Chapter 102. Di Giriloka

357 22 0
                                    

"Para pendekar sekalian, terimakasih sekali lagi atas bantuannya tempo hari. Kami juga minta maaf atas perlakuan kami sebelumnya, kami sangat malu apabila mengingat kejadian waktu itu."

"Santai saja tuan tumenggung, yang penting saat ini kondisi sudah cukup aman." Balas Janu.

"Oh iya tuan, apa kalian sudah berhasil menemukan pohon walikukun yang kalian cari? Saya dengar kabar, di daerah Pegunungan Sewu ada seorang pertapa sakti yang menjaga wilayah sana."

"Kami sudah berhasil menemukan kayu walikukun yang kami cari. Dan benar, memang ada seorang pertapa sakti yang bersemadi disana. Kami berhasil menemukan kayu ini berkat arahannya juga."

"Owh, dari yang saya dengar, pertapa itu sangat menakutkan dan jahat. Tapi kalian berhasil meminta bantuan darinya. Selamat kalau begitu!"

"Yah, kami hanya beruntung saja. Kami juga tidak tahu apapun tentang pertapa itu. Yang pasti, kami berhasil selamat dari sana tanpa kurang suatu apapun."

Mendengar penjelasan dari Janu, sang tumenggung mengangguk. 

Memang, seseorang yang sakti tidak pernah dapat diprediksi apa yang ada di dalam pikirannya. Terkadang orang menganggap dia jahat, tapi terkadang pula dia bisa menjadi baik. Dia melakukan sesuatu sesuai apa kata hati.

"Memang, orang sakti selalu melakukan apapun sesuka hatinya. Kita tidak bisa meyakini apakah mereka sepenuhnya benar atau salah. Yang pasti, mereka selalu yakin dengan apa yang mereka lakukan." Gumam sang tumenggung.

Malam itu pun dilanjutkan dengan perjamuan makan dan tari tarian. Belum selesai acara berlangsung, seperti biasa, keempatnya undur diri untuk melakukan meditasi.

Pagi hari berselang, empat anak sudah bersiap pergi lagi. Disana Tumenggung Amuk Kumbara menjumpai mereka, mengucap salam perpisahan.

"Tuan ini batu ketumbar yang kalian minta. Kami sudah berhasil memotong sebagian kecil ini untuk tuan."

Sambil menyerahkan potongan batu berwarna jingga itu, sang tumenggung berbasa basi sebentar. Potongan itu lantas diterima dan disimpan oleh Malya.

"Terimakasih tuan tumenggung. Kami pamit dahulu. Kejadian tempo hari akan kami sampaikan kepada guru kami. Para penganut ilmu hitam sekarang sudah sangat berani muncul di permukaan. Apalagi desa ini dekat dengan Bhumi Mataram."

"Terimakasih tuan!"

Selesai bercakap cakap dan berpamitan, mereka melanjutkan perjalanan kembali. Sudah tidak ada yang tertinggal lagi, saatnya mereka kembali ke perguruan.

Beberapa minggu barulah mereka sampai di Perguruan Pinus Angin. Sepanjang perjalanan, mereka menjumpai banyak hal. Menolong beberapa desa yang diserang perampok, kabur dari salah satu pusat kerajaan siluman, hingga melarikan diri dari kejaran binatang buas yang kekuatannya sudah mencapai tingkat tinggi.

Tiba di Perguruan Pinus Angin, keempatnya segera menuju ke Giriloka. Disana mereka melaporkan kejadian yang dialami di Desa Telang.

Reaksi Mpu Sadhana sangat muram mendengar cerita dari Janu. Dia juga kelihatan sangat serius menanggapi situasi itu.

"Sepertinya dugaanku benar. Tampaknya para penganut ilmu hitam sedang merencanakan sesuatu."

"Apa benar yang kau lihat itu? Apa benar Dharavan menulis di peti itu?" Tanya sang Mpu kemudian.

"Iya benar Mpu. Apa Mpu tahu siapa Dharavan itu?" Tanya Janu.

"Hmm... Setahuku, Dharavan adalah pertapa sakti dari luar Jawa yang dahulu sekali sangat terkenal di kalangan para pendekar. Tapi aku hanya tahu samar samar, karena cerita tentang Dharavan terjadi sudah lama sekali."

"Dahulu Dharavan adalah salah satu dari sekian banyak pendekar yang berhasil menyegel sesosok raja siluman yang pernah menguasai sebagian besar wilayah di tanah Jawa."

"Kalau benar Dharavan adalah orang yang menyegel siluman jahat itu, apa mungkin peti yang ditemukan itu isinya?" Gumam Malya.

"Aku tidak tahu. Semoga saja ini tidak seperti apa yang kita pikirkan." Ucap Mpu Sadhana.

"Ya sudah, kalian kembalilah! Kalian sudah lama keluar dari perguruan. Kalau senjata kalian sudah ditempa, berlatihlah lagi di perguruan. Tingkatkan kekuatan kalian!" Perintahnya.

Keempatnya lantas mengundurkan diri. Mereka segers bergegas ke pusat penempaan.

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang