"Noona," terdengar sapaan dari Ji Hoon ketika aku mengangkat telepon genggamku.
Aku menjepit ponselku di antara dagu dan pundak. Kedua tanganku sedang sibuk membereskan barang-barang. Sebentar lagi, aku bisa keluar dari rumah sakit dan itu membuatku lebih bersemangat.
"Kenapa?" tanyaku seraya melipat selimut milik rumah sakit yang baru saja kugunakan.
"Maaf, aku tidak bisa menjemputmu," suaranya terdengar agak sedih. "Bisakah Ji Eun Noona mengantarmu pulang?"
"Tidak apa-apa. Sakitku tidak separah itu sampai harus diantar segala," aku berusaha berkata seceria mungkin agar adik lelakiku tersebut berhenti merasa khawatir.
Ji Hoon mendesah. "Tolong, jagalah kesehatanmu. Aku tidak bilang apa-apa pada ayah dan ibu, aku tahu kau tidak ingin membuat mereka khawatir. Tapi kalau kau sakit lagi, aku terpaksa harus melaporkannya pada mereka."
"Eoh ... aku tidak akan masuk rumah sakit lagi," janjiku. "Aku juga tidak suka tempat ini."
"Kalau begitu, aku berangkat ke akademi dulu. Jangan lupa makan obatmu," ceramahnya.
"Eoh .... Umm, Ji Hoon-ah?" panggilku, tapi aku tidak tahu harus mengatakan apa.
"Hmm? Kenapa?"
Aku ingin bertanya apakah tadi malam ia bertemu dengan Jimin? Apakah ia benar-benar memukul lelaki yang kini berstatus sebagai mantan kekasihku itu? Bagaimana keadaannya dan lain sebagainya. Tapi, mulutku seperti terkunci.
"Tidak ada apa-apa," kataku akhirnya.
"Sampaikan salamku pada Ji Eun Noona dan bilang aku berterima kasih padanya karena ia mau menjagamu," ujar Ji Hoon.
"Tentu. Akan kukatakan padanya," balasku, lalu mematikan hubungan teleponku dengan adikku.
Setelah ranjangku rapi, aku memasukkan ponselku ke dalam tas. Aku baru saja hendak membuka tirai ketika seseorang telah melakukannya. Beberapa detik kemudian, Ken berdiri di hadapanku dengan sebuket bunga di dekapannya.
Aku menatapnya terkejut, sedangkan lelaki itu balas menatapku dengan senyuman di wajahnya. Seperti biasa, ia tampak rapi dan tampan dengan setelan jas yang ia pakai. Rambutnya yang biasanya berwarna cokelat dan agak keriting, sekarang berubah menjadi lurus.
"Ken? Kenapa kau ada di sini?" tanyaku heran.
"Ji Eun menyuruhku menjemputmu karena dia bilang dia tidak bisa kembali ke sini," jawabnya sambil menyerahkan buket bunga yang dibawanya kepadaku.
Aku menerima buket bunga mawar berwarna-warni tersebut. Refleks, aku memajukan wajahku untuk mencium wanginya. Bau harumnya menyusup ke dalam lubang hidungku dan membuatku merasa tenang.
"Padahal aku sudah bilang padanya kalau aku bisa pulang sendiri. Dia sudah menjagaku sepanjang malam," ujarku.
Ken menganggukkan kepalanya. "Ya, dia buru-buru meneleponku karena dia memiliki urusan mendadak. Dia meminta maaf karena tidak bisa menjemputmu dan mengantarmu pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cute Boy I've Met Before
RomanceNamanya Park Jimin. Dia yang mencuri ciuman pertamaku. Dia juga satu-satunya orang yang berani menyentuhku. Kupikir aku telah terbebas darinya, tapi takdir terkadang senang mempermainkan manusia. --Seo Ga Eun-- So, before you turn the page, you can...