8

14.1K 1.8K 40
                                    

Aku dan Ji Eun berdiri di depan sebuah apartemen mewah di daerah Gangnam. Ji Eun memakai dress birunya, sedangkan aku memakai dress hitam yang tadi ia belikan. Ji Eun bersikeras untuk mendandaniku, jadi aku tidak bisa memprotes saat ia benar-benar mengubah wajahku sesuka hatinya.

"Yaaa, bukankah ini terlalu mencolok?" tanyaku pada Ji Eun sambil menunjuk wajahku.

Ji Eun berhenti memencet bel. Ia lalu berpaling padaku, kemudian menatapku dari atas ke bawah. Kepalanya miring, pura-pura menilai dengan serius. Tak lama, ia mengacungkan kedua jempolnya.

"Kau sangat cantik!" pujinya, membuatku memutar bola mata.

Ji Eun kembali menekan bel, tapi tetap tidak ada yang merespons.

"Sepertinya dia sedang pergi, ayo pulang saja," ajakku.

Aku baru saja akan melangkahkan kakiku, saat pintu tiba-tiba bergerak membuka. Seseorang melongokkan kepalanya dari celah pintu. Cho Min Ho tersenyum sesaat setelah melihat kami berdua.

"Masuklah," katanya.

Kami mengikuti Min Ho dan masuk ke dalam apartemen. Mulutku terbuka lebar melihat isi apartemennya. Luas sekali seperti lapangan sepak bola. Jendelanya mengarah ke jalanan Kota Seoul yang ramai. Aku bisa melihat lampu-lampu kendaraan yang berkerlap-kerlip di kejauhan.

Aku dan Ji Eun duduk di sofa kulit yang tampak mahal. Min Ho mengambil dua kaleng soda dari lemari es, lalu meletakkan minuman tersebut di atas meja. Kemudian, ia ikut duduk di depan kami.

"Jadi, ini temanmu yang kau ceritakan?" tanyanya pada Ji Eun.

Ji Eun menyengir. "Begitulah. Cantik, bukan?"

Aku duduk tidak nyaman dalam balutan dress hitam yang kukenakan. Cho Min Ho melihatku dari atas ke bawah, lalu hanya menganggukkan kepalanya. Sepertinya, ia mengatur supaya apartemennya selalu berhawa dingin. Tetapi aku masih merasa kepanasan, waswas jika lelaki di hadapanku ini pada akhirnya mengenaliku juga.

Ji Eun tampak tidak menyadari ketidaknyamananku. Gadis itu mengambil sekaleng soda dan membuka tutupnya. Ia menyesap minumannya, kemudian mendesah lega. Dalam hati, aku sangat iri dengan sikap santai dan masa bodohnya itu.

"Aaah, aku sudah tidak sabar lagi untuk minum," rajuknya.

Min Ho tertawa, lalu katanya, "Sebentar lagi Ken, Eric, dan Seol Chan akan kemari. Bersabarlah sedikit."

Ji Eun berhenti meminum minumannya. "Tunggu dulu, Jimin tidak ikut?"

"Katanya dia sibuk, jadi tidak bisa berkumpul malam ini. Memangnya kenapa? Tidak biasanya kau menanyakan Jimin," ujar Min Ho heran.

"Kekasihnya ada di sini, tapi dia malah tidak datang!" kata Ji Eun bersungut-sungut.

Min Ho mengerutkan dahinya. "Kekasih Jimin? Kau pacaran dengan Jimin?"

"Bukan aku," Ji Eun lalu memegang kedua pundakku. "Namanya Ga Eun."

Min Ho mengerutkan dahinya. Ia lalu berpaling untuk menatapku, tepatnya menilaiku. Aku hanya bisa menelan ludah gugup. Lelaki itu terus menatapku, membuatku semakin merasa tidak nyaman.

"Aku tidak tahu kalau Jimin memiliki pacar," kata Min Ho dengan nada ragu-ragu.

"Sepertinya, ia sengaja menyembunyikannya dari kalian. Kalau saja tadi kami tidak bertemu dengan Jimin dan Eric, aku bahkan tidak tahu kalau Ga Eun adalah pacar Jimin," aku Ji Eun.

Sementara Ji Eun dan Min Ho berbicara, aku hanya diam mendengarkan. Aku tidak tahu harus bilang apa. Jimin sialan, berani-beraninya menyeretku ke dalam situasi serumit ini.

The Cute Boy I've Met BeforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang