Chapter 84. Raja Sungai

372 21 0
                                    

"Awal muncul tulah seperti ini. Beberapa minggu yang lalu, kami pulang dari penambangan seperti biasa. Nah saat penambang terakhir menyeberang melintasi sungai besar, dia tewas disana."

"Tewas? Kenapa?"

"Dia tewas dimakan oleh raja sungai. Beberapa hari setelahnya, kejadian serupa pun muncul kembali. Hingga korban mencapai tujuh orang, kami akhirnya tidak berani lagi ke rawa bagian selatan. Tulah itu baru terjadi sekarang ini, padahal dahulu tidak pernah ada."

"Kenapa kalian tidak meminta bantuan ke kademangan atau kadipaten?"

"Kami sudah mminta bantuan. Beberapa prajurit kadipaten bahkan sempat datang kemari. Semuanya gagal, para prajurit itu beberapa ada tewas oleh serangan raja sungai. Yang saya tahu, mereka tidak kembali lagi kemari karena sedang sibuk menangani masalah perampok yang sedang merajalela."

"Hmm... Raja sungai ya. Apakah dia siluman?"

"Setahu saya, wujud dari raja sungai itu adalah seekor buaya putih raksasa yang sangat besar. Saya pernah melihatnya saat bertarung dengan para prajurit, buaya itu besarnya sepanjang tujuh langkah orang dewasa."

"Menarik! Apa buaya itu mengucapkan kata kata? Atau menggumam?"

"Setahu saya tidak tuan. Buaya itu langsung menyerang saat didekati oleh para prajurit."

"Ow begitu rupanya. Kalau begitu, mungkin kami bisa membantu." Ujar Janu yakin.

"Benarkah tuan? Kalau tuan pendekar bisa mengusir raja sungai itu, kami akan siap bekerjasama. Nanti tuan Cati juga akan kami beri tambahan dari hasil kami."

"Baik! Terimakasih kalau begitu."

"Sekarang, yang kami butuhkan adalah beberapa daging dan darah. Hewan ternak apa saja boleh, untuk memancing raja sungai keluar"

"Owh! Akan kami siapkan segera"

Mbah Bawul segera berlari keluar rumah, mempersiapkan apa saja yang diminta oleh Janu. Sementara itu Janu menoleh kearah sahabat sahabatnya.

"Kalian sudah dengar kan apa yang dikatakan oleh Mbah Bawul. Mau tidak mau kita harus turun tangan. " Ujarnya kemudian.

"Kalau dari perkataannya sih, musuh kita ini hanyalah hewan buas biasa. Mungkin dia sedang dalam tahap proses perubahan, mencoba menjadi siluman seutuhnya." Terang Rangin.

"Benar apa kata Rangin! Ukuran buaya yang tidak umum, ditambah mampu melawan banyak prajurit yang biasanya berada di tahap pembentukan tubuh. Mungkin buaya ini sudah berada di tahap akhir tingkat penguatan tubuh." Tambah Janu.

Keempatnya menunggu sampai Mbah Bawul kembali lagi sambil membawa lima ekor ayam kampung yang sudah mati. Di belakangnya, ada lima orang pemuda mengikuti. Mereka melirik ke arah Janu dan kawan kawan, penasaran, siapa yang berani menantang si raja sungai.

Melihat Janu dan kawan kawan yang masih remaja, wajah mereka sedikit tertekuk. Seakan kecewa dan tidak percaya dengan kemampuan keempatnya. Walau begitu mereka tetap diam dan patuh akan arahan dari kepala desa.

Setelah semua persiapan selesai, rombongan segera beranjak menuju ke pinggir sungai. Di dekat sana sudah berkumpul puluhan warga hendak menonton pertarungan keempat pendekar dengan sang raja sungai. Tampknya berita cepat sekali menyebar.

Perangkap dan daging ayam sudah dipasang dan disiapkan di pinggir sungai. Mbah Bawul dan para pemuda desa diminta untuk menjauh. Janu lantas mengucurkan darah ayam perlahan ke dalam sungai, berusaha menarik perhatian si raja sungai.

Tak lama berselang, dari kejauhan muncul sesuatu dari dalam air. Bentuknya seperti kayu, tapi ada ranting ranting menyerupai duri tajam dan bergelombang. Benda itu bergerak perlahan mendekati keempatnya.

Terasa sudah semakin dekat, Janu dan kawan kawan mundur perlahan. 

Mereka terus mengucurkan darah ayam perlahan sampai habis, mencoba memancing sang buaya keluar dari dalam sungai.

Benar saja, sang buaya putih itu terpancing, dia muncul perlahan ke permukaan. Dengan insting hewan buasnya dia melompat seketika sambil membuka mulut lebar lebar, seakan hendak menerkam Janu yang sedang membawa bangkai ayam.

Seluruh gigi dan rahang yang tajam dan besar terlihat. Gigi gigi itu bagai gerigi tajam yang siap mengoyak apa saja, bahkan kayu jati sekalipun. Tubuhnya yang besar dan panjang, disertai duri yang panjang dan tajam di punggungnya, membuatnya pantas dijuluki si raja sungai.

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang