Chapter 37. Perguruan Pinus Angin

418 25 0
                                    

Dua hari berlalu saat rombongan tiba di Perguruan Pinus Angin. Sepanjang perjalanan mereka melewati hutan yang sangat lebat. Disini mereka bisa dipastikan akan kehilangan arah apabila tidak ada murid perguruan yang menuntunnya. Matahari sebagai penunjuk arah pun hampir tidak tampak tertutup dedaunan yang lebat.

Dari hutan lebat itu mereka terus menanjak, melewati beberapa aliran sungai kecil, lembah berkelok, hingga tiba di lautan pinus di lereng sebuah gunung. Barulah dari atas sana matahari sebagai penunjuk arah akhirnya terlihat jelas. Di lautan pinus, terdapat sebuah gapura besar yang dijaga dua patung Kala bertangan enam.

Seorang lelaki muda berusia sekitar dua puluhan tahun berdiri menunggu di dekat gapura. Tampaknya dia sedang menunggu kedatangan rombongan murid baru. Wajahnya cerah saat melihat Suli berada di depan rombongan memimpin anak anak menuju ke perguruan.

"Kak Suli! Terimakasih sudah menjaga rombongan sampai kemari. Sekarang kakak beristirahat, serahkan sisanya padaku." Si lelaki mempersilakan Suli untuk beristirahat.

"Baik, tugas selanjutnya aku serahkan padamu." Suli segera bergegas masuk ke dalam perguruan, dia hendak memberi laporan.

"Nah murid murid baru, perkenalkan namaku Atraman! Disini aku bertugas untuk mengajak kalian berkeliling sebelum meletakkan barang barang kalian, sekaligus menjelaskan aturan dan tugas kepada kalian semua!"

"Pertama tama, aku akan mengajak kalian berkeliling terlebih dahulu! Sebelumnya, tempat dimana kita berdiri ini dinamakan gerbang kebenaran. Dinamakan demikian karena semua yang melewati gerbang ini pasti memiliki sebuah takdir yang harus dicari kebenarannya."

"Kalian lihat gapura itu kan? Gapura itu dijaga oleh dua Kala untuk menjaga kebenaran bisa terungkap oleh orang orang baik saja."

"Baiklah, sekarang ikut aku masuk ke dalam perguruan!" Si lelaki muda kemudian memimpin rombongan masuk ke dalam perguruan.

Melewati gerbang kebenaran, terhampar pemandangan hutan pinus yang tinggi. Dari sana mereka berjalan lurus melewati pepohonan pinus yang tengah berbaris selayaknya prajurit perang. Sesekali mereka melewati rumah rumah kayu yang tampak sepi dan tak berpenghuni.

Rombongan terus berjalan menanjak hingga kelihatan rumah rumah kayu yang semakin ramai. Seperti sebuah desa, bertebaran di hutan pinus. Disana tampak beberapa orang sedang melakukan berbagai kegiatan. Ada yang tengah menata kayu bakar, berlatih jurus, meditasi, ada pula yang hanya bercengkrama dua hingga tiga orang.

Saat rombongan melewati mereka, orang orang tersebut menyapa Atraman sambil mengamati ke arah rombongan. Mereka tersenyum kepada setiap murid baru dengan penuh perhatian, seperti seorang kakak menyapa adik adiknya.

Anak anak murid baru sedikit canggung saat ditatap oleh mereka, anak anak itu agak malu. Mereka berjalan sambil terus menganggukkan kepala tanda memberi salam. Yang merasa malu hanya menundukkan kepala, sambil berjalan agak cepat.

"Oy Atraman! Ini murid murid baru perguruan kita ya? Hahaha... Tahun ini yang lolos masih sangat belia semua. Jadi ingat masa dulu saat pertama kali masuk ke perguruan." Sapa seorang murid saat anak anak melintas.

"Hahaha... Loma, aku masih ingat dulu kau sangat dekil dan penyakitan." Canda Atraman.

"Kurang ajar kau... Tidak usah kau bahas tentang hal itu. Aku jadi malu!"

Murid itu mengacungkan kepalan tangan ke arah Atraman. Dia dan murid murid lainnya lantas dilanjut tertawa.

Setelah melewati rumah rumah kayu, tibalah rombongan di sebuah lereng perbukitan. Di ujung jurang ada sebuah rumah besar tanah liat yang tampak menyendiri. Dari dalam rumah terdengar bunyi 'clang clang' menggema berirama. Bunyi bunyi itu seperti benda yang dibenturkan satu sama lain.

"Disana adalah pusat penempaan, dimana semua senjata dari tingkat mistis hingga senjata langit ditempa. Kalian bisa menempa satu buah senjata mistis saat kemampuan kalian sudah mencapai tahap penyerapan energi."

"Disini yang harus kalian tahu, bahan dari setiap senjata yang akan ditempa harus dicari sendiri oleh masing masing murid. Hal itu diharuskan karena senjata tersebut harus memiliki keterikata takdir dengan sang pengguna senjata." Jelas Atraman.

"Kak, senjata mistis itu apa?" Tanya salah satu anak yang kebingungan.

"Akan aku jelaskan! Senjata itu terbagi menjadi beberapa tingkatan berdasarkan energi dan aura yang tersimpan di dalamnya."

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang