Janu dan Wulung masih mengobrol di bawah pohon saat dua sosok mendekati mereka. Dua sosok tersebut tanpa malu menghampirinya dan menyapa keduanya.
"Halo kalian berdua. Perkenalkan, aku Rangin. Maaf waktu itu aku memukulmu agak keras."
Sosok anak bertelanjang dada berdiri dihadapan keduanya. Tubuhnya cukup berisi dengan kulit kecokelatan terkena terik matahari. Beberapa gelang emas terpasang di lengan, pertanda kalau dia anak bangsawan. Rangin berdiri sambil melirik kearah Wulung.
"Halo, Aku Malya, cucu dari Ki Ekadanta. Kamu anak yang ikut bertarung sampai akhir pertandingan kan?" Ucap Malya sambil menunjuk ke arah Janu.
"Iya, salam kenal semuanya. Aku Janu dan ini Wulung, kamu berdua dari Kademangan Janti." Jawab Janu sopan.
"Kalian sudah selesai mengambil kitab? Kitab apa saja yang kalian ambil?" Tanya Malya penasaran.
"Aku mengambil kitab seni permulaan hampa untuk meditasi, lalu kitab teknik bergerak bebas untuk pergerakan, dan kitab pedang menghilang untuk penyerangan." Ucap Janu jujur.
"Kalau aku... ehm, aku mengambil ini, kitab sungai lembah berangin. Terus kitab teknik langkah aliran air, dan kitab tongkat pemecah halimun." Ujar Wulung gugup. Dia kelihatan tegang berbicara dengan orang yang baru dikenal.
"Kalau kalian? Kitab apa saja yang kalian ambil?" Sahut Janu.
"Aku mengambil kitab tubuh sutra untuk meditasi, lalu kitab kaki cahaya langit untuk pergerakan, dan kitab ajian pukulan dewa untuk bertarung. Yah, semoga yang aku ambil cocok denganku."
"Kalau Malya mengambil apa?"
"Heh, kalian jangan kaget ya! Kitab yang aku pilih ini adalah salah satu kitab yang paling hebat di Perguruan Pinus Angin. Nama kitabnya adalah kitab hukuman raja petir. Hebat kan?!" Ujar Malya menyombongkan diri.
"Lalu untuk meditasi, aku mengambil kitab benih teratai surga. Dan terakhir, untuk bergerak cepat, aku memilih kitab badai awan melayang. Bagaimana, hebat kan namanya?!"
Janu dan Wulung hanya mengangguk pelan, keduanya tidak berani untuk tidak sopan dengan cucu salah satu sesepuh perguruan. Sementara Rangin, dia hanya melepaskan senyum yang agak dipaksakan.
"Oh iya, tadi kamu memilih kitab seni permulaan hampa?" Ucap Malya kepada Janu. Anak itu mengangguk.
"Kudengar dari kakek peyot, katanya kitab yang kamu pilih itu hampir tidak pernah dipilih oleh para murid perguruan. Katanya kitab ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang paling cerdas. Mereka yang biasa biasa saja, tidak akan mampu mengerti tentang isi dari kitab ini, makanya hasilnya akan buruk dan lama. Sementara yang memiliki kecerdasan tinggi, mereka akan mampu dengan cepat menaikkan kekuatan mereka dengan ilmu meditasi ini."
"Kau memilih kitab meditasi ini bisa dibilang berani! Bagus, bagus..." puji Malya.
Keempat anak itu mulai mengobrol kesana kemari. Mereka mulai membuka diri setelah saling berkenalan. Janu dengan sikapnya yang terbuka dan penuh perhatian mendengarkan dan menjawab pertanyaa dua rekan barunya. Lalu Rangin yang tenang dan santai ikut menimpali.
Malya disini lebih banyak berbicara. Gadis itu dengan gaya bicaranya yang berapi api menjelaskan tentang dunia diluar sana yang penuh dengan pendekar dan segala macam bahaya. Terakhir, Wulung, yang awalnya diam seribu bahasa saking malunya berkenalan dengan rekan baru, semakin lama mulai ikut berbicara. Yang pasti, sudah tumbuh sebuah benih ikatan diantara keempatnya.
Setelah semua anak keluar dari pusat kitab, Atraman kembali menggiring mereka pergi. Perjalanan kali ini melewati jalur yang datar hingga tiba di sebuah pondok besar yang tampak ramai dengan murid yang berlalu lalang.
"Disini adalah pusat kerja perguruan. Kalian sebagai murid Perguruan Pinus Angin diharuskan untuk mengambil sebuah tugas tiap tiga bulan sekali. Apabila kalian berhasil mengemban tugas tersebut, maka hasilnya akan dapat ditukarkan dengan berbagai macam barang sesuai dengan perjanjian di dalam tugas tersebut."
"Untuk kalian para murid baru, aku ingatkan! Jangan sekali kali kalian mengambil tugas yang berada diluar kemampuan kalian. Kalian semua, mulai besok diharuskan mengambil satu tugas kemari. Disini pengawas pusat kerja adalah Mpu Kalya. Apa kalian paham?"
Anak anak mengangguk tanda paham. Setelah itu mereka pun berlalu kembali melewati pondok. Mereka berjalan melewati hutan pinus hingga ujung dan sampai ke sebuah bukit. Dari ujung bukit terlihat sebuah jalur menanjak kecil diantara lereng gunung. Disana Atraman berhenti.
"Kalian lihat puncak gunung sana! Disana adalah pusat perguruan dimana para sesepuh tinggal dan bermeditasi."
Atraman lantas menjelaskan beberapa sesepuh yang tinggal disana dan beberapa sesepuh yang memilih menetap di hutan pinus.
"Baiklah, aku sudah menjelaskan semua tempat di perguruan ini. Aku harap kalian bisa mengingatnya. Sekarang, karena matahari sudah berada di barat, akan aku antar kalian ke tempat masing masing."
"Maaf kak, mau bertanya. Apa disini ada tempat tersendiri untuk berlatih jurus?" Tanya Janu seketika.
"Hehehe... Seluruh alam ini adalah tempat latihan kalian!" Sambil tertawa lebar, Atraman membentangkan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANU : Tahap Awal
FantasíaKisah seorang anak manusia yang berusaha bertahan hidup dan menjadi kuat ditengah pertempuran dua kubu. Dengan berlatar belakang jaman kerajaan Mataram hindu, sang anak berusaha menjadi seorang pendekar yang membantu menciptakan kedamaian di kerajaa...