Dua hari selanjutnya, rombongan murid Perguruan Pinus Angin berangkat menuju Masin. Di perguruan, kini tidak banyak tampak para murid yang berkeliaran. Kebanyakan sudah berangkat menunaikan tugas masing masing.
Sepuluh pemuda berjalan agak cepat meninggalkan gerbang perguruan. Sampai di hutan, mereka langsung mengganti pakaiannya dengan pakaian biasa. Mereka tidak membuang waktu, berjalan tanpa henti bergerak ke Masin.
Sampai di Masin, mereka langsung menuju ke desa terdekat. Mereka ingin tahu sejauh mana kerusakan yang telah terjadi di desa desa perbatasan.
Sepuluh orang tersebut terbagi ke dalam dua kelompok yang saling menyebar, satu ke selatan, satu lagi ke barat. Tiba di desa perbatasan, banyak sekali rumah yang tampak kosong tak berpenghuni. Sebagian besar warga sudah mengungsi ke pusat kademangan. Hanya tersisa beberapa saja warga disana.
Para murid Perguruan Pinus Angin menemukan bahwa ladang di sekitar desa desa termasuk sawah semuanya sudah rusak. Kebun buah pun juga habis buahnya diambil oleh kawanan kera liar.
Para murid kembali berkumpul.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Tanya Rangin kepada murid lain.
"Mungkin sebaiknya kita berkumpul dahulu di kadipaten. Kita cari informasi lebih banyak disana. Siapa tahu bukan hanya di kademangan ini saja yang desa desanya dihancurkan para kera."
Setelah semua sepakat, mereka pun bergegas pergi ke kadipaten. Sepanjang jalan menuju kadipaten, mereka masih menjumpai banyak desa yang kacau karena serangan kera.
Sampai di kadipaten, mereka menyusun rencana lagi.
"Bagaimana selanjutnya kak? Kondisi disini sudah cukup parah."
"Dari yang kita amati, para prajurit kadipaten terlihat kesusahan dalam menghadapi bencana ini. Mau tidak mau kita harus menampakkan diri membantu mereka." Jawab Rakawan.
"Baiklah, kalau begitu aku akan menemui ayahanda untuk mencari tahu lebih lanjut tentang rencana kadipaten." Sahut Rangin.
Beberapa saat mereka menyusun rencana, setelah itu kembali berpencar. Rangin dan Malya menemui Tumenggung Arya Mahanta, Janu, Wulung, dan seorang murid berpencar mencari informasi dari para pengungsi. Rakawan, dan sisa murid lainnya pergi ke desa terakhir yang diserang para kera.
"Ayahanda, Rangin pulang! Mana ibunda?" Rangin menjumpai ayahnya tengah berada di pendopo depan ikut membantu mengobati beberapa pengungsi.
"Kau kembali nak! Ibu ada di dalam sedang ikut memasak untuk para warga. Sejak kapan kau sampai kemari?" Sang tumenggung sedikit kaget bercampur senang melihat anaknya kembali.
"Baru saja Rangin sampai di kadipaten."
"Mbok Dumi! Tolong panggil nyai kemari! Rangin baru saja pulang!" Potong sang tumenggung.
"Ayahanda tidak usah repot memanggil ibunda. Rangin di Masin karena mendapat tugas untuk menghalau serangan para kera. Rangin kemari untuk meminta bantuan." Tegas Rangin.
"Seingat ayahanda, Masin tidak mengirim permintaan bantuan ke perguruanmu. Ayahanda hanya mengirim permintaan bantuan kepada pusat Mataram."
"Begini ayahanda, Perguruan Pinus Angin memang tidak mendapat permintaan bantuan dari Masin. Tapi menurut apa yang Rangin dengar, kabarnya serangan kera ini kemungkinan dipimpin oleh seekor siluman kera. Makanya kami bergegas kemari untuk memastikan itu."
Mendengar penjelasan anaknya, Tumenggung Arya Mahanta kini paham. Kini dia tahu apa yang membuat para kera menjadi beringas. Keringat dingin pun mengucur, membayangkan seekor siluman memporak porandakan Masin.
'Dengan hanya pasukan Mataram tidak akan mampu menghadapi serangan seekor siluman apapun, tapi kalau ada para pendekar ini pasti akan semakin mudah' batin sang tumenggung.
Disini sang tumenggung sedikit menghirup nafas lega, namun beberapa saat kemudian dia kembali tegang. Dia memikirkan bagaimana dengan anaknya. Bagaimana nanti kalau Rangin tidak mampu melawan siluman itu.
Melihat kegelisahan ayahnya, Rangin paham.
"Ayahanda tidak usah cemas. Rangin kemari bersama dengan beberapa kakak seperguruan. Kemampuan Rangin juga sudah pada tahap dimana Rangin mampu melawan siluman rendahan. Kalaupun Rangin tidak mampu melawannya, Rangin masih mampu untuk meloloskan diri." Ujarnya.
Mendengar penjelasan anaknya, sang tumenggung pun agak lega. Dia percaya dengan kemampuan anaknya.
"Baik, ayahanda! Rangin tidak ingin membuang waktu lagi. Rangin kemari sebenarnya ingin meminta bantuan pasukan kepada ayahanda."
"Pasukan? Apa ananda punya rencana?"
"Ya, Rangin punya rencana. Kami meminta bantuan karena jumlah kami hanya bersepuluh. Disini beberapa dari kami akan menghadang sang siluman. Sementara sisanya, bersama dengan para pasukan akan menghalau para kera."
KAMU SEDANG MEMBACA
JANU : Tahap Awal
FantasíaKisah seorang anak manusia yang berusaha bertahan hidup dan menjadi kuat ditengah pertempuran dua kubu. Dengan berlatar belakang jaman kerajaan Mataram hindu, sang anak berusaha menjadi seorang pendekar yang membantu menciptakan kedamaian di kerajaa...