Chapter 25. Ujian Dimulai

460 26 0
                                    

Di hari kedua sejak Janu tiba di perbukitan, semua murid Perguruan Pinus Angin kembali dengan membawa puluhan anak lainnya. Terhitung ratusan anak terkumpul di lokasi ujian. Saat malam tiba, mereka semua tidur di dalam pondok. Untung saja dan anehnya, pondok itu mampu menampung ratusan anak di dalamnya.

Hingga pagi buta di hari ketiga, saat anak anak masih terlelap, terdengar suara nyaring seorang lelaki menggema sampai penjuru bukit. Hal itu sangat aneh dan magis, membuat semuanya terbangun kaget. Suara itu bak petir menyambar memenuhi seluruh ruang di perbukitan.

"Bangun kalian semua! Jangan malas! Ujian pertama dimulai sekarang juga! Hahaha..." suara berat dan nyaring membahana, terdengar berulang ulang.

Janu yang sudah terbiasa bangun di pagi buta hendak memulai berlatih pagi saat mendengar suara tersebut. Wulung yang biasanya ikut kemanapun Janu pergi bahkan sampai jatuh terjengkang saking kagetnya. Kepala keduanya saling pandang, reflek mereka berdua berlari keluar pondok. Di luar, keduanya dan beberapa anak lain yang sudah bangun lantas memutar kepala mencari darimana arah sumber suara berasal.

Dari kejauhan terlihat sosok Rakawan, Suli, dan beberapa murid perguruan berdiri di tengah padang rumput. Semuanya tampak menunduk hormat menghadap ke arah hutan rimba di seberang jurang.

Terdapat satu kesamaan dari murid murid tersebut, mereka kali ini mengenakan sebuah pakaian serba hitam dengan sabuk kulit hijau mencolok ditengah warna hitam. Pakaian itu adalah tanda bahwa mereka adalah murid Perguruan Pinus Angin. Walau begitu, ada sebuah pembeda antara Suli dan murid lainnya, yaitu sebuah ikatan selendang pendek berwarna hijau yang dililitkannya ke dalam sabuk. Selendang itu adalah tanda kalau Suli sudah mencapai tingkat penguatan energi.

"Cepat bangun! Ambil gelang yang ada disini, dan carilah pasangannya di hutan bambu!" Teriak Suli kepada anak anak yang tengah berhamburan keluar pondok.

Mereka yang sudah berada diluar pondok segera berlari ke tengah lapang. Ada yang berlari sekuat tenaga, ada pula yang masih setengah sadar. Sementara yang masih berhamburan keluar pondok dengan wajah bingung mengejar mereka yang sudah berlari di depan. Suli kembali mengulang perkataannya beberapa kali hingga semua anak mendengar.

Terjadi kekacauan sesaat setelah anak anak yang berada di depan mengambil gelang yang berserakan di rumput. Pasalnya mereka harus pergi ke hutan bambu, sementara untuk mencapai hutan bambu mereka harus melewati pondok. Mau tak mau mereka pun berpapasan dengan anak anak yang tengah berhamburan keluar pondok. Disana, saat berpapasan itulah aksi saling berebut gelang pun tak terelakkan.

Janu dan Wulung yang masing masing sudah mendapat gelang segera berlari menuju hutan bambu. Mereka berdua terpisah saat kekacauan di depan pondok terjadi. Janu yang berada di depan berhasil lolos dari sergapan anak anak lain. Namun sayang, Wulung yang berada di belakang tampak kesusahan menghindari serangan anak anak lain yang brutal. Dia tidak berkutik dikeroyok belasan anak yang menghadang.

Wajah Wulung babak belur saat berhasil keluar dari kerumunan tersebut. Gelang yang dibawanya telah hilang entah diambil siapa. Yang membuatnya semakin memprihatinkan adalah pakaian satu satunya yang robek disana sini. Terdapat pula beberapa luka cakar dan lebam.

Dengan susah payah Wulung pun kembali ke tengah padang rumput. Dia kembali mengambil gelang yang tersisa di sana. Selesai mengambil gelang, dilihatnya hampir seluruh anak sudah mulai memasuki hutan bambu. Sosok Janu pun tidak nampak lagi di sekitar bukit. Dalam kekacauan tadi, nampaknya Janu tidak sadar kalau Wulung mengalami kesialan. Akhirnya dengan sedikit menggerutu dia pun berlari mengejar yang lainnya masuk ke dalam hutan bambu.

Sementara itu kabut tebal menyelimuti hutan bambu saat anak anak masuk ke dalamnya. Seperti sihir, kabut itu muncul tiba tiba menutup mata mereka yang berada di dalamnya. Jarak pandang pun semakin terbatas, hanya sekitar tujuh langkah saja selebihnya tidak nampak apapun. Rintangan ujian pertama tambah sulit dengan rimbunnya batang bambu yang tumbuh subur.

Untung bagi Janu, tubuhnya yang kurus cukup mudah untuk melewati rerimbunan bambu. Dia hanya perlu waspada dengan serangan tiba tiba dari anak lainnya. Sejak dia masuk ke dalam hutan bambu, tidak nampak satupun anak yang berpapasan dengannya.

Mata Janu awas melihat sekeliling. Pandangannya terbagi antara waspada dengan serangan atau mencari gelang yang seukuran dan seukiran dengan gelang yang dia bawa. Sudut sudut kecil tidak dilepaskannya, beberapa kali dia menemukan gelang yang tergeletak di tanah. Tidak ada satupun yang sesuai dengan gelang miliknya.

Jauh sudah Janu melangkah, dia sudah tidak bisa membedakan arah. Berkali kali dia menemukan gelang, berkali kali pula dia kecewa saat tahu gelangnya berbeda. Hingga suatu saat tiba tiba dia mendengar sebuah suara dari dekat.

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang