Buaya yang sudah tewas digotong oleh para warga ke tengah lapang. Seperti sebuah pawai para warga mengarak bangkai si buaya itu.
Butuh puluhan warga untuk mengangkat tubuh si buaya. Mereka semua melirik ke arah Rangin, seakan tidak percaya kalau remaja itu mampu seorang diri mengangkat dan membalikkan tubuh si buaya.
Keempat remaja itu berjalan pelan mengikuti para penduduk yang sedang berpawai. Ditemani sang kepala desa, mereka lantas berjalan ke tengah para warga yang sedang berkumpul.
"Wargaku sekalian! Mohon perhatiannya sebentar!" Teriak Mbah Bawul menenangkan warga yang masih ribut.
"Teror sang raja sungai telah usai, kita sekarang bebas menambang lagi! Semua ini berkat empat pendekar muda ini! Selamanya Desa Cening akan berterimakasih kepada para pendekar yang telah menyelamatkan kami dari tulah ini!"
Setelah mengucap terimakasih dan sedikit pesan, si kepala desa membawa keempat remaja itu ke rumahnya. Disana mereka dijamu berbagai macam hidangan. Mereka pun dipersilakan untuk beristirahat disana.
"Begini Mbah Bawul, langsung saja! Kami kemari kan ingin meminta kerjasama dari warga dalam hal batu wesi ireng. Nah! Sekarang teror si raja sungai telah berakhir. Apabila diperbolehkan, kami sekarang minta setidaknya sedikit dahulu bebatuan wesi ireng tersebut." Terang Janu.
"Owh! Akan kami persiapkan semuanya! Hahaha..."
"Tuan pendekar tidak usah khawatir. Dalam beberapa hari, kami akan bawa bebatuan itu kemari." Tambah salah satu pemuda yang ikut masuk ke rumah.
"Kalau begitu terimakasih sebelumnya!"
"Owh tidak tidak, kami yang harus mengucap terimakasih kepada kalian. Para pendekar ini sangat muda, namun kesaktiannya sangat tinggi. Semoga dengan adanya para pendekar ini, kedamaian akan semakin terasa di Bhumi Mataram ini."
Janu dan kawan kawannya hanya bosa mengangguk. Mereka tampak cukup kelelahan, keempatnya butuh istirahat tenang.
Malam harinya para warga langsung mengadakan pesta besar. Mereka bergembira menyiapkan pesta tersebut, dengan sukarela mereka memasak berbagai hidangan untuk disantap.
Beberapa pemuda mencoba untuk memotong kulit dan daging dari bangkai si buaya. Mereka tampak kesusahan saat mengetahui senjatanya tidak mampu menembus kulit sang buaya. Mereka lantas dibantu oleh Rangin, sementara Janu dan yang lainnya ikut membaur dengan warga.
Tulang belulang dan bagian yang tidak penting dari si buaya ditumpuk di tengah lapangan, bersamaan dengan kayu bakar yang ditumpuk seperti api unggun.
Beberapa warga mempersiapkan daun pisang yang dihamparkan di atas tanah. Beberapa wanita pun membawa hasil masakan mereka ke tengah lapang, dan meletakkannya diatas hamparan daun pisang.
Malam itu mereka berpesta dengan sangat santai dan kekeluargaan.Janu dan para sahabatnya duduk ditemani sang kepala desa dan beberapa sesepuh desa. Disana mereka mengobrol sebentar, kebanyakan yang diobrolkan adalah seputar bebatuan yang ada di selatan desa.
Beberapa saat kemudian Janu mengundurkan diri. Dia hanya makan sedikit, lalu meminta ijin meninggalkan lapangan, diikuti oleh para sahabatnya beberapa saat kemudian.
Sang kepala desa hanya tersenyum sambil mempersilahkan mereka pergi. Dia berpikir, mungkin keempatnya masih sangat kelelahan setelah perkelahian tadi.
Sebenarnya Janu dan kawan kawannya sudah pulih dari tadi. Kekuatan mereka sudah kembali seperti sedia kala. Namun mereka mengundurkan diri karena tidak suka keramaian. Mereka pun meninggalkan lapangan menuju ke pinggir hutan. Disana mereka dengan disiplin melakukan meditasi.
Dua hari kemudian, saat keempatnya tengah bersantai di pinggir hutan, sang kepala desa menemui mereka. Disana dia melaporkan kalau mereka berhasil mendulang banyak sekali batu wesi ireng untuk keempatnya.
Mereka pun segera pergi ke tempat bebatuan itu dikumpulkan.
Sampai di lokasi, disana mereka agak sedikit terkejut. Pasalnya jumlah bebatuan yang diambil oleh para warga sangat banyak, bahkan sampai menumpuk. Mereka tidak bakal bisa mengangkut itu semua.
Setelah berdiskusi, keempatnya lantas hanya mengambil sedikit saja. Mereka juga menyuruh sang kepala desa untuk menjual sisanya kepada para pedagang di sekitar desa. Mereka berdalih dengan alasan pedagang Cati hanya meminta sedikit saja untuk bahan tempa. Nanti kalau berhasil, maka dia akan kembali dan membeli dalam jumlah besar.
Walaupun sebenarnya sang kepala desa agak curiga dengan alasan itu, namun dia mengiyakan. Toh mereka juga tidak rugi, apalagi mereka juga telah ditolong oleh keempat remaja itu.
Selepas mendapat batu wesi ireng, keempatnya segera berpamitan. Mereka berlalu pergi, melanjutkan perjalanan ke timur, menuju ke Desa Telang.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANU : Tahap Awal
FantasyKisah seorang anak manusia yang berusaha bertahan hidup dan menjadi kuat ditengah pertempuran dua kubu. Dengan berlatar belakang jaman kerajaan Mataram hindu, sang anak berusaha menjadi seorang pendekar yang membantu menciptakan kedamaian di kerajaa...