Para warga dan sang kepala desa yang menonton hal itu pun terkejut dan sedikit panik. Walaupun mereka pernah sekali melihat buaya itu saat melawan para prajurit Mataram, namun kali ini berbeda. Buaya itu tampak lebih besar dan mengerikan dari sebelumnya.
Mereka kini khawatir dengan kondisi keempat pendekar muda itu. Para warga semakin tidak yakin kalau mereka bisa melawan sang raja sungai. Mereka juga takut kalau saja si raja sungai akan semakin murka dan menyerang desa.
Janu sudah bersiaga penuh sedari tadi. Saat sang buaya menyerangnya, dia segera menghindar ke belakang. Bangkai ayam yang digenggamnya dilemparkan masuk ke dalam mulut si buaya.
Ketiga rekannya juga meletakkan daging yang mereka bawa dan segera menempatkan diri di sisi sang buaya, berusaha mengepungnya. Hal itu untuk mencegah si buaya kembali masuk ke dalam sungai.
Saat sang buaya tengah sibuk dengan Janu yang sangat lincah menghindarinya, ketiga sahabatnya berusaha menyerang dari samping.
Beberapa kali mereka menyerang, semua serangan gagal. Kulit buaya yang sangat keras, ditambah gerakannya yang liar dan tak terkendali, membuat mereka kesusahan mencari titik lemah sang buaya.
Perangkap yang dipasang pun tidak mampu menjerat tubuh si buaya.
Para warga banyak yang menjerit histeris setiap kali melihat Janu berulang kali hampir tewas diterkam mulut buaya yang sangat lebar. Jantung mereka dibuat berdegup kencang, seakan yang hendak diterkam itu adalah mereka.
Di satu sisi para warga takut, khawatir, dan cemas. Namun di sisi yang lain, mereka juga takjub dengan kemampuan para pendekar muda itu. Beberapa penduduk bahkan sempat terheran heran melihat pukulan Malya yang menimbulkan percikan api.
Janu mencoba fokus menghindar sambil mengamati gerakan dan pola serang sang buaya. Dengan golok di tangan, dia berusaha menahan gigi tajam si buaya. Dia bergerak agak menjauh ke samping kiri, diikuti terus oleh si buaya.
Disini Malya sedikit kaget saat seketika ekor dari sang buaya melecut ke arahnya. Sambil berteriak kepada Wulung di sebelahnya, Malya melompat ke udara.
Wulung yang agak terlambat menghindar hampir saja terkena sabetan ekor buaya. Untung saja dia berhasil meniarapkan tubuhnya. Sabetan ekor buaya itu melayang di atas kepalanya.
"Janu! Bodoh kau! Kenapa tidak bilang kalau kau mau bergerak ke samping!" Teriak Malya marah marah.
"Kak Janu, huhu... Kepalaku mau putus!" Wulung yang biasanya penurut juga ikut mengomel.
"Maaf, maaf! Aku sedang mencari kelemahan buaya ini."
"Rangin! Kita tukar posisi. Kau yang lebih kuat, tolong urus mulut si buaya. Aku akan mencari titik lemahnya!" Sambung Janu.
Cepat saja, seperti sudah sepaham, keduanya dengan cekatan bertukar posisi.
Tampaknya si buaya tidak peduli atau tidak tahu siapa yang dia hadapi. Instingnya mengatakan akan menyerang siapa saja yang ada di depannya. Jelas ini membuktikan kalau buaya ini masih berupa hewan buas yang belum mendapat pencerahan.
"Kalian bertiga! Serang lebih kuat lagi! Aku akan mencoba membuatnya terus bergerak. Siapa tahu titik lemahnya akan kelihatan!" Teriak Rangin.
Kini keempat pendekar muda itu menyerang semakin gencar. Beberapa jurus dikeluarkan untuk mencari kelemahan si buaya.
Merasa serangan di kanan dan kirinya semakin kuat, si buaya menjadi semakin terganggu. Dia pun mau tidak mau harus menyingkirkan serangan serangan di sampingnya itu.
Si raja sungai seketika berguling ke samping kanan, hampir menggencet tubuh Janu di sampingnya. Dia berusaha hendak meloloskan diri.
Janu yang hampir tertimpa serangan mendadak itu langsung melompat mundur ke belakang. Saat itu dia melihat bagian perut si buaya tidak terlindungi oleh kulit yang tebal dan duri tajam.
"Kawan kawan! Aku menemukan titik lemahnya!" Teriaknya.
"Rangin! Coba kau atur bagaimana caranya agar si buaya bisa berguling lagi dan memperlihatkan perutnya." Tegasnya lagi.
"Mbah Bawul! Aku minta tiga buah tombak panjang sekarang juga! Tombak apapun terserah, yang penting kuat dan panjang!" Teriak Janu kepada Mbah Bawul.
Salah satu pemuda pemberani berlari mendekat. Dia membawa beberapa tombak bambu yang cukup panjang.
Agsk jauh, dia segera melemparkan satu tombak yang langsung ditangkap oleh Janu. Dengan sekali aba aba, Janu pun menyuruh Rangin agar buaya itu berguling.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANU : Tahap Awal
FantasyKisah seorang anak manusia yang berusaha bertahan hidup dan menjadi kuat ditengah pertempuran dua kubu. Dengan berlatar belakang jaman kerajaan Mataram hindu, sang anak berusaha menjadi seorang pendekar yang membantu menciptakan kedamaian di kerajaa...