"Augh, Lee Gikwang sangat tampan! Yong Junhyung juga! Yang Yoseob imut sekali! Son Dongwoon sangat manly! Yoon Doojoon sungguh mempesona! Mereka benar-benar luar biasa!" seruku, sementara kedua tanganku mencengkeram kantong plastik berisi sampah.
Ji Eun tertawa, tangan kanannya sedang memegang sapu. "Kau sudah meminta tanda tangan mereka?"
Aku mengangguk antusias. "Sudah! Aku bahkan berfoto bersama. Akan kugunakan foto itu sebagai profil sosial mediaku selama seumur hidup!"
Aku masih memasang wajah berbinar-binar dan tidak menyadari tatapan Jimin yang tampak kesal. Ia yang tadinya sedang menata kursi-kursi, sekarang sudah berjalan lurus ke arahku. Aku tidak melihatnya karena aku sedang berdiri membelakanginya. Mulutku masih sibuk memuji-muji boygroup kesukaanku dengan nada menggebu-gebu.
"Ada apa?" tanyaku bingung saat Ji Eun menunjuk ke belakang punggungku dengan dagunya.
Aku berbalik dan mendapati Jimin sudah berdiri di depanku. Malahan, ia membungkukkan tubuhnya hingga wajahnya sejajar dengan wajahku. Mataku mengedip gugup ketika menyadari bahwa jarak wajah kami hanya tinggal beberapa inci. Peganganku pada kantong sampah di kedua tanganku semakin mengencang.
Dia tidak akan menciumku di depan banyak orang begini, 'kan?
Hidung kami sudah hampir bersentuhan dan aku refleks menutup mataku. Beberapa detik berlalu, tetapi tidak ada yang terjadi. Hanya hembusan napas hangatnya yang menerpa wajahku.
"Berhenti berkhayal dan segeralah bangun dari mimpimu," ujar Jimin sambil menjentikkan jarinya ke dahiku.
Aku mengaduh, kemudian membuka mataku. Salah satu tanganku terangkat untuk mengelus kulitku dengan punggung tangan. Jimin menjauh dariku dan kembali sibuk dengan pekerjaannya. Ji Eun tertawa terbahak-bahak melihat ekspresiku yang hanya bisa merengut.
"Aku salah apa?" tanyaku pada sahabatku.
Ji Eun masih tertawa. "Kau tidak salah apa-apa. Bukan salahmu jika kau jatuh cinta pada idol, bukan?"
"Aku tidak jatuh cinta-"
"Tidak ada salahnya kalau kau mengagumi mereka," koreksinya.
"Tapi kenapa dia pakai memukulku segala?" tanyaku, masih kesal.
Ji Eun mengabaikan protesku, lalu katanya, "Kemari!"
"Kenapa?" Aku mendekatkan diriku padanya yang segera merangkul pundakku dengan tangannya yang bebas.
"Bagaimana kejutanmu untuk Jimin? Apakah sukses?" bisiknya.
Kami melirik ke arah Jimin yang sedang sibuk melepas dekorasi panggung. Entah sejak kapan ia telah naik ke atas tangga dan berdiri di sana. Setelah yakin bahwa ia tidak akan bisa mendengar pembicaraan kami, aku balas berbisik pada Ji Eun.
"Gagal total," ujarku lemah. "Aku malah menggosongkan kuenya karena ketiduran."
"Yaaa, kau tidak memasang alarm?" tanyanya heran.
Aku menggeleng. "Aku terkena flu. Aku benar-benar tidak habis pikir bagaimana aku bisa jatuh tertidur di atas meja."
Ji Eun menatapku tidak yakin. "Kau tidur atau pingsan sih?"
Aku melotot padanya. "Sudah kubilang bahwa aku ketiduran. Kau pikir aku terlalu bodoh untuk tidak bisa membedakan apakah aku sedang tidur atau sedang pingsan?"
"Oke ... oke .... Kupikir kau berhasil dengan hadiahmu, jadi kami tidak mengajakmu menyusun rencana kejutan kali ini."
"Kejutan apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cute Boy I've Met Before
RomanceNamanya Park Jimin. Dia yang mencuri ciuman pertamaku. Dia juga satu-satunya orang yang berani menyentuhku. Kupikir aku telah terbebas darinya, tapi takdir terkadang senang mempermainkan manusia. --Seo Ga Eun-- So, before you turn the page, you can...