Siang hari, Janu dan kawan kawannya sedang berada di salah satu taman asoka. Mereka tengah mendengarkan petuah dari Guru Gatri, seorang guru pertapa dari Perguruan Pinus Angin.
Ķali ini mereka datang ke taman asoka karena ada sesuatu yang mereka ingin tahu berkenaan dengan tahap pencerahan. Sekaligus karena acara pemberian petuah dan wejangan sangat jarang dilakukan dan aji mumpung kali ini ada.
"Nah, bakat dan peningkatan kekuatan juga berkenaan dengan hati. Setiap orang memiliki bakat yang berbeda, selain bawaan dari lahir juga tergantung dari keteguhan hati. Bagaimana kecepatan kalian dalam menapaki setiap tingkat kekuatan, dan bagaimana keahlian kalian memanfaatkan energi alam. Semua itu tercermin dari ketetapan hati kalian."
"Hmm, baiklah! Sekarang aku beri waktu kalian untuk bertanya."
Setelah lama Guru Gatri memberi wejangan, kini dia memberi kesempatan bertanya.
Beberapa murid perguruan yang ada disana saling pandang. Setelah mendapat begitu banyak penjelasan, kini mereka semakin paham. Mereka tidak ada yang mau bertanya, kebanyakan sibuk menelan materi yang baru saja diberikan.
Janu kemudian maju ke depan. Sambil memberi salam, dia kemudian bertanya.
"Guru, bagaimana caranya agar kita bisa melewati tahap pencerahan dan sampai di tingkat konsep kebenaran?"
Guru Gatri menatap mata Janu, sementara Janu sedikit menunduk hormat.
"Hmm, apa kau sudah mencapai tahap pencerahan?" Tanyanya kemudian.
"Maaf aku bertanya, karena usiamu aku pikir masih sekitar dua puluhan."
"Sudah guru!" Jawab Janu jujur.
"Bagus, kau punya ketetapan hati yang kuat. Sekarang akan aku beritahu. Untuk para murid yang belum mencapai tahap pencerahan juga aku sarankan untuk mendengar!"
"Kalian semua sudah tahu bahwa di tingkat penguatan energi terbagi ke dalam empat tahap. Tahap pondasi, tahap awal di dalam penyerapan energi alam, bagaimana cara kita membangun pondasi energi di dalam tubuh. Di tahap ini, energi yang diserap masih sangat sedikit, hanya mampu mengalirkan energi ke apa yang kita pegang."
"Lalu ada tahap pilar, tahap dimana energi yang kita serap sudah terbangun sempurna. Di tahap ini, kita sudah bisa menyaring energi apa saja yang akan kita serap dan bagaimana mengembangkan energi itu untuk mengembangkan jurus. Biasanya energi yang diserap tidak jauh dari unsur bakat masing masing."
"Naik lagi, ada tahap ilusi. Di tahap ini, penggunaan energi sudah semakin besar. Kalian tidak hanya mampu mengalirkan energi ke apapun yang kalian pegang, namun bisa pula kalian keluarkan langsung dengan jarak tertentu. Misalnya, jurus pukulan berapi. Api yang sebelumnya hanya bisa membakar tangan, kini bisa dikeluarkan langsung berupa bola bola api sesuai namanya."
"Sampai sini kalian paham?" Tanyanya kemudian.
"Kami mengerti guru!" Semua murid kompak menjawab.
"Nah, tahap pencerahan itu sendiri adalah sebuah proses peralihan. Peralihan dari penggunaan energi yang terbatas pada tubuh menjadi pemanfaatan energi bebas langsung dari alam."
"Disini kalian diharuskan untuk memahami unsur bakat masing masing. Kalian harus mengambil intisari dari unsur bakat kalian tersebut, karena energi yang kalian serap tidak jauh dari itu. Dari sinilah diperlukan hati yang bersih untuk memahami hal itu."
"Kalian akan bisa sampai di tingkat konsep kebenaran apabila kalian mampu mengendalikan setiap unsur yang bebas di alam menjadi sebuah fenomena tertentu. Nama konsep kebenaran sendiri menurutku hanyalah sebuah kiasan saja dalam mengungkapkan keyakinan dan fokus kita terhadap unsur dan fenomena apa yang kita buat."
"Apabila kalian sudah mampu menemukan konsep alam kalian, disitulah kalian bisa menggunakan konsep itu untuk menyerang lawan ataupun bertahan."
"Fenomena yang kalian buat nanti juga tergantung dari daya khayal kalian dalam memahami unsur alam tersebut. Saranku anak muda, kau bersihkan hati, dan amati setiap fenomena di alam luas ini." Tunjuk sang guru kepada Janu.
Selanjutnya Guru Gatri tiba tiba berdiri. Dia berkonsentrasi, tangannya terkepal. Beberapa saat kemudian muncul sebuah aura yang menutupi seluruh taman asoka. Hal itu pun sontak mengagetkan para murid yang belum mencapai tingkat konsep kebenaran.
Aura yang muncul terasa sangat panas, membuat tanah dan setiap tanaman menjadi terbakar. Bukan hanya itu, pepohonan pinus di luar taman pun tiba tiba ikut terbakar. Sementara itu, para murid yang belum mencapai tingkat penguatan energi pada berhamburan keluar taman saking kepanasannya.
Di dalam taman asoka kini hanya ada Guru Gatri dan beberapa murid tersisa. Sang guru masih sambil berdiri, tersenyum menatap Janu yang masih duduk bersila. Janu mengamati fenomena itu, sambil menahan panas, dia berpikir sesuatu.
Beberapa saat kemudian aura itu perlahan menghilang. Panas yang membakar kini sudah reda, suhu udara sudah kembali seperti semula. Disini yang tersisa hanya tanah yang menghitam dan berasap. Rerumputan menghilang, pepohonan hangus terbakar.
"Itu hanya contoh fenomena yang aku buat saat aku mencapai tingkat konsep kebenaran. Api itu panas, tidak terkendali, dan melahap apa saja yang ada, itulah konsepku"
Beberapa saat setelah itu, para murid kembali berkumpul di taman asoka. Mereka selanjutnya dijelaskan tentang tingkat konsep kebenaran dan pembagiannya.
Setelah memahami tentang tahap pencerahan dan apa yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat konsep kebenaran, Janu dan kawan kawannya undur diri dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANU : Tahap Awal
FantasiKisah seorang anak manusia yang berusaha bertahan hidup dan menjadi kuat ditengah pertempuran dua kubu. Dengan berlatar belakang jaman kerajaan Mataram hindu, sang anak berusaha menjadi seorang pendekar yang membantu menciptakan kedamaian di kerajaa...