Hari keempat sejak keempatnya tiba di Dusun Kemuning, si lelaki misterius akhirnya pergi meninggalkan dusun. Dia pergi bersama dengan Janu, Wulung, dan beberapa anak dari Dusun Kemuning. Dengan berjalan kaki, mereka memulai perjalanan menuju ke Perguruan Pinus Angin.
Si lelaki misterius tidak hanya membawa Janu dan Wulung saja. Dia selama empat hari di Dusun Kemuning juga memilih beberapa anak lainnya untuk ikut ujian masuk ke perguruan.
Selama perjalanan, rombongan mereka tidak membawa bekal apapun. Bahan makanan dan minuman harus mereka cari sendiri di hutan sepanjang jalan. Hal itu juga merupakan ujian bertahan hidup bagi para calon murid perguruan.
Tugas tersebut dirasa cukup mudah bagi anak anak itu. Mereka telah terbiasa berburu dan mencari bahan makanan sendiri di hutan. Pun begitu pula dengan Janu dan Wulung, mereka telah terbiasa berburu di hutan. Disini keduanya semakin meningkatkan ilmu bertahan hidupnya dengan belajar dari anak anak Dusun Kemuning.
Kondisi tersebut berlangsung hingga seminggu lebih, rombongan itu pun akhirnya tiba di lokasi ujian. Sepanjang perjalanan mereka melewati gunung, hutan belantara, rawa rawa, dan jalanan yang hampir tidak pernah dilalui manusia. Beberapa kali pun mereka menjumpai serangan binatang buas maupun makhluk penghuni hutan lainnya. Untung saja si lelaki misterius masih mampu menghalau, walaupun terkadang mereka juga harus melarikan diri.
Lokasi ujian ada di di sebuah padang rumput kecil di tengah perbukitan. Perbukitan itu dikelilingi oleh hutan bambu, dan terdapat sebuah jurang menganga di ujung bukit. Dari balik jurang terlihat pemandangan hutan rimba yang luas. Di perbukitan itu, di pinggir hutan bambu juga terdapat sebuah pondok kayu besar yang mampu menampung ratusan orang.
Janu dan rombongan muncul setelah melewati hutan bambu yang rimbun, menjajaki bukit, dan tiba di padang rumput. Disana, di padang rumput, banyak anak seusia Janu dan Wulung yang sudah tiba. Ada yang ramai bermain, mengobrol, pamer ilmu beladiri, ada pula yang diam saja duduk di tengah lapang.
"Kak Suli, maaf. Aku hanya bisa membawa sebelas orang anak saja kali ini. Mereka adalah anak anak yang berasal dari daerah Janti." Ujar si lelaki misterius kepada seorang lelaki tambun yang sedang bermeditasi di depan pondok. Lelaki tambun itu berwajah garang dengan kumis tebal dan rambut acak acakan.
Lelaki tambun itu membuka matanya. Pancaran sinar matanya yang besar seolah sedang melotot, membuat siapapun gelisah.
"Oh, Rakawan rupanya. Kenapa lama sekali?" Tanya si lelaki tambun sambil cemberut. Suaranya yang berat menambah garang penampilannya.
"Huft, bagaimana lagi kak. Janti dan Gunung Rahastra sedang diserang kawanan perampok Tanduk Api saat aku berada disana. Ini pun mereka adalah anak anak sisa korban yang selamat." Cuit lelaki misterius yang bernama Rakawan itu.
"Hmm, apa tidak ada murid lain yang diberi tugas untuk melenyapkan serangga serangga kotor itu? Huft, kalau saja aku tidak mengambil tugas disini, akan kuhajar mereka." Gerutu Suli.
"Kak, bagaimana dengan yang lain? Apa semuanya sudah sampai disini? Kapan ujian perguruan dimulai?" Rentetan pertanyaan dilontarkan Rakawan.
"Sebagian besar sudah sampai sejak dua hari lalu, hanya tinggal Pasi dan Yandhali yang belum tiba. Untuk ujiannya, mungkin sekitar dua hari lagi."
"Kalau begitu, setelah sukses dengan tugas ini, apa aku bisa mendapat penenang jiwa? Aku sudah lama terjebak di puncak tingkat penguatan tubuh. Yah, semoga dengan ramuan ini kesempatanku untuk mendobrak ke tingkat penguatan energi semakin tinggi." Gumam Rakawan.
Tanpa peduli dengan gumaman Rakawan, Suli kembali menutup mata, mencoba bermeditasi.
Merasa diabaikan oleh Suli, Rakawan hanya tersenyum kecut. Dia pun kemudian segera menyuruh anak anak yang dibawanya untuk segera masuk ke dalam pondok. Di dalam sana mereka hanya disuruh menunggu hingga waktu ujian tiba.
Ke sebelas anak itu menunjukan wajah gelisah, mereka hanya mengangguk dengan setiap kalimat yang dilontarkan Rakawan. Setelah Rakawan beranjak pergi barulah mereka mencari tempat masing masing untuk beristirahat. Seperti biasa, Wulung mengikuti Janu duduk berdua di ujung ruangan.
Dua hari dilalui Janu dan Wulung di lokasi ujian. Selama itu mereka menunggu saja kapan waktu ujian tiba. Sedikit demi sedikit, Wulung yang sempat trauma kehilangan keluarganya mulai cerah kembali. Dia kini mulai banyak bicara, mungkin karena banyak anak seusianya, atau mungkin juga karena keingintahuannya akan tempat baru itu. Seakan menemukan kembali keceriaannya, dia pun mulai mau berkenalan dengan anak lainnya mengikuti Janu, walau masih sedikit malu dan canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANU : Tahap Awal
FantasíaKisah seorang anak manusia yang berusaha bertahan hidup dan menjadi kuat ditengah pertempuran dua kubu. Dengan berlatar belakang jaman kerajaan Mataram hindu, sang anak berusaha menjadi seorang pendekar yang membantu menciptakan kedamaian di kerajaa...