Chapter 8. Sebelum Penyerangan

589 31 0
                                    

Sambil menghela nafas, kini Demang Yasa mulai menemukan titik terang dari semua informasi yang dia dapat. Dia kini dapat menyimpulkan kenapa dan bagaimana para perampok Tanduk Api yang biasanya menyerang wilayah Gunung Rahastra bisa berada di wilayah Janti.

Penyerangan yang selama ini dilakukan oleh para perampok itu tak lain tujuannya adalah untuk menemukan gulungan kitab itu. Karena mereka tidak tahu siapa yang mengambil gulungan tersebut, maka mereka mencurigai suami dari Rantini yang berpapasan di hutan. Disitulah awal mula mereka menyerang semua desa di dekat hutan.

"Nak Rantini, sekarang ananda sudah aman disini. Beristirahatlah dengan tenang, pulihkan tenaga dan pikiran. Istri demang, Nyi Aluh, sebentar lagi kemari untuk menemani ananda. Mbok Yah dan Mbah Kunti juga selalu disini untuk menemani ananda."

"Terima kasih tuan demang." Rantini kini sudah mulai tenang.

Setelah memberikan perintah dan pesan kepada Mbok Yah dan Mbah Kunti, Demang Yasa dan Darwis keluar dari bilik. Di depan rumah Mbah Kunti, sang demang menceritakan semua informasi yang dia dapat. Mereka kini kembali membahas apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.

"Bagaimana menurutmu, Ki Nambi?" Tanyanya kepada Ki Nambi yang sudah balik dari lokasi penyimpanan harta.

Sang sesepuh desa yang terkenal bijak itu pun berkata, "Tuan demang, saya rasa dari informasi ini menunjukkan bahwa gerombolan ini tidak akan berhenti sampai mendapat gulungan tersebut. Saya pikir mereka sudah tahu kalau gulungan itu berada di pusat kademangan sini. Mungkin mulai malam ini kita harus semakin memperketat penjagaan."

"Kali ini saya setuju!" Teriak Joko Seno bersemangat.

Pendapat para sesepuh desa kini juga hampir sama. Mereka sepakat untuk menambah jumlah penjagaan desa.

"Baiklah kalau begitu, Joko Seno, kau pimpin para pemuda desa untuk menambah jumlah pasukan penjaga. Untuk Darwis, aku akan mengutusmu besok ke kadipaten untuk meminjam beberapa prajurit penjaga. Mari kita semua berjaga bersama." Tegas sang demang.

Sebelum senja, beberapa orang warga memasang obor penerangan di berbagai sudut desa yang gelap. Mereka juga membagi warga menjadi beberapa kelompok kecil pasukan penjaga. Sementara itu sang demang dan sepuluh orang prajurit termasuk Darwis berjaga di depan gerbang desa.

Matahari turun dan malam pun tiba. Langit malam tampak indah, bulan membulat dikelilingi bintang bintang.

Seorang prajurit muncul dari balik pepohonan. Dia lantas menghadap sang demang.

"Lapor tuan demang, dari arah utara muncul segerombolan pasukan berkuda sedang menuju kemari. Jumlah mereka kurang lebih tiga puluh sampai empat puluh orang."

"Terima kasih Lam, sekarang kau masuk ke desa dan berkumpul dengan kelompokmu." Perintah sang demang.

"Darwis, tolong suruh para warga yang tidak berjaga untuk segera masuk ke dalam rumah dan beritahu juga kelompok kelompok lain untuk bersiap siap."

Darwis segera berlari menghilang dibalik gerbang. Beberapa saat kemudian dia kembali dan memberitahu kalau semuanya sudah siap.
Para warga dan prajurit yang berjaga kini mulai tegang. Mereka sudah bersiap siap memegang senjata masing masing. Yang memegang parang, golok, tombak, dan keris berada di paling depan. Sementara yang membawa busur dan tongkat kayu atau bambu berada di belakang.

Lama mereka menunggu, akhirnya terdengar suara berisik langkah kuda yang berlarian. Suara tawa dan teriakan kencang juga terdengar semakin jelas dari kejauhan. Sosok sosok itu mulai nampak mendekati desa yang terang penuh dengan obor.

Seorang lelaki bertubuh gemuk berada paling depan, diikuti oleh puluhan orang lainnya. Wajah mereka garang, buas, dan tak terawat dengan rambut yang acak acakan. Mereka mendekat sambil tertawa, berteriak, dan bersumpah serapah. Di tangan mereka senjata senjata terlihat ada kilatan merah darah yang masih segar. Tampaknya mereka baru saja menghabisi beberapa desa sebelum tiba di pusat kademangan.

Rombongan berkuda itu memelankan laju kudanya saat mendekati gerbang desa, lantas berhenti tak jauh dari sang demang dan pasukannya yang tengah bersiaga. Si lelaki gemuk tersenyum sinis, matanya menyipit penuh kelicikan.

"Salam tuan demang, saya Andaka. Kami kemari hanya ingin bertanya, apa tuan tahu atau melihat seorang wanita hamil lewat ke wilayah ini?"

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang