Keempat orang murid Perguruan Pinus Angin yang tertangkap oleh para murid Perguruan Lembah Ular diikat menjadi satu dibawah sebatang pohon jati. Di depan mereka diletakkan sebuah jenglot yang cukup besar.
Saatnya Salwaka membaca mantra. Mulutnya berkomat kamit sambil menutup mata. Dia duduk bersimpuh di depan jenglot itu.
'Wush!'
Belum selesai Salwaka membaca matra, dari kejauhan tiba tiba muncul tujuh orang pemuda. Ketujuh pemuda itu langsung menyerang rombongan murid Perguruan Lembah Ular.
Kedatangan tujuh orang yang tidak terduga itu membuat sebelas orang murid Perguruan Lembah Ular menjadi sedikit kaget. Mereka langsung menyerang balik ketujuh pendatang baru itu.
Perkelahian pun tidak terelakkan, jurus demi jurus dikeluarkan. Salwaka tidak sempat menyelesaikan mantra. Dia ikut dalam kekacauan itu.
Pepohonan jati banyak yang tumbang akibat serangan serangan ganas yang dilancarkan. Api, es, bebatuan, air, cahaya, semua berkelebatan, meninggalkan jejak kehancuran.
Mungkin karena kekuatan dan ilmu yang dimiliki tidak seimbang, para murid Perguruan Lembah Ular mulai terpukul mundur. Beberapa ada yang tumbang, mereka gugur satu per satu.
Salwaka yang melihat keadaan itu mulai panik. Keringat dingin mengucur di keningnya. Bulu kuduk berdiri setiap serangan yang dilancarkan musuh menyasar ke arahnya.
Saat akhirnya tinggal tiga orang tersisa, Salwaka mengambil inisiatif untuk melarikan diri. Dia berlari kabur dengan cepat, diikuti dua orang rekannya yang tersisa. Ketiganya lantas dikejar oleh beberapa orang pendatang baru itu.
Satu orang mendekati Rakawan dan adik seperguruannya yang masih lemah diikat di bawah pohon. Dilepaskannya ikatan keempatnya.
"Salam! aku Parto dari Padepokan Gunung Hitam."
"Salam juga! Aku Rakawan dari Perguruan Pinus Angin. Tiga anak ini adalah adik seperguruanku. Terimakasih sudah menyelamatkan kami." Balas Rakawan dengan nada lemah.
"Tidak usah dipikirkan. Itu sudah menjadi kewajiban kita sesama penganut aliran putih." Kata Parto tenang.
"Oh iya, apa para murid Lembah Ular ini yang menyebarkan wabah mematikan di Masin?" Lanjutnya.
"Sepertinya iya, dari jenglot yang mereka pasang dan gelagat mereka ini hampir dipastikan kalau mereka yang menyebar wabah menggunakan ilmu hitam disini."
"Baik, dari sini akan kami lanjutkan menangani mereka." Ujar Parto.
"Sekali lagi terimakasih saudara. Tampaknya memang kami terlalu lengah, satu orang tingkat penguatan energi dan tiga orang tingkat penguatan tubuh tidak bakal mampu menahan sebelas orang tingkat penguatan energi."
Rakawan mendesah, dia menyadari kalau mereka terlalu gegabah. Dalam hatinya dia berjanji tidak akan melibatkan siapapun lagi yang kemampuannya masih cukup rendah.
Beberapa saat mereka beristirahat, orang orang yang mengejar kawanan murid Perguruan Lembah Ular pun kembali. Mereka berhasil membunuh dua orang, sementara Salwaka berhasil kabur.
Satu minggu berlalu, Rakawan dan adik seperguruannya memulihkan kekuatan di rumah Tumenggung Arya Mahanta. Mereka sudah menceritakan tentang apa saja yang telah terjadi. Sang adipati juga telah mengirim laporan tersebut kepada kerajaan.
Para murid Padepokan Lembah Hitam pun juga sudah pergi sejak lima hari yang lalu. Rakawan dan adik seperguruannya baru tahu kalau para penolongnya itu juga datang ke kadipaten karena surat permintaan dari sang tumenggung. Ternyata selain meminta bantuan kepada Perguruan Pinus Angin, sang tumenggung juga meminta bantuan kepada Padepokan Gunung Hitam.
Sekarang adalah saatnya kembali bagi Rakawan dan adik seperguruannya. Mereka segera berpamitan kepada sang adipati dan istrinya. Rangin memeluk kedua orang tuanya sebelum akhirnya berjalan meninggalkan mereka.
Sepanjang perjalanan pulang, Janu selalu diam. Dia memikirkan lagi kejadian di hutan jati itu. Merasakan pengalaman putus asa dan hampir mati membuatnya sadar, dirinya masih sangat lemah. Kini, di dalam hatinya semakin menguat perasaan untuk menjadi lebih kuat lagi.
Janu pun mengelus dadanya. Dia mengusap telapak tangan ke bagian dada yang terkena serangan mematikan dari musuh. Masih terasa sedikit sakit, untung saja dia hanya terpental. Kain di bagian dadanya bolong. Saat dilihat, ada sebersit kilatan cahaya matahari memantul dari balik lubang pakaian di bagian dada.
Dua buah benda keras dan pipih tergantung di kantung dalam pakaiannya, tepat di bagian dada yang bolong. Janu pun teringat akan dua buah sisik naga yang dia temukan.
'Apa mungkin ini yang menyelamatkan nyawaku?'
Dia menghela nafas, bersyukur atas keberuntungan yang dimiliki. Untung saja serangan itu mengenai tepat di bagian sisik naga itu berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANU : Tahap Awal
FantasyKisah seorang anak manusia yang berusaha bertahan hidup dan menjadi kuat ditengah pertempuran dua kubu. Dengan berlatar belakang jaman kerajaan Mataram hindu, sang anak berusaha menjadi seorang pendekar yang membantu menciptakan kedamaian di kerajaa...