"Kembali! Pasukan patroli Mataram sudah datang!"
Teriakan itu membuat para penunggang kuda terhenyak. Sang pemimpin pun segera bersiul, mengisyaratkan untuk kabur. Dengan langkah seribu akhirnya mereka mundur, meninggalkan para pasukan Mataram yang kelelahan.
Peti telah dirampas. Saat gerobak melewati Janu dan kawan kawan, aura jahat kembali menyeruak, membuat bulu kuduk merinding. Keempatnya pun urung untuk mengejar. Janu masih kaget merasakan aura yang muncul itu.
"Lapor! Kami pasukan tambahan yang dikirim ke sekitar perbatasan sini untuk patoli. Kami diutus dari Bhumi Mataram untuk membantu tuan Tumenggung!"
Seorang perwira prajurit tiba menghadap sang tumenggung. Para pasukan patroli yang lain juga sampai ke tempat itu.
"Senopati Wana, siapa yang memerintah kalian kemari?"
"Kami dikirim oleh sang Patih Garwapala setelah mendapat informasi dari mata mata kalau penganut ilmu hitam tengah berkumpul di hutan dekat Desa Telang."
"Huft... Terimakasih kalian sudah datang tepat waktu. Kalau terlambat sedikit saja, mungkin kami akan tewas disini. Informasi yang kalian dapat benar, mereka kemari mencari peti yang baru saja kami temukan."
"Tuan Tumenggung, saya ada sedikit informasi!"
Wulung menyeruak ke depan, berusaha menyampaikan sesuatu.
"Begini tuan, saya ingin menyampaikan informasi terkait peti yang baru saja mereka rampas."
"Silahkan tuan pendekar!"
"Saya tidak tahu sejarah peti itu dari mana, namun yang saya tahu, peti itu menyimpan energi dan aura yang sangat jahat dan mengerikan. Hanya kami yang sudah mencapai tingkat penguatan energi yang mampu merasakannya."
"Owh! Lanjutkan!"
"Peti itu memiliki ukiran yang seram dan tulisan yang aneh di sisinya. Ukirannya bergambar kepala butho, dan tulisannya menceritakan tentang hitam dan putih serta karma. Ada sebuah nama yang terukir disana, kemungkinan besar, itu adalah sang pembuat peti. Namanya Dharavan."
"Hitam putih? Dharavan? Hmm, siapa dia?" Gumam sang tumenggung.
Saat itu semua prajurit terdiam. Janu dan kawan kawannya juga diam memikirkan siapa nama orang tersebut.
Beberapa saat kemudian sang tumenggung pun memecah hening tersebut. Dia tidak ingin memikirkan lagi tentang hal itu. Yang pasti, dia ingin segera melapor ke kerajaan tentang penemuan itu. Dia pun lantas menyuruh para pasukan kembali ke desa.
Di desa, keadaan kini sangat kacau. Beberapa warga dan prajurit yang menjaga peti semuanya tewas. Hanya tersisa beberapa wanita yang menangisi kematian keluarganya.
Di dalam rumah kepala desa, telah berkumpul para punggawa kerajaan dan kelompok Janu. Mereka kini tengah membahas rencana ke depan setelah kejadian ini.
"Senopati, apa ada pesan lain yang disampaikan oleh Patih Garwapala?"
"Tidak ada tuan, kami hanya diperintah untuk berpatroli kemari."
"Huff! Baiklah. Kalau begitu, langkah pertama adalah kita pulihkan dulu kondisi desa ini. Lalu bangun kembali rumah rumah warga yang sudah rusak. Sementara itu, pasukan patroli tambahan bertugas untuk berjaga. Dua orang prajurit akan aku utus melaporkan kejadian ini ke Bhumi Mataram."
"Untuk para pendekar sekalian, sekali lagi saya ucapkan terimakasih atas bantuannya menjaga desa ini." Ucap sang tumenggung kemudian, menghadap ke arah Janu dan kawan kawan.
Janu dan yang lainnya pun mengangguk dan tersenyum. Mendengar ucapan terimakasih itu tandanya tugas mereka telah usai. Kini saatnya keempatnya untuk pergi dari sana.
"Tuan tumenggung tidak usah khawatir tentang peti yang dirampas oleh para penganut ajaran hitam. Setelah tugas kami usai, kami akan menanyakan tentang peti itu kepada guru kami."
"Baiklah tuan pendekar. Kami tidak ingin mengganggu perjalanan kalian lagi. Semoga kalian selamat dan berhasil melaksanakan tugas kalian."
Janu dan rekan rekannya mengangguk. Mereka pun berlalu dari ruangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANU : Tahap Awal
FantasyKisah seorang anak manusia yang berusaha bertahan hidup dan menjadi kuat ditengah pertempuran dua kubu. Dengan berlatar belakang jaman kerajaan Mataram hindu, sang anak berusaha menjadi seorang pendekar yang membantu menciptakan kedamaian di kerajaa...