Chapter 75. Bertemu Musuh Lama

371 23 0
                                    

Rangin dan Wulung bergerak menuju ke pusat kabut, dimana kepulan kabut hitam tebal sangat terasa hingga hampir membutakan mata. 

Untung saja kemampuan mereka sudah mencapai tingkat penguatan energi, jadi semakin mudah menjaga tubuh mereka dari racun kabut tersebut.

Masuk ke dalam kabut hitam, keduanya terus mencari lokasi titik pusat dari kabut. Sepanjang jalan mereka menjumpai ada beberapa warga yang tidak selamat dan tergeletak di tengah jalan.

Di dalam kabut, mereka tiba di titik pusat kabut tersebut. Dengan intuisinya, mereka terus berjalan sambil mengamati sekeliling. Disana mereka berpencar. Rangin masuk ke sebuah rumah warga, sementara Wulung berjalan menyusuri lorong.

Saat menyusuri jalanan, tak lupa Wulung menggeledah tempat jualan dan gerobak pedagang yang ditinggal pemiliknya. Dia membuka isi dari barang barang jualan para pedagang.

Beruntung sekali, beberapa kali Wulung menggeledah gerobak gerobak pedagang, dia akhirnya menemukan benda yang dia cari. Sebuah jenglot kecil dengan mata merah yang sedikit bersinar ditemukan terselip di tumpukan buah di dalam gerobak.

Digenggamnya jenglot kecil itu. Wulung berkomat kamit membaca sebuah mantra. Seketika jenglot itu terbakar habis di tangan Wulung.

Bersamaan dengan terbakarnya jenglot itu, kabut hitam yang tadinya sudah menyebar luas, kini dengan cepat menghilang disapu angin.

Saat itulah muncul sesosok orang melompat ke atas atap, memandang kearah Rangin dan Wulung berada. Dengan wajah geram menahan amarah, sosok itu menatap sambil penuh dengan aura gelap.

Janu dan Malya tengah berpencar saat mengetahui kabut hitam menghilang. Mereka yang sedang awas mengamati sekeliling melihat saat sesosok orang berdiri mematung di atas sebuah rumah warga. Keduanya merasakan aura gelap dari sosok tersebut.

Melihat sosok tersebut, Janu segera bersiul dengan sangat kencang. Siulan yang disertai energi itu terdengar kencang hingga ke telinga Malya, Rangin, dan Wulung. Sosok misterius itu juga mendengar siulan itu, dia sedikit kaget.

Keempat remaja segera naik ke atap. Keempatnya bergerak dengan cepat mengepung sosok itu.

Mengetahui kalau dia dikepung oleh keempatnya, sosok itu segra kabur. Janu dan Malya yang lebih dekat segera mengejar, disusul oleh Rangin dan Wulung yang masih agak jauh.

Disini sosok itu bergerak melompati tembok kademangan keluar menuju ke hutan.

Janu dan yang lainnya semakin ketinggalan jauh. Dia pun menunggu Rangin dan Wulung sebelum melanjutkan pengejaran.

"Kak Janu, bagaimana ini? Orang itu berhasil kabur." Teriak Wulung putus asa.

"Wah, kita sedikit terlambat. Apa sebaiknya kita kembali ke kademangan?" Saran Janu.

"Ini kita sudah kepalang tanggung! Kita maju terus saja, siapa tahu nanti ketemu." Solot Malya.

"Iya, benar. Kita sudah sampai sini, dia juga sudah tahu kalau kita mengejarnya. Rugi kalau kita menyerah disini." Bujuk Rangin.

Akhirnya mereka sepakat untuk terus mencari di hutan. Dengan modal kenekatan dan intuisi, mereka terus bergerak. Pelan, mereka berjalan, sambil melihat kalau saja ada jejak yang tertinggal.

Lama mereka berjalan, hingga mentari tepat berada di atas kepala. Saat mereka hampir putus asa, terdengar suara samar seperti beberapa orang tengah berbincang. Mereka perlahan mendekati sumber suara.

"Bagaimana si Kupita itu? Tugas mudah begini saja gagal!"

"Maafkan aku Salwaka. Mungkin ini kesalahanku yang menyuruhnya untuk melakukan tugas itu"

"Kau juga sama bodohnya!"

"Lalu sekarang bagaimana? Apa maumu?"

"Ya bagaimana lagi? Kita cari tumbal lain lagi. Tapi sebelumnya, ada hukuman untuk kalian."

"Jangan begitu, tolong! Kami sudah bekerja keras melakukan pekerjaan untuk kalian."

"Huh! Kau dan anak buahmu sama sama tidak becus! Sekarang minum ini, cepat!

"Maafkan kami Salwaka, maaf!"

"Ck... Cepat diminum! Tak usah kalian menawar. Untuk wanita jalang itu, nanti ada hukuman tersendiri baginya."

Janu dan para sahabatnya berjalan mengendap endap mendekati kerumunan orang di tengah hutan. Mereka lantas bersembunyi di semak semak, berusaha menguping pembicaraan.

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang