Janu sangat terkejut melihat pemandangan kerangka dan daging busuk binatang mati menggunung di hadapannya. Dia juga penasaran dengan sosok yang berada di tengah lorong gua.
Menghela nafas, Janu menghampiri stalagmit tersebut.
Saat cahaya obor menerangi stalagmit, terpampang jelas apa yang melilit stalagmit tersebut. Sebuah kerangka dari seekor ular raksasa tampak mengerikan melilit stalagmit itu. Kepala sang ular menghadap atas sambil memperlihatkan taringnya, tampak seperti sedang menantang langit. Sebuah tanduk menonjol di ujung tengkorak sang ular.
Dari bentuk kerangkanya, Janu kini menduga kalau itu bukanlah kerangka seekor ular biasa. Dia menduga kalau itu adalah kerangka seekor naga yang mati disana, berdasarkan ukuran dan tanduk yang berada di ujung kepala.
Dibawah, di dekat stalagmit, dua buah kilauan terpantul dari cahaya obor. Janu penasaran, diambilnya dua benda mengkilap tersebut. Dua benda itu seperti sisik tajam berbentuk pipih dengan ujung yang runcing, sisik itu berukuran satu hasta.
Janu yang tidak berani memegang kerangka sang naga, segera memasukkan dua sisik itu ke dalam saku pakaiannya. Setelah itu dia kembali melanjutkan perjalanan melewati lorong penuh tulang.
Hingga sampailah Janu di ujung gua, disana dia akhirnya bertemu dengan kedua rekannya. Saat cahaya obor menerangi ujung gua, terlihat kedua remaja itu tengah duduk diatas sebongkah batu di tepi sebuah mata air kecil. Mata air itu terlihat mendidih mengeluarkan gelembung.
"Rupanya kalian ada disini! Darimana kalian jatuh?"
Sambil menunjuk ke suatu sudut atas gua, Rangin memperlihatkan sebuah lubang.
"Untung saja kita terpisah tidak jauh." Ujar Janu mendekat.
"Kalian pasti tidak percaya, tadi waktu berjalan kemari aku sempat menemukan sebuah kerangka naga dari arah sana!" Ungkap Janu jujur.
"Benarkah?!" Cuit Rangin dan Wulung bersamaan. Wajah keduanya mengernyit, sedikit cemas.
"Iya, untung saja cuma kerangka. Kalau itu benar benar naga hidup, sudah mati kita dari tadi." Jelas Janu.
"Eh, mata air apa ini? Kok mendidih begitu?" Tanya Janu kemudian.
"Entah? Coba kau masukkan kakimu ke dalamnya." Ujar Rangin seakan tak peduli.
"Alah bilang saja kalian tidak berani mencoba." Timpal Janu.
Dia pun mulai mencoba menempelkan jari kakinya ke atas permukaan air. Terasa hangat, namun tidak terlalu panas seperti yang mereka bayangkan.
Janu kemudian menancapkan obor di tanah berlumpur. Selanjutnya dia membuka pakaiannya. Setengah bugil, dia mulai masuk ke dalam mata air.
Terasa hangat mendekap tubuh saat Janu mencelupkan tubuhnya ke dalam mata air. Serasa nyaman, dia merasakan pori pori di kulitnya terbuka. Sebuah energi aneh tiba tiba merasuk melalui kulit. Perasaan itu berbeda dengan saat dia menggenggam batu bakat. Energi yang merasuk kali ini terasa seperti memurnikan seisi tubuh.
Janu mulai menenangkan pikiran, dia mencoba untuk bermeditasi di dalam mata air.
Kedamaian yang amat tenang menyelimuti pikiran dan hatinya saat dia mencoba bermeditasi. Rasa nyaman dan pikiran jernih muncul, menyerap semua energi yang berasal dari alam. Seluruh bagian tubuh seolah bersorak gembira mendapati energi yang terserap dengan cepat.
Dia pun sekejap membuka mata.
"Rangin, Wulung, coba masuk kemari. Rasakan mata air ini sambil bermeditasi."
Mereka berdua yang dari tadi melihat kearah Janu pun mengikutinya. Keduanya segera membuka sebagian pakaian, lalu masuk ke dalam mata air. Di dalam sana, ketiganya bermeditasi.
Cukup lama mereka di dalam mata air, Rangin dan Wulung membuka mata hampir bersamaan. Keduanya tiba tiba keluar dari mata air, kemudian mengambil sudut masing masing, dan melanjutkan meditasinya disana.
Kedua anak itu keluar dari mata air karena mereka merasa kekuatannya sudah mencapai puncak tahap ke empat. Apabila seseorang berhasil mencapai tahap kelima, seorang tersebut pasti akan mengeluarkan semua racun tubuh melewati pori pori kulit. Oleh karena keduanya tidak ingin mengotori mata air dengan racun di tubuh mereka, keduanya memilih keluar dari mata air.
Tidak lama kemudian keduanya kembali membuka mata, mereka berhasil mencapai tahap kelima. Dari tubuh mereka keluar keringat hitam kecokelatan yang pekat dan berbau amis.
Beberapa saat kemudian, Janu pun ikut keluar dari mata air. Dia juga hampir mencapai tahap kelima.
Luar biasa efek dari mata air misterius itu. Bermeditasi di dalamnya bisa meningkatkan energi dan kekuatan pada tubuh, sehingga tahapan yang dilalui akan menjadi sangat cepat. Kemampuan seluruh organ tubuh pun meningkat. Mata menjadi semakin awas, walau berada di tempat yang remang remang, mereka kini semakin bisa melihat sekeliling dengan jelas.
Beberapa saat Janu bermeditasi di sudut gua, dia pun ikut menyusul rekan rekannya mencapai tahap ke lima, tahap aliran darah.

KAMU SEDANG MEMBACA
JANU : Tahap Awal
FantasyKisah seorang anak manusia yang berusaha bertahan hidup dan menjadi kuat ditengah pertempuran dua kubu. Dengan berlatar belakang jaman kerajaan Mataram hindu, sang anak berusaha menjadi seorang pendekar yang membantu menciptakan kedamaian di kerajaa...