Chapter 45. Tiga Tahun Kemudian

385 28 0
                                    

Seorang remaja tanggung sedang berusaha membakar kayu yang tersusun di bawah tungku. Asap tebal mengepul saat remaja itu berhasil menyalakan api, berusaha keluar mencari celah diantara pintu, jendela, atau atap rumah. Di luar rumah, seorang remaja lain tengah memotong kayu kecil kecil dan menumpuknya di dinding luar rumah.

"Kak Janu, apinya sudah nyala!" Teriak anak di dalam.

"Oh, aku ambil dulu ini berasnya. Kau jaga apinya biar tetap menyala!" Remaja diluar ikut berteriak.

"Baik kak!"

Sementara remaja yang diluar berlari mengumpulkan beras yang dijemur di pinggir rumah, remaja yang didalam duduk menunggu sambil mengamati kayu yang sedang terbakar. Dia tengah membayangkan masa lalunya hingga sekarang.

Kegiatan mereka berlangsung cukup lama. Hingga bubur nasi sudah tanak, seorang remaja lain datang membawa daging ayam yang sudah terpotong.

"Rangin, lama sekali kau!" Protes Janu.

"Mau bagaimana lagi, tugas dari Mpu Tirtamaya cukup lama. Untung aku diberi potongan ayam ini, hehehe..." Jawab Rangin sekenanya.

"Wah enak itu kak. Aku sudah lama tidak makan daging." Ujar Wulung polos.

"Baiklah, daging ini kita masak nanti malam. Lalu besok, kita bersama sama melapor ke pusat kerja perguruan tentang pencapaian kita ke tahap ke empat." Tegas Janu.

"Apa? Hei, Janu! Kau berhasil mencapai tahap ke empat? Kapan? Kenapa tidak bilang? Huft, tahu begitu tadi aku minta daging ayam yang banyak, hahaha..."

"Aku berhasil mencapai tahap ke empat kemarin malam, saat kalian tertidur."

"Selamat kak Janu!"

"Selamat kawan!"

"Sudah, sudah, ayo makan!"

Ketiga remaja tanggung itu tak lain adalah Janu, Wulung, dan Rangin. Mereka selama berada di Perguruan Pinus Angin tinggal bersama. 

Ketika pertama kali tiba di perguruan, ketiganya memilih untuk tinggal bersama dan menemukan sebuah rumah kayu kosong untuk ditinggali. Sementara Malya, gadis itu tinggal bersama ibunya di puncak gunung.

Kini tiga tahun berlalu, ketiga anak ingusan itu kini sudah menjadi remaja tanggung. Hanya Wulung yang masih kelihatan seperti anak kecil, karena usianya yang terpaut dua tahun lebih muda dari Janu.

Dalam tiga tahun itu mereka bertiga sudah mempelajari berbagai teknik dari jurus yang mereka pilih. Selain jurus pedang menghilang, Janu juga mempelajari dua jurus lain, yaitu jurus pukulan pemecah batu, dan jurus hujan pukulan langit.

Sementara Janu baru saja memasuki tahap keempat, tahap pembentukan tubuh, kebanyakan murid sudah berada di tahap keempat, termasuk Wulung dan Rangin. Malya bahkan sudah mencapai tahap kelima, tahap aliran darah. Gadis itu kini dijuluki sebagai murid baru yang paling berbakat di Perguruan Pinus Angin.

Janu terlambat mencapai tahap keempat bukan karena dia tidak berbakat, namun memang ilmu meditasi yang dia pilih itu sangat istimewa. Disini, meskipun dia baru saja mencapai tahap keempat, namun kekuatannya bisa menahan imbang seorang pendekar di tahap kelima. Hal ini karena dasar dari kekuatannya yang memang sudah kuat.

Kini Janu baru bisa mengambil tugas keluar perguruan setelah dia berhasil mencapai tahap keempat. Sebelumnya, disaat anak yang lain sudah diperbolehkan mengambil tugas keluar perguruan, Wulung dan Rangin tetap setia menunggu Janu mencapai tahap keempat. Persahabatan telah terjalin sangat erat diantara ketiganya. Ditambah lagi Malya yang sesekali menjenguk mereka saat sedang berlatih.

Selama tiga tahun juga empat anak itu berlatih bersama. Sesekali mereka berlatih dan bertarung di hutan pinus. Sudah pasti Malya selalu menjadi pemenang dalam pertarungan diantara mereka. Wulung kecil pun selalu menjadi bulan bulanan Malya setiap dia kalah. Dia disuruh memijit, membawakan barang, hingga mencuri buah dari lembah sumber.

Keesokan pagi setelah malamnya mereka pesta daging ayam, ketiganya berangkat menuju ke pusat kerja perguruan. Seperti biasa, disana sudah ada beberapa murid yang melakukan kegiatan. Ketiganya lantas segera masuk dan menunggu giliran.

Selesai melaporkan hasil tugas, ketiganya berkumpul di sebuah auka besar. Disana ada beberapa meja di sudut ruangan. Diatasnya, tumpukan gulungan tergeletak menggunung.

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang