07

13.9K 456 2
                                    

Allisya masuk kedalam rumahnya dengan mata sembab. Tadi, Allisya tidak langsung pulang kerumah melainkan memilih berdiam didalam mobil dan menangis sejadi-jadinya.

"Kamu dari mana aja sayang? Loh itu kenapa mata kamu sembab gitu? Kamu abis nangis?" Pertanyaan beruntun itu dilontarkan oleh Anisa ketika Allisya baru saja masuk kedalam rumah.

"Gak kenapa-napa." Jawab Allisya singkat seraya tersenyum tipis kemudian pergi masuk kedalam kamarnya.

Dikamar, Allisya kembali menangis. Teringat tentang tadi. Devan berhasil membuat pertahanannya runtuh. Walaupun tak bisa dipungkiri, dirinya masih sangat mencintai Devan. Allisya juga tak ingin munafik, ia juga sama rindunya dengan Devan. Rindu akan kebersamaan mereka dulu. Namun egonya lebih besar. Hatinya pun masih sangat kecewa.

Allisya terus menangis sambil memeluk boneka kesayangannya. Karena sudah lelah, akhirnya Allisya tertidur.

**

Allisya membuka matanya ketika seseorang mengetuk pintu kamarnya dari luar. Ia memijat pelipisnya yang terasa sakit. Diliriknya jam disebelah nakas, pukul 19.30. wib.

Tok..tok...

Pintu kamarnya kembali diketuk membuatnya mau tak mau harus beranjak dari tempat tidur untuk membuka pintu.

"Kenapa mah?" Dengan mata sayu, Allisya bertanya pada Anisa yang berdiri diambang pintu.

Anisa tidak menjawab, ia menarik lengan Allisya masuk kedalam kamar. Mereka duduk diatas tempat tidur.

"Kamu itu sebenernya kenapa sih? Akhir-akhir ini mama perhatiin kamu sering nangis yah? Kenapa sayang?" Anisa bertanya lembut seraya mengelus rambut anak gadisnya.

Allisya yang tadi menunduk, kini mendongak menatap sang mama. Dalam hati ia berpikir, bagaimana mamanya tahu jika ia sering menangis sekarang? Ah, apakah karena matanya yang selalu terlihat sembab.

"Mama tau sayang, malem-malem kalo mama lewat depan kamar kamu, mama selalu denger kamu nangis. Mama mau tanya, cuma mama rasa kamu butuh waktu. Dan sekarang, mama rasa mana perlu denger cerita kamu." Anisa mengelus rambut putrinya.

Senyum terbit dari bibir Allisya, menatap lekat ibunya yang masih terlihat cantik itu dan memeluknya erat. Kemudian, menangis sejadi-jadinya dalam dekapan itu. Meluapkan semua emosinya dengan air mata yang turun dari pelupuk matanya.

Anisa hanya diam sembari tangannya mengelus punggung Allisya. Sesekali menenangkan putrinya.

"Luapin semuanya sayang, mama siap denger semua keluh kesah kamu." Allisya menangis semakin kencang.

Anisa tersenyum sembari tangannya masih mengelus punggung Allisya. Membiarkannya untuk tenang terlebih dahulu. Hatinya ikut sakit melihat putrinya yang sedang menangis. Allisya tampak sangat rapuh sekarang. Dimana Allisya nya yang selalu tegar itu? Pikirnya. Ah, apakah selama ini Allisya hanya berpura-pura tegar saja dihadapannya? Apakah selama ini Allisya selalu seperti ini namun menyembunyikan kesedihannya? Pikirnya lagi.

Allisya melepaskan pelukannya setelah tangisannya reda. Ia merasa sedikit lega setelah menangis kencang dipelukan mamanya.

"Udah? Sekarang cerita sama mama ada apa?" Anisa bertanya lembut.

Allisya menggeleng. Senyuman terbit dari bibir mungilnya. Sembari mengelap sisa air matanya.

"Gapapa kalo kamu gak mau cerita. Mama gak paksa." Anisa mengerti. Mungkin Allisya tidak mau menceritakan masalahnya.

Troublemaker [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang