Rakawan dan ketiga remaja adik seperguruannya segera mengikuti sang kakek menuju ke rumah yang diduga sebagai tempat munculnya sosok mencurigakan.
Mereka tiba di sebuah rumah bambu kecil yang tampak kosong ditinggal pemiliknya. Setelah diberi ijin oleh sang kakek, Rakawan masuk ke dalam rumah, sementara Janu dan kedua rekannya berkeliling luar rumah, ditemani sang kakek. Di sana mereka melakukan penyisiran, mencari apakah ada sesuatu yang mencurigakan atau tidak.
Di dalam rumah tersebut Rakawan membongkar semua isi rumah sampai tak bersisa. Tidak ada yang mencurigakan. Dia menyisir sekali lagi lebih teliti. Kali ini dia menyisir sampai ke atap atap.
Disinilah akhirnya ditemukan sebuah benda yang sangat mencurigakan. Diambilnya benda tersebut, sebuah jenglot dengan rambut panjang dan taring kecil.
Saat jenglot itu diambil, seketika kabut hitam yang menyelimuti desa perlahan menghilang. Mulut Rakawan komat kamit membaca sebuah mantra. Dengan sekali semprot dia menyemburkan bola api ke dari mulut ke arah jenglot yang dipegang. Bola api tepat mengenai kepala si jenglot, cepat saja tubuhnya terbakar menjadi abu.
Rakawan turun dari atap. Di bawah, sang kakek masih kebingungan dan penasaran.
"Aki, sekarang kabut hitam sudah hilang. Wabah di desa ini sudah pergi. Saatnya kami pergi."
"Benarkah tuan?" Masih kebingungan, sang kakek seakan tidak percaya.
Si kakek dan Rakawan keluar dari dalam rumah. Melihat kabut asap yang sudah memudar, dia pun kaget. Kakek itu senang sekaligus lega, akhirnya desanya kembali seperti sedia kala."Terimakasih tuan! Terimakasih sudah menyelamatkan desa kami."
Sambil menangis bahagia, si kakek memeluk Rakawan."Aki, sekarang aki beristirahat saja. Aki dan beberapa warga lain masih terkena racun dari wabah tersebut. Nanti akan kami kirim beberapa tabib kadipaten untuk mengobati para warga."
Beberapa kali kakek tersebut berterimakasih kepada Rakawan. Sementara itu Janu dan teman temannya sudah berkumpul di depan rumah, bersama dengan beberapa warga yang penasaran.
Setelah menyelesaikan masalah di Desa Loji, Rakawan dan ketiga adik seperguruannya segera bergerak ke hutan jati. Mereka tidak ingin menunda nunda tugas itu.
Rakawan berjalan paling depan, diikuti oleh Rangin, Janu, dan Wulung paling belakang. Mereka semua bersiaga, mata mereka awas melihat ke segala penjuru. Kali ini mereka sangat berhati hati, takut musuh sudah menyadari kalau Desa Loji sudah dibereskan.
Disini Rakawan sudah mengeluarkan senjata mistisnya, bersiap apabila nanti ada serangan dadakan.
'Srakk... Wosshh'
Tiba tiba di depan Rakawan, diatas sebuah pohon, sesosok manusia muncul dan melompat menjauh. Tanpa aba aba keempatnya langsung mengejar sosok tersebut.
Keempat murid Perguruan Pinus Angin itu berlari mengejar sosok yang sedang bergerak cepat. Tiba di tanah lapang, sosok itu berhenti. Sosok itu berbalik menghadap mereka. Tampak wajah seorang lelaki muda yang penuh bekas luka. Raut matanya kelihatan licik, dengan bibir yang tipis.
"Hei! Kau lelaki yang membunuh orang di hutan Alas Truno waktu itu kan?!" Janu berteriak. Dia menunjuk nunjuk orang tersebut, teringat kejadian di hutan Alas Truno.
"Bisa jadi! Aku sudah lupa. Banyak nyawa yang sudah kubunuh." Suara yang berat dan serak terdengar dari mulut lelaki itu.
"Aku tahu siapa kau! Kau adalah Salwaka, murid Perguruan Lembah Ular! Ternyata selama ini yang menyebarkan wabah di Kadipaten Masin adalah kau!" Ujar Rakawan mengenali lelaki tersebut.
"Owh, namaku sudah terdengar di mana mana rupanya. Hahaha..."
"Sekarang kau sudah tidak bisa kabur lagi! Akan kubasmi kau, iblis jalang!" Teriak Rakawan.
"Hanya dengan kekuatanmu dan para tikus kecil ini saja? Mati saja lah kau!" Salwaka menjentikkan jarinya.
Dari berbagai arah seketika muncul sepuluh orang yang memiliki kemampuan cukup tinggi. Ke sepuluh orang tersebut mengepung Rakawan dan ketiga remaja adik seperguruannya. Hal itu sontak membuat keempatnya kaget. Mereka tidak menyangka kalau ternyata mereka sedang digiring ke tempat itu oleh Salwaka.
Keempatnya reflek mengeluarkan kuda kuda, bersiap bertahan. Mereka mengeluarkan senjata masing masing.
"Kalian bertiga, dengar! Saat mereka mulai menyerang, kalian ambil saja celah untuk meloloskan diri!" Bisik Rakawan. Ketiganya mengangguk.
![](https://img.wattpad.com/cover/182581631-288-k567062.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JANU : Tahap Awal
FantasyKisah seorang anak manusia yang berusaha bertahan hidup dan menjadi kuat ditengah pertempuran dua kubu. Dengan berlatar belakang jaman kerajaan Mataram hindu, sang anak berusaha menjadi seorang pendekar yang membantu menciptakan kedamaian di kerajaa...