44

5.2K 174 1
                                    


Cinta memang tak selalu memiliki.

Ya, itu benar.

Karena, cinta bukan hanya perihal rasa dan memiliki saja. Banyak makna dibalik satu kata itu. Mungkin, definisi cinta menurut laki-laki itu adalah Mengikhlaskan dan melindungi.

Mengikhlaskan jika orang yang ia sayangi lebih bahagia bersama orang lain.
Melindungi seseorang itu jika sedang dalam kesulitan ataupun kehancuran.

Cukup. Bila jalan mengikhlaskan itu adalah pilihannya, maka akan ia pasrahkan saja. Lagipula, semuanya sudah diatur oleh yang diatas bukan? Pasti akan ada pengganti.

Dan, ia pun tidak mau kembali merebut kebahagiaan orang lain. Sudah cukup dulu iblis menguasai dirinya. Sekarang tidak lagi. Ia yang sekarang sudah berubah. Mengingat yang dulu saja, ia merasa dirinya terlalu jahat karena telah merebut sesuatu yang menjadi kebahagiaan dari seseorang itu.

Dan sekarang pun ia ingin merebut kembali kebahagiaan dari orang yang sama? Tidak! Tidak akan ia lakukan itu!

Itulah sebabnya, mengapa ia memilih jalan untuk mengikhlaskan. Ya, mungkin itu lebih baik. Meskipun harus berpura-pura pada kenyataan. Meski harus menggali lubang yang sangat dalam untuk mengubur perasaan itu ke bagian dasar, lalu menimbunnya.

Well, karena ia tidak mau jadi pemeran antagonis lagi. Muak. Ia ingin bertukar peran, menjadi protagonis. Lelah dengan kehidupan antagonis yang menurutnya sangat  mengekangnya.

"It's better to do if I really love her."

***

Dua Minggu berlalu setelah permintaan maaf itu. Semuanya tampak baik-baik saja setelah itu. Kembali berjalan seperti hari-hari biasanya.

Tapi tidak dengan hari ini. Ralat, beberapa hari terakhir maksudnya. Yaa, beberapa hari terakhir ini terasa berbeda.

Seperti, dekat namun berjarak.

'Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak dapat dihubungi.'

"Huhh!"

Allisya melempar ponselnya diatas tempat tidur, kemudian ikut menghempaskan tubuhnya. Berkali-kali ia mendial nomor tersebut, berkali-kali pula sang operator yang menjawab. Huh! Ia sampai bosan mendengar suara sang operator tersebut.

Akhirnya ia menyerah. Malas jika harus kembali mendengar suara si operator. Lagian, kasihan juga operatornya jika harus terus menjawab seperti itu. Pasti melelahkan. Bukan itu yang ia inginkan!

Well, rasanya sedikit aneh. Seperti— ia sedang dikembalikan pada suatu waktu. Dimana pada saat itu, Devan yang menghilang seharian tanpa kabar, yang ternyata sedang — ah, tidak perlu dilanjutkan lagi.

Lalu bagaimana dengan tiga hari terakhir ini? Kenapa laki-laki itu sangat sulit untuk dihubungi? Bahkan bertemu pun jarang. Apa jangan-jangan—

Tidak! Allisya tidak ingin berspekulasi yang tidak-tidak. Terlalu takut, spekulasinya berubah menjadi nyata.

"Bodoamatlah!" Ucapnya yang akhirnya menyerah.

Lebih baik, sekarang ia tidur saja. Menunggu hari esok, meskipun sekarang masih terlalu sore untuk tidur baginya. Pukul 8 malam. Daripada otaknya tidak bisa dikontrol untuk tidak berspekulasi tentang itu.

***

"Woi! Ngelamun mulu lo. Kenapa gak ikut Dira sama Tamara ke kantin?"

Troublemaker [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang