Chapter 54. Pengobatan Wulung

391 24 0
                                    

Beberapa hari berjalan menembus hutan, sampailah ketiganya di pusat Kadipaten Masin. Wulung yang beberapa hari itu masih belum sadarkan diri segera dibaringkan di dalam kamar di kediaman Tumenggung Arya Mahanta.

Tabib kadipaten segera dipanggil, langsung masuk dan memeriksa tubuh Wulung.

"Bagaimana tuan tabib? Apakah dia baik baik saja?" Tanya Janu cemas. Dia tetap berada di dalam ruangan, menemani sahabatnya tersebut.

"Aneh, sungguh aneh! Aku baru pertama kali melihat orang sakit yang tubuhnya mengeluarkan asap. Apa kamu tahu penyebabnya?" Tanya si tabib.

"Eh, kami... Kami juga tidak tahu tuan. Saat kami... Saat kami sedang berburu di hutan Alas Truno, mendadak dia pingsan seperti itu." Jawab Janu terbata bata. Dia mencoba berbohong, berusaha menutupi tentang pohon dewandaru dan gua misterius.

Masih penasaran, sang tabib bertanya kembali, "Apa kalian sebelumnya ada makan sesuatu? Atau... mengalami suatu kejadian aneh begitu?"

Janu menggelengkan kepala. Dia menyangkal setiap pertanyaan si tabib.

"Apa mungkin ini berhubungan dengan luka lebar di perutnya itu?" Tunjuk si tabib kearah luka bekas perkelahian dengan harimau liar.

"Mungkin saja tuan. Sebelum ini kami berjumpa dengan seekor harimau di hutan. Luka di perut Wulung itu adalah salah satu luka dari hasil pertarungan kami dengan sang harimau. Apa itu beracun? Kalau iya, apa mungkin kami juga akan kena sakit yang sama?"

Disini Janu terus membelokkan fakta. Dia terus berusaha menutupi tujuan mereka datang ke Masin.

"Mungkin saja tidak akan seperti yang kalian bayangkan. Kalian tidak akan terkena racun apapun. Mungkin saja bukan luka ini yang jadi penyebabnya."

"Baiklah, sekarang aku beri ramuan. Nanti dioleskan ke bagian tubuh yang luka. Dua hari kedepan aku akan balik lagi menengok kondisinya."

"Terimakasih tuan tabib." Ujar Janu senang.

Setelah sang tabib pergi, barulah Janu bisa bernafas lega. Beberapa saat Rangin masuk ke dalam kamar. Mereka bergantian merawat Wulung. Diusapnya kening, lengan, dan kaki anak itu.

Tiga hari berlalu sejak mereka kembali ke kediaman sang tumenggung. Selama itu asap sudah mulai berkurang dan akhirnya menghilang. Kulit Wulung yang tadinya memerah dan panas kini mengelupas. Berkali kali kulitnya terus saja mengelupas.

Janu dan Rangin selalu sibuk membersihkan tubuh Wulung, diusapnya kulit mati dari tubuh Wulung.

Selama mereka merawat anak itu, kejadian aneh terjadi. Luka luka yang diderita Wulung semuanya dengan cepat menghilang tanpa bekas. Bahkan luka lebar di perut yang sekiranya bisa membekas pun kini sudah samar samar.

Tabib datang di hari ke dua. Dia pun sempat bingung dengan kondisi yang dialami Wulung.

Awalnya dia menduga kalau sakit yang diderita Wulung karena luka di perutnya. Namun kedua kalinya dia kesana, luka luka tersebut sudah seperti tak berbekas.

"Apa kalian yakin kalau dia pingsan setelah diserang harimau? Atau ada hal lain yang mungkin kalian ingat?" Tanya sang tabib sekali lagi.

"Kami yakin tuan tabib. Kami lihat dengan mata kepala sendiri kalau dia pingsan sesaat setelah kita berhasil menghalau harimau itu pergi." Ujar Janu dengan nada meyakinkan.

"Aneh! Sungguh aneh! Sebenarnya penyakit apa yang diderita anak itu? Kenapa sekarang malah begini jadinya?"

"Apakah ini yang dinamakan keberuntungan di tengah kemalangan?" Sahut Tumenggung Arya Mahanta yang juga berada di dalam ruangan.

"Ah, bisa jadi demikian. Mungkin anak ini sedang menderita sebuah fenomena yang tidak bisa dijelaskan. Hamba pernah mendengar berbagai macam kondisi tubuh khusus yang dialami orang orang jaman dahulu, tuan."

"Yang pasti, kini kondisi anak ini sudah cukup baik. Kita hanya perlu menunggu saja sampai dia siuman." Lanjut sang tabib.

Sang tabib dan Tumenggung Arya Mahanta mencapai kesepakatan tentang apa yang dialami Wulung. Dugaan mereka hanya itu saja, karena mereka tidak tahu pasti apa yang dialami anak itu. Ditambah Janu dan Rangin yang masih tutup mulut atas apa yang sebenarnya terjadi.

Mendengar penjelasan dari sang tabib, Janu kini optimis kalau Wulung tidak kenapa kenapa. Dia menjadi lebih lega, sahabatnya baik baik saja.

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang