Chapter 43. Percakapan di Bawah Pohon

372 25 0
                                    

"Ki, disini apakah ada catatan tentang gambaran wilayah kerajaan Mataram? Atau kerajaan lain disekitarnya?" Tanya Janu sedikit ragu.

"Ada! Catatan itu ada di rak sebelah sana. Catatan itu tidak hanya berisi tentang gambar kerajaan Mataram saja, namun berisi tentang gambaran seisi pulau Jawa dan beberapa pulau di sekitarnya."

"Setahuku, catatan itu berasal dari empat ratus tahun yang lalu. Mataram masih belum ada, hanya kerajaan Galuh yang berkuasa di barat. Sementara di timur jauh kerajaan kerajaan kecil saling berperang dengan kerajaan kerajaan siluman. Bisa jadi sekarang nama daerah di dalam catatan itu sudah berganti atau malah bisa jadi juga sudah hilang."

"Saranku, kau tidak usah mengambil mentah mentah isi dari catatan tersebut. Cari tahu sendiri akan lebih baik daripada mempercayai catatan yang sudah lama itu."

"Terimakasih Ki atas sarannya." Sambil memberi hormat, Janu berlalu menuju ke tempat yang ditunjuk Ki Ekadanta.

Lama Janu berada di dalam pusat kitab. Setelah itu dia keluar setelah membaca beberapa catatan dan informasi yang ada di lantai satu.

Di luar sudah ada belasan anak yang duduk duduk di bawah pohon. Mereka sudah selesai mendapat kitab masing masing. Beberapa diantara mereka mulai berkenalan dengan yang lain.

Janu menoleh kesana kemari. Didapatinya Wulung yang agak pemalu tengah asyik duduk sendiri di bawah pohon pinus. Janu pun mendekatinya, ditepuknya bahu anak itu dari samping.

"Hei Wulung, kau ada disini rupanya. Aku cari dari tadi ternyata kau sudah keluar."

"Iya kak. Tadi waktu aku dapat satu kitab, aku lihat kakak di lantai empat masih sibuk berkeliling. Jadi aku memutuskan untuk turun sendiri ke lantai tiga."

"Wah tidak setia kawan kau."

"Hehehe... Habisnya kak Janu lama memilih kitabnya."

"Oh iya, bagaimana kitab meditasi yang kamu ambil? Baguskah?" Tanya Janu penasaran.

"Ini kak, untuk meditasi aku memilih kitab sungai lembah berangin. Lalu... Untuk pergerakan aku mengambil kitab teknik langkah aliran air. Terakhir, untuk jurus penyerangan aku mengambil kitab tongkat pemecah halimun."

"Kelihatannya hebat itu jurusnya. Apa kau tahu kelebihan dari kitab kitab yang kau ambil itu?"

"Hehehe... Aku kurang tahu kak. Aku hanya lihat namanya saja, karena kelihatan hebat makanya aku ambil." Sambil tersenyum bodoh Wulung berkata jujur.

"Haduh kau ini. Coba kau lihat itu isi di dalam masing masing kitab. Beritahu aku apa saja informasi di dalam sana." Perintah Janu.

Wulung langsung menurut, dia segera membuka isi dari masing masing kitab itu. Sementara itu Janu kembali berkutat dengan kitab miliknya. Keduanya kini sibuk dengan kitab masing masing.

"Kak, dari informasi yang kubaca di dalam kitab sungai lembah berangin ini, disini berisi tentang bagaimana menyalurkan kekuatan agar bisa menyebar sempurna ke seluruh bagian tubuh. Disini penyebaran kekuatannya melalui aliran pembuluh darah, jadi pembuluh darah diibaratkan seperti aliran sungai yang diterpa angin lembah yang kencang."

"Hmm, menarik. Ada lagi?" Tanya Janu sambil menganggukkan kepala.

"Nah, untuk kitab teknik langkah aliran air, disini penjelasannya adalah bagaimana kemampuan tubuh kita agar mampu bergerak dengan lincah dan elastis seperti peegerakan air yang sangat tidak terduga."

"Terus kalau kitab jurusmu itu?"

"Kalau kitab tongkat pemecah halimun, disini tidak ada penjelasannya. Hanya ada teknik tekniknya saja. Tapi menurutku, lebih baik dicoba kan kak. Tahun depan kalau aku kurang bisa menguasai jurus ini, aku akan cari jurus yang lain lagi."

"Huft, baiklah. Semoga berhasil!" Janu tersenyum.

"Lalu, kak Janu sendiri mengambil kitab apa? Kok sampai lama sekali disana."

"Kalau aku, untuk meditasi aku pilih kitab seni permulaan hampa. Lalu kitab teknik bergerak bebas untuk peegerakan, dan kitab pedang menghilang untuk jurus pertarungan."

Janu mulai menjelaskan sedikit tentang kitab kitab yang dia ambil. Dia dengan bangga bercerocos kesana kemari seolah sudah mengerti sepenuhnya tentang kitab kitab yang dia bawa tersebut.

Sementara itu Wulung mendengarkan dengan penuh perhatian. Walaupun dia sama sekali tidak paham apa yang sedang dibicarakan Janu, namun dia sudah berkhayal kemana mana. Dia membayangkan kalau mereka sedang bertempur melawan musuh dengan berbagai macam jurus yang dipelajari. Senyumnya merekah membayangkan hal tersebut.

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang