43. Kepala dikepala ranjang.

669 73 58
                                    


Antara sayang dan perhatian.


"Tolong ambilin tas aku diatas lemari yang."

"Yang warna apa?" Tanya Aldi yang bingung dengan semua koleksi tas milik Salsha.

Ada banyak, warna merah, marun, donker, hijau muda, biru laut, hitam, putih. Ya banyak banget deh,

"Warna hitam aja." Pungkasnya yang sedang memasang bulu alisnya, tanpa ingin diganggu.

Dengan gerakan cepat Aldi mengambil tas yang berwarna hitam, kemudian ia bawa dekat ke ranjangnya. Dan kembali memeluk Salsha dari belakang.

"Mau kemana si, kok pagi pagi udah rapi aja?" Aldi kembali mencium telinga Salsha dan menyerap semua wangi yang hampir menjadi wangi yang membuatnya candu untuk seumur hidupnya.

"Jam sembilan kamu bilang pagi? Yang bener aja Al." Salsha memutar bola matanya malas.

Mentang mentang sekarang mereka berdua kembali ke apartemen, tidak bermaksud membuat Aldi menjadi sangat malas.

"Kan harusnya, kita kerjanya besok aja. Aku lagi sakit, kamu malah kerja. Terus siapa yang mau jagain aku." Ucap Aldi cemberut.

"Kamu udah gedhe, gak usah dijagain. Kalo pengen makan udah ada makanan. Jadi jangan manja deh, apa perlu ak--

"Gak usah, mending kamu tinggal aku aja. Jangan panggil mama ke sini." Potong Aldi saat Salsha akan mengusulkan nama mamanya untuk menemani Aldi.

"Ya udah, sekarang kamu tidur lagi aja. Biar pilek sama demamnya turun." Kepala Aldi kembali mendusel dusel pada punggung kekasihnya, menjalar pada leher jenjangnya.

"Jangan kerja ya, temenin aku. Gak kerja dua hari gak bakal buat perusahaan kamu bangkrut kok. Percaya sama aku."

"Astaga sayang, justru karna itu aku malah banyak tugas. Setelah kak Ari nikah, aku yang ngurus semua perusahaan sama ayah. Jadi harus dipipil dulu. Ya kamu juga tahu dong, kalo abis nikah mereka mau ngapain." Memang pernikahan mereka tinggal dihitung beberapa hari lagi.

Dan semua itu membuat pekerjaan Salsha kembali bertambah, dan sikap manja Aldi juga semakin bertambah. Astaga.

"Nanti aku bantuin deh, jadi kamu gak usah khawatir." Timoal Aldi yang terlalu santai menghadapi semuanya.

Salsha kembali mengecek dahi Aldi, memastikan jika demamnya sedikit turun atau tidak. Aldi mendongakan kepalanya, dan Salsha mulai mengecek.

"Tuh kan masih demam, ya udah ya. Kamu tidur aja lagi." Salsha menuntun Aldi untuk berbaring diranjangnya.

Kemudia Salsha selimuti lagi, wajah Aldi yang biasanya tampan dan tegas hanya tersisa dengan pucat, agak lemas dan hidungnya memerah.

"Aduh, aku pusing yang. Kamu jangan ke kantor ya." Ucap Aldi dengan sangat tiba tiba.

"Halah boong. Aku udah tahu ya kalo kamu pusing gak akan sampe alay kaya gini." Aldi menghela nafasnya pasrah.

Salsha sedikit membenahi rambut jambang Aldi dan mengelus wajah Aldi untuk sedikit tertidur.

"Tidur, aku mau berangkat nunggu kamu tidur dulu." Aldi mengangguk, kemudian dia menarik selimutnya kembali dan mencium telapak tangan Salsha yang sedang mengelus wajahnya kemudian memposisikan tubuhnya untuk tidur.

Melihat Aldi yang kembali tertidur, Salsha menyiapkan obat dimeja dekat ranjang mereka. Kemudian mendekatkan minum disebelahnya.

Disebelahnya lagi ada makanan ringan untuk sesekali jika Aldi malas mengambil makanannya. Semenjak kejadian yang sempat membuatnya koma, kesehatan Aldi sedikit terganggu. Dan ada juga yang membuat pikiran Aldi menjadi bercabang karna yang seharusnya melangsungkan pernikahan adalah dirinya, bukan kakaknya yaitu Ari.

LIMIT COMFORT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang