan terdengar lembut namun penuh kekhawatiran.
Sayangnya, tubuhku sedang tidak berpihak padaku. Tepat sebelum aku kehilangan kesadaranku lagi, aku berusaha meremas tangan yang menggenggamku. Siapa pun pemiliknya, kuharap ia tahu bahwa aku akan baik-baik saja.
Ketika tersadar dari pingsan-aku tidak tahu pukul berapa-aku mendapati diriku berada di sebuah rumah sakit. Mataku menatap ke sekelilingku, tapi hanya ada aku dan tirai berwarna biru muda yang mengisolasi ranjangku. Kemudian, aku mencoba duduk di pinggir ranjang.
Jarum infus menusuk kulit tanganku, tapi aku sudah tidak mempedulikannya. Ketika telah berhasil duduk, mendadak rasa pusing menyerang kepalaku. Rasanya seperti seseorang mencoba menjambak rambutku kuat-kuat.
Beberapa saat kemudian, tirai sedikit tersibak dan terdengar suara yang tidak asing. "Kau sudah siuman?"
Aku mendongak menatap Ji Hoon dengan kedua tangan masih menyangga kepala. Adik lelakiku itu berdiri menjulang di depanku. Di tangan kanannya, ada bungkusan plastik.
"Aku sudah menebus obatmu dan ada makanan untukmu juga," katanya ketika melihatku menatap bungkusan plastik itu dengan pandangan bertanya.
"Eoh ... terima kasih," balasku lemah.
Ji Hoon menaruh bungkusan plastik yang dibawanya ke atas meja. Ia lalu menarik kursi dan duduk di dekat ranjang. Beberapa saat kemudian, ia memegang tanganku dan menaruh keduanya di atas pangkuanku.
"Pukul berapa ini?" tanyaku, membuat Ji Hoon melepaskan tanganku untuk mengeluarkan ponselnya.
"Delapan pagi," jawabnya pendek.
"Aku harus ke kantor," kataku seraya mencoba berdiri dari dudukku.
Ji Hoon lekas menahan lenganku. "Aku sudah menelepon kantormu dan mengatakan bahwa kau sedang sakit. Mereka bilang, kau boleh izin hari ini."
Setelah mendengarnya, aku duduk kembali di pinggir ranjang. "Aku masih bisa bekerja ...."
"Dengan keadaanmu yang seperti ini? Kau pasti bercanda," balasnya sarkastik.
"Apa yang terjadi?" tanyaku.
Ji Hoon sekarang menatapku serius. "Aku yang seharusnya bertanya begitu. Apa yang terjadi sampai kau jatuh pingsan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cute Boy I've Met Before
RomanceNamanya Park Jimin. Dia yang mencuri ciuman pertamaku. Dia juga satu-satunya orang yang berani menyentuhku. Kupikir aku telah terbebas darinya, tapi takdir terkadang senang mempermainkan manusia. --Seo Ga Eun-- So, before you turn the page, you can...