Chapter 58. Permintaan Bantuan

394 25 0
                                    

Di dalam rumah, Janu segera msuk ke dapur, diikuti Wulung. Selesai makan, mereka berdua berpapasan dengan sang tumenggung yang sedang bercengkerama dengan istrinya. Sambil berjalan sopan, mereka menyapa keduanya.

"Selamat siang paman Arya, bibi Lohtika." Sapa Janu dan Wulung bersamaan.

"Oh, nak Wulung! Kau sudah bangun. Bagaimana kondisi tubuhmu?" Tanya Nyi Lohtika lembut.

Sebenarnya dia dan suaminya sudah tahu kalau Wulung sudah siuman, namun mereka masih kaget melihat kondisi Wulung yang segar bugar tanpa ada kelihatan baru pingsan berhari hari.

"Saya rasa, saya sudah cukup sehat nyi." Jawab Wulung sopan.

"Hah! Cukup sehat katamu. Tenaga seperti kuda liar begitu hanya bilang cukup sehat!" Canda Rangin sambil lewat. Dia baru saja selesai makan.

"Hahaha... Syukurlah kalau nak Wulung sudah cukup sehat." 

Tumenggung Arya Mahanta ikut menimpali. Dia sebentar menatap Janu dan Wulung, tampak sedang berpikir.

"Dua minggu yang lalu aku menyerahkan surat permintaan bantuan kepada salah satu murid Perguruan Pinus Angin yang lewat dan berkenalan di wilayah ini. Namun hingga sekarang belum ada satupun yang datang menemuiku. Aku ingin coba mengirimkan surat lagi, apa kalian mau menolongku?" Pinta sang tumenggung tiba tiba.

"Eh, maaf paman sebelumnya. Permintaan bantuan apa ya maksudnya?" Tanya Janu penasaran.

"Begini, apa kalian sudah mendengar desas desus tentang sebuah wabah aneh yang menyerang beberapa desa dan kademangan di wilayah barat Masin?"

"Iya, kami sudah mengetahuinya."

"Nah, aku sudah menyelidiki wabah tersebut. Aku yakin wabah mematikan itu adalah ulah manusia yang mencoba membuat masalah di wilayah Masin."

"Lalu, kenapa tidak segera diringkus, ayahanda?" Tanya Rangin menimpali.

"Masalahnya tidak semudah itu ananda! Beberapa hari lalu saat ayahanda menyelidiki ke desa yang terkena wabah, disana ayahanda menjumpai orang yang mencurigakan. Saat orang itu dikejar, dia menghilang dengan sangat cepat. Ayahanda pikir, orang tersebut pasti memiliki ilmu tenaga dalam yang cukup tinggi. Makanya ayahanda semakin yakin untuk meminta bantuan dari perguruan tenaga dalam."

"Benar juga! Meminta bantuan kepada kerajaan juga percuma. Kemampuan prajurit pusat kerajaan juga hampir sama dengan prajurit kita, mereka pasti kewalahan untuk menghadapi musuh misterius ini." Telaah Janu.

"Nah, itu dia. Keputusan ayahanda meminta bantuan ke perguruan dua minggu yang lalu tampaknya sudah tepat. Hanya saja mungkin bantuan dari mereka yang sedikit terlambat. Bagaimana kalau kalian yang menyerahkan surta permintaan bantuannya, ini nanti aku buat lagi."

Mereka di lorong itu membicarakan tentang wabah tersebut. Belum selesai mereka membahas informasi tentang wabah misterius, seorang prajurit penjaga datang. Dia segera menghadap kepada sang adipati.

"Maaf menganggu tuan! Di gerbang depan ada seorang lelaki yang mencari tuan. Katanya dia dari Perguruan Pinus Angin."

"Oh, kebetulan sekali! Tolong segera persilakan orang itu masuk ke dalam. Katakan kalau dia ditunggu di balai tamu. Nanti antarkan dia kesana."

"Baik tuan." Si prajurit pergi.

Sang tumenggung, Janu, dan kedua rekannya segera menuju ke balai tamu. Janu dan kedua sahabatnya itu juga penasaran, siapa murid yang datang kemari.

Sang murid perguruan pun muncul. Janu dan Wulung yang melihat siapa yang datang seketika berteriak. Mereka berdua tampak mengenali orang tersebut.

"Kak Rakawan!"

Yang datang dan menerima tugas menghentikan wabah ternyata Rakawan, pemuda yang dulu menyelamatkan nyawa Janu dan Wulung dari para perampok Tanduk Api.

Sekarang dia sudah tampak semakin dewasa. Aura sombong masih terlihat di wajahnya, namun sorot matanya kelihatan semakin serius. Pedang besar yang dulu menemaninya kini sudah raib, dia datang dengan tangan kosong.

"Oh, kalian disini juga rupanya." Agak dingin jawaban dari Rakawan.

"Hehehe... Iya kak. Kami disini karena ada tugas mencari buah dewandaru. Ini juga rumahnya Rangin kak. Tadi kami mendengar ada murid perguruan datang kemari, makanya kami penasaran. Tidak tahunya ternyata kakak yang datang kemari." Ungkap Janu senang.

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang