57

5.9K 202 9
                                    

Setelah aku pikir-pikir, ga jadi deh up malem. Sebisanya aja deh, hehe😅

**

*Skip/

Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh seluruh siswa kelas XII sekolah ini, sekaligus menjadi hari yang mendebarkan.

Banyak yang merasa cemas, bahkan sampai menggigit jari menjelang pengumuman itu.

Namun, kecemasan itu segera terbayarkan dengan diumumkannya bahwa seluruh dari mereka lulus. Semuanya bersorak gembira. Yang lulus dengan nilai memuaskan, tentunya lebih senang. Dan yang lulus dengan nilai pas-pasan, mungkin tersirat sedikit kesedihan. Tetapi mereka tetap bersyukur.

Tidak ada aksi coret-coret seragam ataupun berkonvoi dijalanan setelah itu. Itu karena pihak sekolah sudah mewanti-wanti agar seluruh siswanya tidak melakukan itu.

"Gila gila! Ga kerasa, udah lulus aja kita. Ih, gue bakal kangen baksonya Bude Nini nih." Tamara menampilkan wajah sedihnya, walaupun tak bisa dipungkiri bahwa ia juga senang bisa lulus dengan nilai yang cukup memuaskan.

Allisya menyenggol lengannya, "Dih, lo mah kangennya yang begituan. Gue malah bakalan kangen buat ngerjain Bu Marni lagi. Terus diteriaki sama DinaSaurus. Abis itu di hukum panas-panas tengah lapangan. Beuh, ga bakal lupa gue mah."

Tiba-tiba seseorang menampol wajahnya, membuatnya meringis kecil.

"Tobat, Sya. Tobat. Gue saranin lo minta maaf gih sama Bu Marni. Bu Dina juga tuh. Dosa lo banyak tau sama mereka. Entar kalo udah ga disini lagi, kapan lagi coba lo mau minta maaf sama mereka."

Allisya hanya mengangguk kecil, menanggapi ucapan Nadira dengan sedikit malas.

"Kapan-kapan deh."

"Ehh, gue lupa satu lagi." Lanjutnya dengan senyum mengembang.

"Gue pasti bakal kangen bully orang lagi." Wajahnya mendadak suram.

"Sya! Gue ga suka ya lo kayak gitu!"

Allisya nyengir ketika ditatap seperti itu oleh Devan. Tatapan tajamnya seolah ingin menguliti nya hidup-hidup. Allisya tertawa.

"Bercanda, nying. Serius banget, lo."

Devan menyentil bibirnya, "Bibir lo minta gue tampol ngomong kasar gitu?"

Lagi-lagi Allisya cuma nyengir. Sayangnya, dia yang lagi nyengir malah membuat Devan merasa gemas dengannya, lalu dengan tidak sabar langsung mencubit kedua pipinya.

"Sakit anj--- ih nyebelin!"

Allisya merengut kesal. Umpatannya tertahan diujung lidah karena Devan keburu menatapnya tajam.

"Ya ampun, bisa ga sih kalian berhenti nunjukin ke-uwu-an kalian ke kita?" Ujar Farrel yang mulai jengah. Devan hanya menatapnya sekilas.

"Kita cuma ngontrak, Rel." Tambah Refal.

Allisya memutar bola matanya malas, "Terserah woi. Apa kata lo pada."

***

Mobil berwarna putih itu melaju dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan yang cukup ramai tersebut.

Bibirnya bergerak mengikuti alunan musik yang sedang diputarnya. Jari tangannya sesekali mengetuk pada stir mobil.

Ketika didepannya terlihat sebuah perempatan, gadis itu ingin mengurangi laju mobilnya. Karena akan sangat berbahaya melaju cepat melewati perempatan, yang bahkan bisa saja ada kendaraan yang sedang melintas.

Namun, ia dibuat terkejut. Wajahnya berubah pucat. Dengan gerakan tergesa ia berusaha menginjak rem mobilnya.

Astaga. Apa yang terjadi? Kenapa rem mobilnya mendadak tidak berfungsi?

Wajahnya semakin memucat ketika melihat sebuah mobil akan melewati perempatan, tak jauh darinya. Ia berkali-kali menginjak pedal rem, tetapi nihil. Laju mobilnya tidak dapat dikendalikan. Bahkan ia pun semakin kehilangan kendali.

Hingga akhirnya...

BRAKK!!

Terdengar sebuah dentuman yang sangat keras. Keadaan langsung ramai ketika orang-orang mulai mengerubungi sumber suara tersebut.

Mereka tampak heboh, ketika melihat sebuah mobil yang sudah hancur di bagian depannya, karena menabrak sebuah pohon. Didalamnya, terdapat seorang gadis yang sudah tak sadarkan diri.

Gadis itu, telah kehilangan kendali saat mencoba untuk mengendalikan mobilnya yang sama sekali tak bisa dihentikan, hingga akhirnya berakhir dengan menabrak sebuah pohon besar dipinggir jalan, sebelum dia melintas di perempatan tersebut.

***

Devan merebahkan tubuhnya. Ia baru saja sampai, dan merasa sedikit lelah. Namun raut senangnya tidak dapat disembunyikan. Baru saja memejamkan mata, seseorang meneriakinya.

"DEVAN! JANGAN LUPA GANTI BAJU, TERUS KEBAWAH!!"

"IYA MAA!"

Setelah menjawab teriakan sang Mama, dengan sedikit malas Devan beranjak menuju lemarinya. Mengambil pakaian ganti, kemudian masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti baju.

Setelah keluar dari kamar mandi, Devan berniat untuk keluar kamar dengan pakaian yang sudah berganti dengan pakaian kasualnya. Namun, ketika hendak meraih handle pintu, ponselnya yang berada diatas tempat tidur berdering.

Devan memutar langkahnya, menuju ranjang untuk mengambil ponselnya. Ia mengernyit melihat nama yang tertera di layar.

Ada apa? Kenapa tiba-tiba menelepon?

"Kenapa bang?"

"...."

Deg!

A-apa? Lelucon macam apa yang baru dengarnya barusan? Hahaha.

Devan tertawa hambar, kepalanya menggeleng kuat. Namun setelah itu, dirinya kembali sadar. Rasa khawatir dan takut menguasainya.

Dengan gerakan cepat, Devan mengambil jaket dan kunci mobilnya. Berjalan cepat menuruni tangga. Bahkan tidak menghiraukan panggilan Mamanya ketika ia melewati ruang keluarga.

Tidak. Tidak ada waktu untuknya mengobrol sekarang, bahkan hanya satu menit. Ada sesuatu yang lebih penting sekarang.

Deru mesin mobil yang terdengar dan semakin menjauh, membuat Erina merasa bingung. Ada apa sebenarnya sampai-sampai putranya pergi dengan tergesa bahkan tak mengindahkan panggilan nya?

Sementara itu, Devan mengendarai mobil dengan pikiran yang kalut. Berkali-kali ia menerobos lampu merah. Namun, apa pedulinya? Persetan dengan polisi yang akan mengejarnya karena telah melanggar tata tertib lalu lintas. Bahkan umpatan orang-orang yang dilayangkan padanya tidak ia hiraukan.

Yang ia pikirkan saat ini adalah, bagaimana kondisi gadisnya sekarang.

***

Troublemaker [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang