Chapter 65. Rencana Pengutusan

394 24 0
                                    

"Maaf mengganggu para sesepuh sekalian. Aku mengundang kalian kemari karena aku butuh pendapat kalian." Ungkap Ki Sadhana. 

Keempat sesepuh perguruan mulai mendengarkan dengan seksama.

"Begini, sudah seratus tahun lebih sejak para penganut ilmu hitam tidak muncul ke permukaan. Sudah lama mereka tidak bertindak secara brutal dan liar meneror para warga kerajaan Mataram. Seperti yang kita tahu, kejadian besar terakhir adalah penyerangan seekor siluman naga hijau dari Gunung Kawi seratus tahun yang lalu."

"Iya, kejadian itu sudah lama sekali berlalu. Waktu itu aku juga masih cukup muda." Sahut Mpu Kalya.

"Mengaku tua juga kau! Dasar bangkot!" Sindir Ki Ekadanta. Mendengar itu Mpu Kalya tertawa terbahak bahak.

"Nah, kali ini, aku mendengar banyak sekali desas desus yang beredar. Banyak sekali bermunculan kejadian kejadian aneh yang menimpa para warga Mataram. Kemungkinan itu adalah ulah dari para penganut ilmu hitam. Maka dari itu aku berniat untuk mengumpulkan berbagai perguruan ilmu putih di tanah Jawa untuk kembali bersatu melawan mereka. Bagaimana pendapat para sesepuh sekalian?"

"Hmm... Masalah ini sepertinya cukup pelik. Aku, Arwini, siap untuk berperang kembali melawan mereka." Tegas wanita berpakaian merah.

"Bah! Kita masih belum tahu pasti apa tujuan para penganut ilmu hitam kembali berulah disini. Sebaiknya kita selidiki dahulu apa yang sebenarnya terjadi, sambil kau urus perkumpulan para penganut ilmu putih." Sambar Ki Ekadanta.

"Kalau Mpu Sadhana mau, aku dan para murid utama siap untuk menyebarkan undangan perkumpulan kepada perguruan yang lain." Ucap si wanita berpakaian putih.

"Apa tidak sebaiknya kita para sesepuh berjaga disini? Siapa tahu kita bisa sekalian mengawasi gerak gerik para penganut ilmu hitam. Saranku, kita suruh beberapa murid saja untuk mengirim undangan itu. Bagaimana?" Saran Mpu Kalya.

Setelah beberapa kali berdebat, akhirnya mereka memutuskan untuk mengutus para murid utama untuk menyebarkan undangan ke berbagai perguruan di pulau Jawa.

"Aku mendapat kabar kalau di Perguruan Pedang Emas tengah mengadakan pertandingan antar murid dengan usia kurang dari dua puluh tahun. Bagaimana kalau kita mengirim beberapa murid berbakat kesana?" Sahut wanita berpakaian merah.

"Owh, Perguruan Pedang Emas ya! Ide bagus." Ucap Ki Ekadanta.

"Nyi Biriwardhani, apa kau punya saran siapa yang akan kita kirim?" Tanya Mpu Sadhana kepada wanita berpakaian putih.

"Kalau saranku sih Malya. Dia adalah gadis paling berbakat yang kita miliki. Seperti yang kalian tahu, dalam tujuh tahun ini dia sudah berhasil mencapai tahap ke delapan dalam tingkat penguatan tubuh."

"Ada lagi?"

"Hmm... Akhir akhir ini aku mendengar kalau di perguruan kita muncul beberapa anak yang kemampuannya hampir setara dengan Malya. Bagaimana dengan mereka?"

"Oh iya, apa yang kau maksud itu Janu, Rangin, dan Wulung?" Tanya Mpu Kalya.

"Kalau mereka bertiga, aku juga mengetahuinya. Ketiganya juga mampu menyusul Malya mencapai tahap akhir tingkat penguatan tubuh. Aku setuju kalau mereka juga dikirim bersama Malya." Lanjutnya.

"Bah! Jangan sampai gadis itu kau jadikan ketua utusan ke Perguruan Pedang Emas. Dia hanya akan mengacau saja." Tegas Ki Ekadanta.

"Lalu, diantara keempatnya, siapa yang akan menjadi ketua utusan?"

"Saranku sih Janu. Dari yang aku tahu, selama menerima tugas, dia yang menjadi penentu untuk kedua rekannya." Ujar Mpu Kalya.

"Baguslah! Kalau begitu aku putuskan mengirim keempat murid itu ke Perguruan Pedang Emas. Sekalian mereka aku utus untuk menyerahkan undangan perkumpulan kepada ketua perguruan itu." Tegas Mpu Sadhana.

"Nyi Biriwardhani, tolong panggil para murid utama dan keempat murid muda itu untuk menghadap kepadaku."

Nyi Biriwardhani mengangguk pelan, lalu dengan samar samar dia menghilang dibalik udara.

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang