Wulung dan Rangin mulai berhadapan, keduanya ingin berlatih tanding. Janu dan para prajurit segera menyingkir ke tepi halaman. Halaman itu kini menjadi arena bagi keduanya. Tidak ada yang berani mendekat.
"Hey Katrong. Bagaimana kalau kita bertaruh, menurutmu siapa yang akan menang, Raden atau tuan Wulung?" Bisik salah satu prajurit.
"Aku bertaruh satu kepeng perak untuk Raden"
"Ha... Aku juga, dua kepeng perak untuk Raden." Sahut prajurit lain.
"Satu kepeng untuk tuan Wulung."
"Hmm, aku tiga kepeng untuk tuan Wulung."
Disini suasana muai ramai. Beberapa banyak yang saling menyahut.
"Sssttt! Tolong kalian diam sebentar. Kalau mau taruhan, jangan terlalu keras." Sela Janu kepada mereka.
Para prajurit pun diam semua. Suasana menjadi agak dingin. Kini prajurit yang hendak bertaruh hanya bisa berbisik bisik saja.
Kedua remaja yang hendak bertaruh telah berhadapan, mereka saling menatap. Keduanya tersenyum, saling mencermati gerakan lawan.
Wulung lantas mengambil langkah pertama. Dia mulai menyerang Rangin. Dikerahkannya teknik langkah aliran air miliknya. Gerakan pertama, sumber muara tenang. Gerakannya pelan, seimbang, namun pasti, dia mulai mendekati Rangin. Beberapa hasta dari Rangin, gerakan kedua muncul, aliran air hulu. Gerakannya kini menjadi lebih elastis dan tidak mudah terbaca.
Dengan cepat Wulung merunduk, hendak memukul perut Rangin. Yang diserang pun akhirnya bergerak, tubuhnya ikut membungkuk.
Wulung yang sangat cepat dan tepat berhasil memukul perut Rangin. Terdengar suara berdebum saat pukulan Wulung mengenai perutnya. Suara itu sangat keras, namun anehnya Rangin tidak nampak kesakitan. Seolah tidak terjadi apa apa, ekspresi wajahnya datar, dia tetap diam seperti batu.
Itu adalah salah satu kelebihan dari meditasi ilmu kitab tubuh sutra. Dengan formasi dan rapalan mantra ilmu tersebut membuat tubuhnya menjadi lebih kuat dan keras seperti batu. Bahkan kalau berhasil menguasai ilmu kitab tubuh sutra dengan sempurna, maka tubuhnya bisa menjadi sekeras permata sekalipun.
Berkali kali Wulung mencoba memukul tubuh Rangin, namun tidak ada kemajuan sekalipun. Rangin bagai sebuah gunung yang menjulang dan sangat kokoh. Sudah dicoba melayangkan serangan ke berbagai titik lemah, namun sia sia.
Suara keras berdebam terdengar ke segala penjuru rumah, mengagetkan semua penghuni rumah.
Para prajurit yang melihat pertandingan keduanya hanya bisa mengamati sambil terkaget kaget. Mata mereka tidak pernah lepas menatap keduanya. Mereka baru sekali ini melihat tuannya menjadi sekuat itu.
Anak ingusan yang dahulu sering bermain di dekat para prajurit kini menjadi berbeda. Kekuatan mereka tidak ada apa apanya dibanding dengan kedua remaja itu. Mereka sama sekali tidak tahu kalau tuannya itu sudah menjadi murid sebuah perguruan ilmu tenaga dalam.
Suara keras berdebum hasil serangan Wulung kepada Rangin membuat seisi rumah banyak yang penasaran. Mereka yang semula memiliki kegiatan masing masing, kini mulai memadati pinggir halaman. Semakin banyak penonton, maka semakin banyak pula kini yang bertaruh.
Kedua remaja yang kini menjadi bahan tontonan tidak peduli dengan kondisi sekitar. Mereka masih tetap fokus dengan pertarungannya.
"Hahaha... Kalau kau menyerang seperti ini terus, bagaimana kau bisa menang?" Ejek Rangin.
"Aku baru pemanasan ini kak, jurus jurusku saja belum keluar." Cicit Wulung.
Suara berdebum terus terdengar, membuat ngilu yang mendengarkan. Pukulan keras melawan tubuh kebal, keduanya tidak ada yang mau mengalah. Tubuh Rangin mulai memerah akibat serangan Wulung yang bertubi tubi. Namun dia belum memulai serangannya, dia hanya menerima saja pukulan dari lawannya.
Janu yang menonton pertandingan itu merasa bosan, dia lantas mendapat ide. Dia melompat ke atas sebuah pohon mangga di belakangnya. Ditebasnya ranting pohon itu, kemudian dibersihkannya ranting itu dari dedaunan.
"Hey Wulung! Ambil ini!" Teriak Janu dari belakang.
Janu melempar potongan ranting panjang yang tadi ditebasnya. Wulung cekatan menangkap kayu tersebut. Dia berhenti sekejap menghela nafas.
"Nah, begitu! Sekarang kita keluarkan jurus pamungkas kita. Siapa yang lebih menguasai jurus antara kita." Tantang Rangin sambil mengatur kuda kuda.
"Baik, sekarang kita tentukan siapa yang jadi pemenangnya." Ucap Wulung bersemangat.
Keduanya mengambil gerakan masing masing. Rangin memperkuat kuda kudanya, dia menarik nafas perlahan, sambil mengatur aliran darah di dalam tubuh. Sementara Wulung membuat gerakan memutar kayu ke samping kanan dan kiri, memeragakan suatu jurus pembuka, mengambil sebuah momentum.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANU : Tahap Awal
FantasyKisah seorang anak manusia yang berusaha bertahan hidup dan menjadi kuat ditengah pertempuran dua kubu. Dengan berlatar belakang jaman kerajaan Mataram hindu, sang anak berusaha menjadi seorang pendekar yang membantu menciptakan kedamaian di kerajaa...