Chapter 69. Dua Arena

364 23 0
                                    

Pertandingan antar murid Perguruan Pedang Emas telah usai. Kini semuanya berkumpul di sekitar arena. Kelima pemenang dikerumuni oleh para murid yang lain, tengah dibanjiri pujian.

Janu dan kawan kawannya berkumpul tidak jauh dari arena. Mereka tengah membahas tentang kemampuan para murid Perguruan Pedang Emas saat Nilman datang. Dia lantas menyapa mereka.

"Kalian para murid Perguruan Pinus Angin, bagaimana tadi melihat pertarungan para murid perguruan kami?"

"Hebat kak, luar biasa!" Sahut Rangin bersemangat.

"Mereka semua tampak sangat berbakat. Kami senang memiliki rekan sesama penganut aliran putih yang hebat hebat." Puji Janu merendah.

"Apa kalian masih mau menantang mereka?" Tantang Nilman. Dia senang adik seperguruannya dipuji perguruan lain.

"Pasti! Aku akan menghajar mereka kak. Mereka sudah membuatku kalah taruhan! Aarrgghh..." Sahut Malya ketus. Dia masih emosi atas kekalahannya saat bertaruh.

Mendengar geraman Malya, Nilman tertawa puas. Sementara ketiga rekan Malya merasa malu atas tingkahnya.

"Oh iya, begini kak. Kami disini masih bingung menentukan siapa lawan siapa. Kami lihat lawan kami cukup kuat, makanya kami belum bisa sepakat untuk siapa saja lawan kami." Terang Janu.

"Begini! Aku sudah punya satu ide untuk itu. Karena dari kami ada lima orang juara, maka kami akan pertarungkan mereka satu lawan satu, agar nanti ada hasil juara satu, dua, tiga, dan empat. Sementara itu, sebelumnya, karena mereka sekarang masih kelelahan, kami minta kalian juga bertarung, menentukan siapa juara satu, dua, tiga dan empat diantara kalian. Nanti barulah kita pertandingkan antar juara diantara kita."

Mendengar ide dari Nilman, Janu sebenarnya sudah menduga itu. Pasti selain untuk menentukan lawan masing masing, Nilman juga ingin mengetahui rahasia kekuatan dan jurus jurus yang dimiliki murid Perguruan Pinus Angin. Namun itu dirasa adil, mengingat Janu juga sudah melihat kemampuan mereka.

"Baik! Kami setuju." Ujar Janu menyepakati.

Setelah keempatnya bersepakat, mereka masuk ke dalam dua arena. Dua orang dari masing masing arena saling berhadapan. Janu menghadapi Rangin, dan Malya melawan Wulung. Disini Wulung sudah merasa cemas.

Segera, setelah aba aba dimulai, mereka mempersiapkan jurus masing masing.

Janu yang menghadapi Rangin sama sekali tidak tergesa gesa menyerang. Dia mengamati setiap pergerakan remaja itu. Dia tahu kalau Rangin itu ahli dalam pertahanan dan kekebalan tubuh.

Janu bergerak selangkah demi selangkah, mencari celah. Dia tampak serius, mencari dimana letak kelemahan Rangin.

Sementara Janu dan Rangin masih saling lirik mencari titik lemah masing masing, di arena sebelah sudah terjadi pertarungan cukup sengit. Wulung yang berusaha menyerang Malya sudah terdesak sedari awal. Dia kelabakan menghadapi serangan balik gadis itu.

Wulung dengan goloknya dihujamkan ke leher Malya, berusaha menebas gadis itu, namun selalu berhasil dihindarinya. Dengan gerak cepat dan brutal, Malya memainkan tongkat bambu kuning di tangan. Sambil menghindar dia memukulkan berkali kali tongkat itu ke kepala Wulung.

Karena jarak kemampuan kecepatan dari keduanya cukup besar, Wulung yang menyerang dengan brutal tidak mampu menghindar. Remaja itu tidak sempat bergerak meloloskan diri, kepalanya berdarah darah terkena sabetan tongkat bambu mistis.

Kepala Wulung pusing, matanya berkunang kunang. Luka di kepalanya cukup besar, darah mengalir membasahi muka. Namun begitu, luka itu cepat saja menutup kembali. Kemampuan penyembuhan diri Wulung memang luar biasa. Suatu keberuntungan dahulu dia meminum air dari mata air misterius.

Karena jarak kekuatan dan pengendalian jurus yang sangat lebar, akhirnya pertarungan dimenangkan oleh Malya. Gadis itu berhasil menjegal kaki Wulung saat anak itu tengah pusing dihajar bertubi tubi olehnya. Saat Wulung oleng, Malya melancarkan tendangan memutar dan berhasil mengirim Wulung keluar arena.

Sementara pertandingan di arena sebelah telah usai, pertandingan di arena satunya pun telah mencapai puncak.

Janu terus mencoba memberi umpan dengan memukul mukul beberapa bagian tubuh Rangin. Dengan kecepatannya, dia mengetes kesabaran anak itu. Rangin tidak bergeming, dia berusaha tidak terpancing oleh serangan kecil Janu.

Melihat pertandingan keduanya seperti melihat pertarungan antara ombak laut dan batu karang. Yang satu menyerang dengan tempo, satunya lagi tetap diam membatu menerima serangan demi serangan.

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang