35

5.2K 172 0
                                    


Refal berjalan menyusuri koridor yang ramai, karena saat ini sedang jam istirahat. Ketika sampai dilantai 3, laki-laki itu mempercepat langkahnya menuju kelas yang berada diujung. Dirinya harus cepat, menemui gadis itu. Refal butuh jawabannya sekarang.

Ketika sampai didepan kelas itu, suasana tampak sepi. Wajar saja, karena pasti semua murid yang ada dikelas itu sedang berada di kantin ataupun perpustakaan dan taman.

Tapi tidak.

Masih ada 2 orang lagi disana.

Refal mengepalkan tangannya, menatap pemandangan yang tak mengenakkan menurutnya. Rahangnya mengeras, dan baru kali ini, laki-laki itu tampak marah.

Lalu dengan perasaan yang campur aduk, Refal memutar langkahnya, dan memilih untuk kembali ke kelasnya.

Tidak mungkin bukan, dia mengganggu Nadira yang tengah asik tertawa dengan teman laki-lakinya? Meskipun Refal yakin itu hanyalah teman sekelasnya. Tapi siapa yang tahu? Mungkin mereka sama-sama memiliki rasa. Bahkan sampai saat ini, belum ada jawaban apapun dari gadis itu. Dan itu berhasil membuat Refal semakin yakin, bahwa dirinya telah di tolak.

***

Kringg...

Bel masuk berbunyi, bertepatan dengan Refal yang baru saja memasuki kelasnya. Kedua temannya sudah ada disana.

"Lo kenapa? Ada masalah?" Tanya Devan, yang langsung menyadari ada yang tidak beres dengan Refal, terlihat dari raut yang ditunjukkan oleh laki-laki itu.

"Eh, fal! Jawab dong." Ucap Farrel, karena Refal yang tak kunjung menjawab.

"Gapapa."

"Elah, kayak cewek aja lo. Ditanyain ada apa jawabnya gapapa." Cibir Farrel.

"Rel, diem!" Ucap Devan menatap Farrel tajam.

Devan tahu betul, jika Refal seperti ini pasti sedang ada masalah. Karena laki-laki itu sangat jarang sekali terlihat marah seperti ini. Dan Refal jika sudah marah, hancurlah semuanya. Itulah sebabnya Devan dan Farrel tidak pernah berani membuat laki-laki itu marah.

"Lo tadi abis darimana? Kenapa balik ke kelas langsung kek gini?"

Refal tetap tak menyahut. Laki-laki itu sibuk meredam emosinya.

Farrel menghela nafas, "Lo kalo ada masalah, cerita sama kita. Jangan di Pendem sendiri."

Devan menepuk pundak Refal, "Ke rooftop sana. Gue tau lo butuh buat nenangin diri. Tenang aja, Bu Della ga masuk kok."

Refal hanya menatap kedua temannya dan tersenyum tipis. "Thanks." Kemudian laki-laki itupun segera pergi keluar kelas.

"Kenapa sih tuh anak?" Tanya Farrel heran sambil memandang kepergian Refal.

Devan hanya mengangkat bahunya dan memilih untuk melanjutkan gamenya di bangku paling belakang agar tidak terganggu.

***

Gadis itu menatap sepupu lelakinya dengan kening mengerut.

"Tau. Kenapa? Lo suka?"

"Gue tertarik sama dia."

Gadis itu membelalakkan matanya. Padahal pertanyaannya tadi hanyalah sebuah candaan. Dan dengar apa jawabannya tadi? Itu mengejutkan!

"Lo serius?"

"Iyalah!"

Gadis itu tersenyum licik.

"Lo mau bantuin gue?"

"Apa?" Tanya laki-laki itu heran.

Kemudian gadis itu membisikkan sesuatu pada sepupunya.

"Bagus. Apapun, buat dia." Laki-laki itu ikut tersenyum licik.

***

Kedua gadis itu, tengah sibuk berdebat saat ini. Sementara gadis satunya lagi, hanya menatap mereka jengah.

"Udah, berantemnya?"

Allisya dan Tamara hanya cengengesan ketika Nadira menatapnya datar.

Nadira memutar bola matanya malas, "Heran deh, kenapa sih kalian itu selalu ribut terus?"

"Si curut noh, nyebelin."

"Elahh, kok gue sih? Kan lo yang—"

"Apa?! Mau ribut lagi?"

Lagi-lagi Allisya dan Tamara hanya cengengesan, kemudian menatap Nadira sedikit takut. "Ngga, Ma."

"Ck! Udahlah, jadi ga nih nonton drakor nya?"

"Jadi dong." Lalu dengan semangat Allisya mengambil laptopnya yang berada diatas meja belajarnya.

Kemudian ketiga gadis itupun menjalani aktivitas favorit mereka setiap malam, apalagi kalau bukan menonton drakor. Kebetulan, malam ini Tamara dan Nadira akan menginap di rumah Allisya. Dan sudah dapat dipastikan, ketika gadis ini nantinya pasti akan tidur terlalu larut.

***

Suara alarm yang berbunyi nyaring, membuat ketiga gadis itu terganggu.

"Sya, matiin deh alarm lo."

"Tau ih, gue masih ngantuk tau."

"Iya-iya ih!"

"WOI CIWI-CIWI!! LO PADA KAGA MAU SEKOLAH??!! UDAH JAM 8 INI WOI!!"

Teriakan nyaring Azriel dari luar membuat mata mereka langsung terbuka.

Apa katanya tadi? Jam 8? Habislah mereka! Hari ini jadwal piket ya Bu Marni. Bisa-bisa mereka terkena semburan Omelan oleh Bu Marni nanti.

Tanpa ba bi bu lagi, ketiganya panik dan langsung meloncat dari tempat tidur. Hingga akhirnya, terciptalah keributan karena mereka yang rebutan kamar mandi, mengenai siapa yang harus duluan masuk.

"Gue dulu woi!"

"Eh, apaan?! Gue dulu!"

"Elah, ngalah dikit kenapa sih. Gue!"

"Gue duluan anying!"

"Nggak! Gue dulu!"

___

Dan disinilah mereka. Menatap nanar gerbang sekolah yang telah ditutup. Jika mereka minta di bukakan, pasti pak Imron tidak mau membuka gerbangnya.

"Ah, gila! Ya kali kita baru datang jam segini?" Umpat Tamara, ketika jam kini sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. Dan mereka bertiga baru saja tiba disekolah, sedangkan bel masuk berbunyi pada pukul 07.15 WIB.

"Udah telat banget ini. Bolos aja gimana? Ga usah sekul." Ucap Allisya yang langsung dihadiahi jitakan oleh Nadira.

"Nyet! Biasanya juga lo b aja masuknya walaupun udah jam 10. Lagian nih ya, kita tuh baru kemaren masuk sekolah, masa iya hari ini udah bolos aja." Omel Nadira, sangat menentang usulan Allisya.

"Yaudah, manjat pagar belakang sekolah aja kalo gitu." Allisya pasrah, kemudian berjalan duluan menuju pagar belakang sekolah.

Troublemaker [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang