Chapter 89. Desa Telang

363 23 0
                                    

Selama berada di Mamrati, Janu dan kawan kawan banyak sekali mendapat pengalaman. Janu yang getol mencari ilmu berusaha giat mempelajari ilmu pengobatan dari Tiongkok. Rangin yang gemar sekali beradu kekuatan. Malya yang gila makan, memaksa Wulung untuk mengikutinya ke setiap rumah makan yang ada.

Suatu ketika, Wulung berhasil kabur dari Malya. Dia berjalan dan menemui sebuah pasar yang sangat ramai di pinggiran kadipaten. Disana dia tertarik dengan sebuah lapak yang menjual sejenis kayu. Kayu itu berwarna coklat kemerahan dan kelihatan padat dan keras.

"Ki, ini kayu apa?" Tanya Wulung sopan.

"Ini kayu walikukun tuan, kalau orang orang bilang, ini kayu sakti. Kayu ini bisa menangkal serangan makhluk halus. Para pendekar sakti biasanya memakai kayu ini untuk dijadikan gagang keris, parang, dan semacamnya. Tuan ini sepertinya seorang pendekar yang kuat, kayu ini cocok untuk tuan. Mari dibeli tuan?" Bujuk si pedagang.

"Err... Kalau boleh tahu, tuan mendapat kayu ini dimana?" Tanya Wulung lagi.

Si pedagang diam. Raut wajahnya berubah, dari yang semula ramah menjadi tidak menyenangkan.

"Maaf ki, ini ada sedikit untuk aki."

Wulung menyisipkan beberapa kepeng emas ke tangan si pedagang. Mendapat imbalan itu, wajahnya kembali berubah lagi.

"Tuan pendekar, kalau tuan ingin mencari kayu ini, ada di hutan jati di Pegunungan Sewu. Tuan tinggal berjalan saja ke arah timur. Namun saya sarankan tuan untuk berhati hati! Ada makhluk mengerikan yang menjaga hutan!" Terang si pedagang.

"Terimakasih ki atas informasinya."

Wulung kembali dari pasar, dia menjumpai ketiga rekannya. Dia tidak membeli kayu dari si pedagang, karena kayu yang dijual disana sudah berbentuk potongan kecil yang tidak sesuai dengan senjata yang dia inginkan.

"Dugaan kita benar, kayu walikukun ada di hutan jati di timur. Sekarang kita tinggal ke Desa Telang dulu, baru terakhir kita kesana." Ujar Janu setelah mendengar informasi dari Wulung.

Di pagi hari, setelah beberapa hari Janu dan kawan kawan berkelana di Mamrati, mereka akhirnya beranjak menuju ke Desa Telang.

Di dalam perjalanan, mereka melewati sebuah sungai besar dan melintasi pertengahan Gunung Merapi dan Merbabu. Beberapa mereka lalui dengan medan yang cukup berat. Akhirnya sampailah mereka di Desa Telang.

Di mata keempatnya, Desa Telang kondisinya cukup mengenaskan, padahal lumayan dekat dengan Bhumi Mataram. Banyak rumah warga yang rusak dan hancur. Beberapa warga tampak bergotong royong membangun kembali sebuah rumah yang hampir rubuh.

Janu dan kawan kawan seger menghampiri orang orang itu.

"Maaf tuan, apa benar ini Desa Telang?"

"Iya! Ada perlu apa kemari?!" Cukup ketus warga itu menjawab.

Mendengar pertanyaan dari Janu, para warga sedikit menoleh. Wajah mereka garang, mereka kelihatan curiga dan emosi. Keadaan menjadi sedikit tegang.

Janu melihat gelagat para warga tampak kurang ramah. Dia segera berpikir, pasti ad sesuatu yang terjadi di desa.

"Tuan, kami hanya pengelana yang mampir ke desa ini. Kalau boleh tahu, dimana lokasi penginapa disini?" Tanya Janu masih tetap sopan.

"Tidak ada penginapan disini! Kalian pergilah dari sini!" Usir warga tersebut.

Dia pun segera berlalu sambil tetap melirik tajam ke arah Janu. Sementara para warga yang lainnya juga melihat ke arah Janu dan kawan kawan dengan tatapan kebencian.

Janu dan kawan kawan berlalu tanpa mendapat informasi apapun. Mereka keluar dari desa dan beristirahat di hutan pinggir desa.

"Janu! Kenapa kita tidak tanya langsung saja dimana lokasi batu yang kita cari? Kenapa juga orang orang itu bersikap seperti itu? Cuma membuatku emosi saja!" Tanya Malya seketika.

"Aku tidak ingin membuat masalah dengan orang orang itu. Kau lihat kan bagaimana mereka bereaksi saat kita disana." Jawab Janu.

"Aku pikir mereka sedang mengalami suatu masalah. Entah itu musibah, atau apa. Yang pasti, mereka curiga kepada setiap pendatang yang masuk ke dalam desa." Terangnya lagi.

Lalu sekarang bagaimana kak?" Tanya Wulung.

"Kita tunggu saja disini, mungkin beberapa hari lagi, kalau suasana disana sudah tenang, kita masuk lagi."

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang