Dari kejauhan, muncul para prajurit yang berlarian menuju ke tempat Wulung bertarung. Tumenggung Amuk Kumbara berlari di depan memimpin para pasukan, mencoba menyelamatkan Wulung.
Disini sang tumenggung tiba pertama,karena lokasinya yang paling dekat. Tiga orang prajurit yang tadi melarikan diri juga ada di dalam barisan. Mereka kembali, walau tubuh penuh luka.
Tanpa basa basi, sang tumenggung dan belasan prajurit melibas para penyerang. Mereka pun ikut berbaur dengan puluhan penunggang kuda.
Tumenggung Amuk Kumbara berdiri gagah diantara anak buahnya, menghadapi musuh yang datang satu per satu. Seperti macan yang mengamuk, dia menghajar setiap penunggang kuda yang ada di depannya.
Ditengah rapatnya kepungan, Wulung terlihat masih sanggup bertahan. Remaja itu bagai iblis yang tidak bisa mati saat tertusuk dan tersayat pedang. Dengan berani, dia bisa memberi jalan untuk para prajurit melarikan diri dan menghadapi puluhan musuh sendirian.
Sang tumenggung takjub akan keberanian Wulung. Dia heran sekaligus menaruh rasa hormat mengetahui kemampuan remaja itu.
Mengetahui bahwa Wulung masih selamat, sang tumenggung pun kian membara. Dia semakin beringas dalam menyerang. Belasan orang tewas si tangannya.
Melihat lawan yang semakin memukul mundur pasukannya, sang pemimpin dari Perguruan Gua Tengkorak memutuskan untuk berhenti menyerang Wulung dan merubah serangannya ke arah sang tumenggung.
Disini si penyerang hendak menghabisi sang tumenggung terlebih dahulu sebelum kembali menahan serangan Wulung. Diserangnya sang tumenggung dengan kekuatan penuh.
Melihat serangan yang datang mendadak dan sangat dahsyat, Tumenggung Amuk Kumbara sangat terkejut. Dia hendak berusaha menahan serangan itu.
'Tringg!'
Suara benturan pedang terdengar keras. Sang tumenggung melotot ke depan, keringat dingin mengucur di pipi. Di depan mukanya, senjatanya terlihat sudah patah terbelah. Sementara pedang musuh hampir menebas mukanya, namun tertahan oleh sebuah golok yang dipegang oleh Wulung.
Wulung berhasil menyelamatkan Tumenggung Amuk Kumbara. Dia yang ditinggal lawannya, berusaha mengejar dan sempat untuk menahan serangan dadakan lawan.
Kini dua lawan satu, Wulung dan Tumenggung Amuk Kumbara melawan sang pemimpin penyerang.
Melihat ketuanya dipukul mundur, beberapa penunggang kuda pun akhirnya ikut menahan serangan keduanya bersama ketua mereka.
Tidak lama, Janu, Rangin, dan Malya datang bergiliran, diikuti agak jauh oleh para pasukan yang lain. Mereka datang dari tiga arah, yaitu dari arah hutan dan dari dalam desa.
Kedatangan bala bantuan prajurit Mataram kini membuat sang pemimpin musuh khawatir. Dia melihat tiga orang musuh yang datang juga memiliki kemampuan setingkat dengan Wulung. Dia tiba tiba bersiul kencang.
Empat orang penunggang kuda seketika muncul dari belakangnya. Kekuatan mereka juga setingkat dengan sang pemimpin penunggang kuda. Mereka pun menghadapi musuh masing masing.
Rangin dan Malya masing masing menghadapi satu orang, sementara Janu berhadapan dengan dua penyerang. Satu penyerang lagi membantu sang pemimpin melawan Wulung dan Tumenggung Amuk Kumbara.
Kini keadaan berbalik lagi. Janu dan para pasukan yang hanya bersenjatakan biasa, melawan musuh yang kini mengeluarkan senjata mistis masing masing. Kalah jumlah dan kalah senjata, itulah yang dialami Janu dan yang lainnya.
Perlahan, para pasukan Mataram mulai kalah. Mereka terpukul sedikit demi sedikit, walau pertahanan mereka masih tetap kokoh.
Disaat para pasukan Mataram bertahan dengan segenap tenaga, dari arah desa muncul empat orang penunggang kuda. Di belakang mereka, seorang berpakaian yang sama tengah mengendarai sebuah gerobak kuda. Di dalam gerobak terlihat peti yang tadi ditemukan Wulung.
Ke lima orang itu ternyata adalah beberapa murid Perguruan Gua Tengkorak yang mengambil kesempatan saat pertempuran untuk merampas peti yang sudah dibawa masuk ke dalam desa.
Para penunggang kuda itu lantas segera berlalu meninggalkan desa, melintasi medan perang, berlalu ke arah hutan.
Di tengah pelariannya, para penunggang kuda itu berteriak teriak. Mereka menyuruh para penunggang kuda yang lain untuk ikut melarikan diri meninggalkan pertempuran. Mereka berteriak untuk segera pergi, karena bala bantuan pasukan Mataram sudah hampir tiba.
Benar saja, puluhan pasukan Mataram muncul dari desa. Mereka adalah para pasukan yang sebelumnya tengah mengadakan patroli. Jumlah mereka cukup banyak. Mereka terlambat datang karena lokasi patroli yang cukup jauh.
Teriakan para penunggang kuda itu lantas didengar oleh para penunggang kuda lainnya. Sang pemimpin pun akhirnya mengambil sikap. Dia bersiul lagi, mengisyaratkan anak buahnya untuk segera kabur.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANU : Tahap Awal
FantasyKisah seorang anak manusia yang berusaha bertahan hidup dan menjadi kuat ditengah pertempuran dua kubu. Dengan berlatar belakang jaman kerajaan Mataram hindu, sang anak berusaha menjadi seorang pendekar yang membantu menciptakan kedamaian di kerajaa...