Derap langkah kaki yang terburu-buru itu terdengar jelas di lorong rumah sakit. Diwajahnya tersirat jelas rasa khawatir, didalam hati terus berdoa.Langkah kakinya berhenti di depan ruang UGD, dimana tepat didepan ruangan tersebut terdapat seorang laki-laki yang sedang menunduk, duduk di kursi tunggu, ditemani seorang perempuan disebelahnya yang terlihat sibuk menenangkan nya.
Penampilannya tampak kacau, rambutnya tampak berantakan. Laki-laki itu terus saja menunduk, dengan telapak tangannya yang menutupi wajahnya.
"Bang..."
Laki-laki itu mendongak, menatap seseorang yang memanggilnya dengan matanya yang sudah memerah.
"Gimana... Lisya?" Tanyanya pelan. Suaranya terdengar parau.
Azriel menggeleng lemah.
Tiba-tiba, pintu ruangan tersebut terbuka. Seorang dokter keluar dari sana. Dengan segera, mereka bertiga menghampiri dokter tersebut.
"Gimana kondisi adik saya? Dia baik-baik aja kan, dokter?" Azriel bertanya lebih dulu.
Dokter tersebut menghela nafas, "Kondisi pasien sangat kritis. Benturan keras menyebabkan pasien mengalami pendarahan yang cukup serius. Pasien juga kehilangan banyak darah karena pendarahan tersebut. Serpihan kaca yang pecah juga membuat tangannya terluka."
Azriel terdiam, ia menggigit bibir bawahnya kuat.
"Lakukan yang terbaik. Apapun itu." Ujar Devan. Tatapannya tampak kosong.
Dokter tersebut mengangguk, kemudian pamit pergi. Mereka bertiga kembali duduk, saling terdiam. Kalut dengan pikiran masing.
"Kenapa, Ren? Kenapa?" Azriel berujar lirih pada gadis disebelahnya yang menatapnya prihatin.
'Gue ga akan kehilangan orang yang gue sayang untuk kesekian kalinya, kan? Cukup Mama, Papa, Mama Anisa, dan Felly yang pergi ninggalin gue. Lo jangan, Sya. Jangan biarin gue sendiri disini. Semesta, tolong jangan renggut semuanya. Jangan lagi.'
***
Dua hari setelah insiden itu. Allisya dinyatakan koma.
David baru saja pulang bersama Rika. Ia yang baru saja kembali dari Sydney tersebut, langsung dikejutkan dengan kabar bahwa putrinya mengalami kecelakaan. Rika shock. Mereka buru-buru pergi ke rumah sakit. Dan sekarang, mereka sudah kembali ke rumah.
Kedua laki-laki itu, termenung dengan pikirannya masing-masing. Mereka berdua tampak kacau.
"Azriel, Devan. Mendingan kalian pulang dulu. Biar gue disini yang jagain Lisya." Ucap Rena pada kedua laki-laki yang masih terdiam tersebut.
Rena menghela nafas, ketika ucapannya sama sekali tidak dihiraukan oleh mereka.
"Bener kata Kak Rena, kita berdua juga disini kok ikut jagain Lisya. Kalian ga perlu khawatir." Tamara ikut membujuk.
"Ga bisa."
"Ga mau."
Rena, Tamara, dan Nadira menghela nafas. Kedua laki-laki tersebut benar-benar keras kepala. Apakah mereka berdua tidak melihat bagaimana keadaan mereka sekarang? Setidaknya saat menatap satu sama lain, mereka saling sadar dengan kondisi diri mereka. Karena kondisi keduanya tidak jauh berbeda. Kacaunya.
"Jangan keras kepala. Kalian ga pulang semalaman. Belum ada makan sama sekali. Kalian pikir dengan bersikap kayak gini bisa bikin Lisya cepet sadar, hah?! Gue tau, kalian sama-sama khawatir. Tapi disini kita juga khawatir. Setidaknya, jangan siksa diri kalian kayak gini. Sana pulang! Kali ini gue ngusir!" Ucap Rena tegas, tersirat sedikit nada kekesalan disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemaker [Completed]
Teen FictionCantik? Banget! Pintar? Pasti! Badgirl? Tentu saja! Kalimat itu cocok untuk mendeskripsikan sosok gadis bernama Auristella Allisya Lesham. Gadis ceria namun urakan yang selalu membuat masalah disekolanya. Ruang BK ada tempat favoritnya. Keliling la...