"Baiklah! Tanpa minta persetujuan kalian, aku mulai tantangan ini! Sekarang, semuanya ambil kain ini masing masing satu!"
Sambil mengeluarkan bermacam macam kain warna warni, Mpu Kalya menyebarkannya ke segala penjuru. Anak anak terhenyak, mereka pun dengan masih canggung segera berlarian menangkap sebuah kain.
Sementara itu para murid Perguruan Pinus Angin sibuk menancapkan bendera di tanah. Bendera bendera itu ditancapkan membentuk lingkaran lingkaran menyerupai arena.
"Bagus, bagus... Sekarang bagi siapapun yang warna atau corak kain yang didapat sama dengan bendera yang menancap di tanah, segera pergi ke arena masing masing." Tegas Mpu Kalya.
"Suli! Selanjutnya kau yang urus pertandingan mereka."
"Baik guru!" Suli memberi hormat.
"Kalian semua! Segera masuk ke arena masing masing!" Teriak Suli.
Semua anak masuk ke arena masing masing. Janu mendapat kain berwarna hitam, dia masuk ke arena yang berbendera hitam.
Dihadapannya, seorang anak gadis terlihat canggung menatap dengan wajah malu. Janu yang ditatap menjadi sedikit salah tingkah.
"Aku Janu, salam kenal." Janu memperkenalkan diri, mencoba memecah suasana canggung.
"Eh... Aku Barudya, salam kenal juga. Tolong bertarungnya jangan keras keras, tanganku masih sakit." Sambil menggenggam lengan kirinya, gadis itu berkata pelan. Janu tersenyum, tidak ada kata lagi yang keluar dari mulutnya.
Pertarungan pecah saat Suli mengumumkan aba aba mulai.
Melesat ke depan, Janu mulai menyerang Barudya. Gadis itu dengan gugup mencoba bertahan. Sesekali dia menyerang, namun sia sia. Janu yang lincah dengan mudah menghindarinya. Mudah saja bagi Janu melawan gadis tersebut, apalagi ditambah kondisi si gadis kecil yang masih terluka.
Selangkah demi selangkah gadis itu mundur ke belakang, mendekati pinggiran arena. Lalu, dengan sekali dorongan tangan kanan, serangan itu mengenai pundak si gadis. Gadis itu pun oleng, dia pun jatuh ke belakang. Saat terjatuh, gadis itu hanya menjerit pelan, lalu dia mencoba bangkit lagi, baru sadar kalau dia sudah keluar dari batas arena. Gadis itu pun dengan muka memerah mundur meninggalkan arena.
Pertandingan pertama dimenangkan dengan mudah oleh Janu. Barudya si gadis kecil tidak mampu mengimbangi kelincahan Janu. Walau begitu, dia tidak mendapat luka yang berarti. Janu hanya menyerang pelan sambil menghindari titik titik fatal.
Disisi lain, Wulung juga sedang bertarung. Lawannya adalah seorang lelaki bertubuh gempal dengan wajah sedikit gahar. Dia adalah salah satu anak yang lolos ujian keempat di babak awal. Sudah terlihat bahwa lawannya itu cukup kuat.
Tanpa suara keduanya saling menatap. Sesaat Suli berteriak mulai, anak itu masih menatap Wulung dengan tatapan sinis. Seolah mencemooh tubuh Wulung yang kecil, dia membuang ludah ke tanah. Wulung dengan tenang memperkuat kuda kuda sambil maju perlahan.
Beberapa hasta jarak antara mereka, anak itu lantas maju ke depan dengan pongah. Seakan menantang, dia berjalan dengan sombong. Anak itu meremehkan Wulung karena dia menganggap dirinya cukup kuat. Apalagi dilihatnya lawannya bertubuh kecil dan kurus, seakan bisa menjadi mangsa yang empuk.
Jarak diantara keduanya menjadi semakin dekat, lalu anak itu melompat ke depan sambil melayangkan pukulan. Wulung yang sudah siap siaga segera enghindar ke samping. Dengan satu gerakan kaki, dia mencoba menjegal kaki anak itu. Serangan balasannya mampu dihindari, anak itu melompat kembali. Sambil melompat, dia mengarahkan sikunya ke kepala Wulung.
Serangan dari si anak bertubuh gempal membuat Wulung sedikit gugup. Dia mencoba menghindar lagi sambil berguling ke samping.
Kesempatan bagi sang lawan. Saat Wulung berguling, anak itu mengambil kesempatan menyerang. Seperti macan yang hendak menerkam mangsa, dia melompat ke arah Wulung. Belum lagi Wulung bangkit, si anak gempal sudah berada di atasnya. Didudukinya perut Wulung, lalu dilayangkan pukulan mengarah tepat ke pipi kiri.Wulung yang tengah panik terlambat menerima pukulan itu. Pipinya yang menjadi sasaran pukulan pun lebam seketika. Rasa sakit yang amat sangat membuatnya sedikit pusing.
Disaat bersamaan, anak itu hendak menyerang lagi. Diangkatnya tangan kanan, bersiap untuk memukul lagi. Walau sedikit panik dan pusing, Wulung masih melihat gerakannya. Tidak ingin terluka kedua kalinya, dia mencoba berontak. Dengan cepat diangkat satu kaki, tempurung kakinya mengenai punggung anak itu. Serangan si anak bertubuh gempal sedikit terganggu, dia terdorong ke depan.
Ada kesempatan, Wulung secepat kilat menampar pipi anak itu. Muncul sedikit celah untuk bisa bergerak. Saat anak itu sedikit oleng, Wulung mengangkat tubuhnya bangkit dari posisi berbaring.
Si anak yang masih oleng tidak sanggup menahan gerak cepat dari Wulung. Dia pun terdorong ke samping. Saat itulah dipakai Wulung untuk memukul dada lawannya. Keduanya pun akhirnya bangkit kembali, nafas mereka tersengal.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANU : Tahap Awal
FantasíaKisah seorang anak manusia yang berusaha bertahan hidup dan menjadi kuat ditengah pertempuran dua kubu. Dengan berlatar belakang jaman kerajaan Mataram hindu, sang anak berusaha menjadi seorang pendekar yang membantu menciptakan kedamaian di kerajaa...