Chapter 2. Pengejaran

1.1K 42 0
                                    


Sebuah gerobak kuda melaju kencang melintasi rimbunan hutan dan semak belukar. Terus menerjang dengan lincah melewati pepohonan.

Seorang lelaki paruh baya dengan cekatan memegang kendali tiga ekor kuda, mengatur agar gerobak bisa seimbang dan tidak menabrak pohon.

Wajah dari sang lelaki itu biru lebam, dan tampak bercak darah yang sudah agak mengering menghiasi pinggir bibirnya. Terdapat sebuah luka sobek yang bisa dikenali dari perban kain bernoda darah menempel di perut lelaki tersebut. Darah tidak berhenti mengucur perlahan dari balik perban.

Namun dengan kondisi tersebut, matanya masih menampakkan ketegaran dan tekad kuat untuk bisa sampai di tujuan.

Di belakang kemudi, seorang wanita muda tengah hamil tua bersembunyi disela tumpukan peti kayu. Perutnya membuncit, dan kain jarik yang menempel di tubuhnya tak mampu menutupi perut besarnya itu.

Kondisi wanita itu hampir sama dengan sang lelaki di depan kemudi. Pakaian kotor dan berdarah darah, seakan baru saja meloloskan diri dari sebuah peperangan dahsyat. Semakin meyakinkan dengan peti kayu yang tertancap beberapa anak panah. Apalagi salah satu anak panah juga menancap di lengan kiri sang wanita.

Wajah wanita itu pucat. Dia nampak kelelahan dengan semua kejadian yang menimpanya. Pikirannya kacau.

Mata wanita itu berair dan merah. Dia tak henti hentinya menangis ketakutan. Kedua tangannya terus memeluk perutnya yang sudah sangat besar, seakan tidak peduli dengan rasa sakit di lengan yang tertancap anak panah.

Agak jauh terdengar suara langkah derap kuda dan tawa nyaring beberapa orang. Belasan lelaki dan wanita berpakaian kumal menunggang kuda mengejar gerobak tersebut.

Beberapa orang menggunakan busur dari atas kuda mencoba memanah gerobak dari belakang. Sisanya hanya mengejar dan mencoba mengepung dari dua sisi.

Seorang lelaki berpakaian kelabu berusaha memacu kudanya memperpendek jarak antara keduanya.

Hingga tinggal beberapa langkah saja tiba tiba sang penunggang kuda berdiri di atas kuda dan sekejab melompat dan mendarat diatas gerobak.

"Hei pak tua, tak usah kau mencoba melarikan diri! Hari ini sudah pasti menjadi hari kematianmu!" Sambil menyeringai sang lelaki kelabu berdiri diatas tumpukan peti kayu.

Kaget dan melihat salah satu pengejarnya ada di atas tumpukan peti kayu, sang wanita hamil dengan panik mencoba menggapai sebuah balok kayu yang tergeletak di dekatnya.

Beberapa detik saja wanita itu mampu meraih balok kayu, sang lelaki kelabu dengan santai melompat ke depan dan menendang tubuh wanita tersebut.

Sambil menjerit kesakitan, wanita itu tersungkur ke samping. Balok kayu di tangannya terlempar jatuh dari gerobak kuda yang masih terus melaju kencang.

"Kau diam saja disitu! Kau akan kuurus nanti setelah pak tua ini." Sang lelaki kelabu menggertak si wanita hamil.

"Aaaarrghh! Iblis kalian! Mati sajalah kalian ini!" Teriak sang wanita sambil hendak menyerang kembali.

Wanita itu mencoba kembali bangkit, dia hendak menyerang kembali sang lelaki kelabu.

Tangannya hendak mencakar wajah si lelaki kelabu saat tiba tiba saja si lelaki kelabu dengan cepat menghindar. Gerakannya sangat cepat, dia pun dengan tangkas berpindah ke belakang sang wanita hamil.

Sebuah tangan dengan secepat kilat memukul pundak sang wanita hingga terpelanting menabrak tumpukan peti kayu.

Wanita itu cukup beruntung, dia tanpa sadar membalikkan tubuh saat terjatuh ke tumpukan peti. Rasa sayang dan cinta terhadap janin di perutnya masih sangat kuat.

"Wanita bodoh! Mati saja kau!" Sang lelaki kelabu terus saja menyumpahi wanita yang sudah tidak berdaya itu.

Lelaki itu dengan beringas menumpahkan kekesalannya kepada sang wanita hamil. Dia menendangi punggung sang wanita yang terus saja tengkurap menjaga perutnya.

"Mati saja kau dimakan Kala! Dasar wanita jalang!"

Sumpah serapah dan makian terus saja keluar dari mulut sang lelaki berpakaian kelabu, sementara kakinya terus menendangi punggung si wanita.

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang