44. Fahri dan Salsha.

563 67 49
                                    


Awalnya gue pernah berfikir untuk melupakan perasaan gue demi menjaga keselamatan lo. Tapi kayanya gue akan maju, dengan alasan gue sendiri. -Fahri.

"ANJ**G." Umpat pria itu dengan sangat kasar.

Entah sudah berapa kali dia mengumpat dengan satu hewan yang sama, yang pasti. Hewan itu tidak sama sekali menyakitinya, bahkan memegang kakinya pun tak pernah.

Semua orang menatap Fahri dengan sangat bingung, semua penghuni penjuru rumahnya diam. Dan kondisi ini sangat membuat takut semuanya, kondisi mendukung.

Momy nya sedang tidak dirumah, dan sekarang Fahri mengumpat tak tahu arah. Apa yang sedang dia inginkan?

"Gue harus nemuin dia sekarang." Setelahnya dia pergi berlalu dengan mengambil jaket dan kuncu mobilnya.

Yang akan ia temui adalah orang yang sangat sangat berarti untuknya.

*****

"Cie yang bakalan nikah besok." Goda Casie pada Stefi yang sekarang sedang dirundung takut, pasalahnya. Jika seorang wanita menikah, pasti ada aja rasa deg degan, dicampur takut menjadi satu.

"Asik dong, nanti malem nanania." Sambung Caitlin yang masih tidak fokus pada ucapannya.

Tiba tiba keadaan kembali hening. Salsha mencairkan suasananya hanya dengan tertawa kaku. Cubitan kesal Amanda lontarkan untuk adiknya. Dan Caitlin tiba tiba mengaduh.

"Jadi gimana perasaan lo, pas mau nikah?"

"Gue gak tahu." Jawab Stefi murung. Ya mau gimana lagi, dengan tidak sengaja Stefi mendapatkan kabar seperti itu lagi, yang pasti. Semua itu juga entah salah siapa.

"Udah, lupain aja. Caitlin emang suka gak nge rem kalo ngomong, mau pernikahan lo dimajuin apa dimundurin. Ya tetep aja lo nikah sama kakak gue." Ucap Salsha menghibur, kemudian dia memeluk Stefi dari belakang.

Posisi Stefi sedang duduk dikursi meja riasnya, menikah memang besok, namun masih ada banyak ritual lain sebelum pernikahan.

Semua sahabatnya datang ke rumah Stefi untuk menghibur. Masa pingitnya juga satu minggu sebelum pernikahan, jadi Salsha sudah mulai memikirkan bagaimana jika mereka tidak bertemu dalam satu minggu penuh.

Gak ketemu Aldi pas di kantor aja kangen, gimana pas satu minggu. Dedeq gak tahan bang, huwaa.

"Aldi masih marah ya, sama kita?" Kita yang Stefi maksud bukan Salsha dan Stefi. Namun Ari dan Stefi.

Tidak menutup kemungkinan jika Aldi masih tidak menghiraukan keadaan mereka berdua.

"Enggak kok. Dia udah gak marah, lagian udah hampir satu bulan ya kali dia masih inget." Jawab Salsha tersenyum.

"Mom, aku mau sama dady." Pinta Raenal yang menarik baju yang sedang Amanda kenakan. Kemudian bocah itu terus saja menarik baju Amanda tanpa melihat jika belahan dadanya kelihatan.

Dan untung saja di kamar Stefi hanya ada wanita. Kemudian Amanda menghela nafas sebentar, dia menggendong bocah berusia 2 berjalan 3 tahun.

"Raen, dady lagi dirumah uncle Ari. Jadi kalo mau ke dady, kita harus telfon dady dulu. Raen mau telfon dady?" Tanya Amanda memberi pengertian pada putra kecilnya.

"Iya." Jawab bocah tadi dengan mengucek matanya, pertanda dia mengantuk.

Amanda menyerahnya handphone pada anaknya, sebelumnya dia sudah menelfon Karel untuk menjemputnya.

"Kamu bilang sama dady." Ucap Amanda kembali menenangkan Raenal digendongannya. Bocah tadi memegang handphone milik momy nya dengan gampang. Kemudian dia gunakan tangan kecil sebelah kirinya untuk memeluk leher Amanda, kemudian tangan yang satu lagi untuk memegang handphone momynya.

LIMIT COMFORT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang