Tamara dan Nadira saling pandang, dengan pikiran yang sama. Mereka bingung, kenapa Allisya tiba-tiba jadi pendiam begini, bahkan sejak dikelas tadi pagi. Gadis itu lebih sering melamun, seperti memikirkan sesuatu. Siomay nya yang tadi dia pesan saja, dianggurkannya. Allisya hanya mengaduk siomay tersebut, tanpa memakannya."Lo kenapa sih? Kita perhatiin dari tadi lo melamun terus."
Nadira menghela napas, menyadari pertanyaannya yang tidak dijawab oleh Allisya. Gadis itu pasti sedang melamun lagi.
"HALO MBA!!"
Suara cempreng itu berasal dari Melissa, dan jangan lupakan Arnold yang berjalan dibelakangnya. Laki-laki itu kadang merasa malu, karena mempunyai kembaran bermulut cempreng seperti Melissa.
Namun, karena suara cempreng Melissa itulah Allisya tersadar dari lamunannya, kemudian menatap Melissa jengah. Ck! Gadis itu! Kapan sih dia bisa berhenti untuk berbicara dengan suara cemprengnya itu?
"Kok lemes gitu mbak, sakit?" Tanya Melissa setelah dia duduk, begitu juga dengan Arnold yang ikut duduk disebelahnya.
"Gapapa."
Itu bohong. Nyatanya, saat ini dirinya sedang tidak baik-baik saja. Terutama hatinya. Entahlah, ada sesuatu yang sesak yang sejak kemarin menjalari dadanya.
"Beneran?" Gadis itu mengangguk.
"Bohong tuh, dari tadi pagi aja melamun terus. Ga mungkin gapapa." Tamara menyeletuk.
"Loh, memangnya lo kenapa Sya?" Tiba-tiba saja, Devan datang dan duduk disebelahnya. Dia datang bersama Refal dan Farrel.
Allisya memutar bola matanya malas. Entah kenapa, menatap wajah Devan saat ini membuatnya kesal. Dan tentu saja, itu masih ada hubungannya dengan foto yang dia lihat tadi malam.
"Gapapa."
"Marah sama gue?"
"Ga."
"Terus?"
"Gapapa."
Mereka semua mengernyit heran. Apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu? Pertanyaan dari Devan saja hanya dijawab singkat dan ketus oleh Allisya.
"Gue mau nanya!" Ucap Allisya kemudian, setelah terdiam cukup lama. Tidak lupa matanya yang menatap Devan tajam.
"A-apa?" Devan sendiri tidak mengerti, kenapa tiba-tiba dia jadi merasa takut dengan pertanyaan yang akan dilontarkan gadis itu.
"Lo kemaren seharian kemana aja? Kenapa sama sekali ga bisa dihubungi? Lo ga berpikirkan buat sengaja matiin handphone lo supaya gue ga bisa ganggu lo yang lagi jalan berdua sama cewe lain?"
Deg!
Dari mana Allisya bisa tahu itu?
Astaga.
Bagaimana ini? Apa yang harus Devan jawab? Dan lihatlah Allisya yang sedang menatapnya penuh selidik. Devan benar-benar merasa seperti terintimidasi sekarang!
"Lo ngomong apaan sih, Sya? Jalan sama cewe lain? Ya ga mungkin lah. Ngapain juga gue pergi sama cewe lain." Laki-laki itu mencoba untuk terkekeh, demi menutupi kegugupannya.
Allisya masih menatapnya dengan tatapan tak percaya nya. "Jangan bohong lo. Terus kenapa kemaren seharian nomor lo ga bisa dihubungi?"
Astaga. Apa yang harus Devan jawab sekarang? Laki-laki itu menatap Farrel penuh harap. Berharap sahabatnya itu bisa membantunya.
Farrel yang ditatap seperti itu akhirnya buka suara, meskipun sedikit ragu apakah Allisya akan mempercayai ucapannya. Farrel dan Refal sendiri sudah tau mengenai masalah semalam. Devan sendiri yang menceritakannya pada mereka. Begitu juga dengan Melissa dan Arnold.
"Ehm, jadi gini Sya. Devan itu kemaren seharian ada dirumah gue. Ga cuma Devan sih, juga ada Arnold sama Refal. Iya kan?" Farrel melirik Arnold dan Refal yang mengangguk saja.
"Ngapain?" Tanya Allisya.
"Yaa, kita main PS. Yah lo tau sendiri kalo cowok udah kayak gitu kaga bakal inget waktu. Nah, masalah Devan yang bisa lo hubungi kemaren itu, karena dia lupa bawa hp nya ke rumah gue. Padahal gue udah suruh dia buat ambil aja, tapi dia bilang males buat balik ke rumah lagi. Kebetulan juga waktu itu hp nya low bat."
Oh ya ampun. Devan rasa, dia harus berterimakasih pada Farrel setelah ini. Setidaknya, dia tidak harus menjawab pertanyaan itu yang baginya sulit untuk dia jawab.
"Beneran? Ga bohong kan?" Allisya menatap satu-satu mereka para cowok, dan mereka mengangguk.
Allisya menghela napas. Bagaimana ini? Farrel sudah menjelaskan semuanya. Tapi kenapa hatinya masih sulit untuk percaya. Dia hanya bisa berharap, semoga Farrel mengatakan yang sebenarnya. Semoga saja mereka terutama Devan, tidak menyembunyikan sesuatu darinya.
**
"Abang..."
Azriel berdecak. Dia sudah bosan mendengar rengekan Allisya sedari tadi. Gadis itu saat ini tengah berbaring diatas tempat tidurnya, sementara dirinya duduk di karpet kamarnya, sedang menonton salah satu acara televisi.
"Apalagi sih dek?"
"Gapapa."
Tuh kan! Siapa yang tidak kesal coba? Sejak tadi Allisya terus saja merengek kepadanya. Dan setiap ditanyai kenapa, gadis itu selalu menjawab dengan jawaban yang sama, 'Gapapa'.
"Untung gue sabar orangnya."
"Bodo! Eh bang.."
"Apa sih?!"
"Lo pernah ga bohong ke cewek lo?"
Azriel mengerutkan keningnya. Kenapa Allisya tiba-tiba bertanya seperti itu?
"Bohong gimana? Pacar aja ga punya." Jawab laki-laki itu cuek.
"Yaelah, bayangin aja sih kalo misalnya lo punya pacar. Terus lo itu pernah jalan sama cewek lain tanpa sepengetahuan cewek lo itu. Dan tiba-tiba cewek lo tanyain sesuatu ke lo karena mulai ngerasa curiga sama lo. Nah, pertanyaan gue nih ya, lo bakal jawab jujur atau bohong?"
Ya ampun. Azriel semakin tidak mengerti saja dengan pertanyaan Allisya itu.
"Kalo gue sih, bohong aja kali ya, hehe. Eh emangnya kenapa? Wah, gue tau nih. Devan selingkuhin lo?" Mata Azriel memicing, namun setengah meledek.
"Dih, amit-amit!" Allisya langsung melempar laki-laki itu dengan bantal.
Ck! Bukan apa-apa, dia hanya merasa takut dengan ucapan Azriel itu.
"Lagian lo, nanya nya kek gitu."
"Bodo ah! Gue mau pergi aja!" Kesal Allisya, kemudian segera pergi dari kamar Azriel.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemaker [Completed]
Подростковая литератураCantik? Banget! Pintar? Pasti! Badgirl? Tentu saja! Kalimat itu cocok untuk mendeskripsikan sosok gadis bernama Auristella Allisya Lesham. Gadis ceria namun urakan yang selalu membuat masalah disekolanya. Ruang BK ada tempat favoritnya. Keliling la...