25

6.7K 221 0
                                    


Happy reading 🍃
Typo bersebaran!

🍀

Sudah seminggu ini gadis itu terus mengurung diri dikamar. Bahkan pergi ke sekolah pun enggan. Makan pun, jarang. Tampak banyak perubahan pada dirinya. Pipinya tampak lebih tirus. Bibir yang biasanya pink alami itu pun kini tampak lebih pucat. Rambut yang biasanya indah terikat kini kusut. Mata indahnya kini tampak bengkak.

'Tok..tok..'

"Non.. bibi masuk ya?" Gadis itu tidak menanggapi.

'Ceklek'

Gadis itu menoleh pada pintu kamarnya yang terbuka. Tampak Bi Narti yang sedang membawa nampan makanan.

"Non, makan dulu ya? Bibi udah masakin sup ayam buat non Lisya." Ujar Bi Narti mendekati Allisya yang duduk termenung diatas tempat tidur.

"Nggak, bibi aja." Bibir pucat itu terbuka pelan.

"Tapi non, ini udah sore. Dari tadi malem non gak mau makan. Makan ya? Biar bibi suapin." Bujuk Bi Narti.

Gadis itu menggeleng lagi. "Kenyang." Jawabnya singkat.

Bi Narti menghela napas. Kemudian dia memutuskan untuk keluar saja. Percuma juga jika dipaksa. Bi Narti tahu betul, Allisya itu sangat keras kepala. Sangat sulit untuk membujuknya.

"Gak mau makan lagi, Bi?" Tanya Azriel ketika Bi Narti baru saja keluar kamar Allisya.

"Iya den, padahal udah bibi bujuk tadi." Jawab Bi Narti.

Azriel menghela napas. "Yaudah kalo gitu sini nampannya, biar Azriel yang bujuk." Bi Narti menyerahkan nampan itu pada Azriel. Setelah itu, dia pamit untuk kembali ke dapur.

"Dek, makan dulu ya?" Azriel masuk kedalam kamar dan berjalan mendekati Allisya.

"Gak laper bang." Jawabnya pelan. Kepalanya dia tenggelamkan dibalik kedua lututnya yang ditekuk.

"Nggak laper apanya? Dari tadi malem lo belum makan. Terakhir lo makan pun itu kemarin sore. Makan ya?" Azriel terus membujuk.

"Lo aja." Gadis itu menggeleng.

Azriel menghela napas berat. Laki-laki itu tampak lelah. Seharian ini dia terus berkutat dengan laptop dan berkas-berkas yang membuatnya pusing.

Memang, setelah kepergian Edward, Azriel lah yang menggantikan posisinya di perusahaannya. Dia harus pandai-pandai mengatur waktunya antara kuliah dan kantor. Untung saja, sejak kecil Azriel sudah diajari untuk berbisnis. Jadi ini tidak  sulit baginya.

Sedangkan untuk perusahaan milik Anisa, Rena yang mengurusnya untuk sementara sampai Allisya lulus kuliah nanti. Gadis itu memang masih terbilang sangat muda untuk mengurus perusahaan itu, namun kejujuran dan kecerdasannya yang membuat Anisa selalu percaya pada Rena. Namun Azriel juga masih akan tetap meninjaunya. Tidak bisa di anggap remeh, ternyata kemampuan laki-laki itu untuk berbisnis luar biasa. Bukan hanya berbekal dari kuliahnya yang mengambil jurusan ekonomi dan bisnis, laki-laki itu memang sudah terlahir dari keluarga pebisnis. Jadi wajar saja.

"Sampe kapan lo mau gini terus? Lo ngurung diri dikamar, gak mau makan, itu sama aja lo nyiksa diri lo sendiri tau gak?"

"Ga tau."

Lagi-lagi laki-laki itu menghela napas lelah. "Dek, lo tau kan sekarang gue selalu pulang malem dan lebih sibuk dari biasanya? Nanti kalo lo sakit gimana? Gue cuma takut gak bisa ngurusin lo. Walaupun disini ada Bi Narti tapi tetep aja gue khawatir."

Allisya diam tidak menggubris perkataan Azriel. Mulutnya malas untuk berbicara. Dan dia hanya akan berbicara jika itu penting.

"Terserah lo deh. Gue keluar, makanannya tetep gue taruh sini. Tapi inget, lo harus makan. Gue gak mau tau pokoknya pas gue masuk lagi kesini nih makanan harus abis. Gak ada acara buang-buang makanan ya? Inget itu!" Peringat Azriel lalu pergi keluar kamar.

Troublemaker [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang