Chapter 119. Semua Target Berkumpul

349 18 1
                                    

Beberapa waktu para panglima Mataram dan pendekar dari berbagai perguruan melanjutkan pembicaraan. Mereka membahas teknis pergerakan mereka. Suli dan para murid Perguruan Pinus Angin bergerak dari arah barat. Mereka mengepung ke timur dan langsung menuju ke sumber ritual berlangsung.

Selesai pembahasan, mereka pun segera bertindak. Selesai persiapan, Suli menuju ke bagian barat hutan Trangil, lantas bersembunyi di balik pepohonan.

Tidak lama, sebuah asap hitam membubung tinggi dari berbagai arah. Api menggelora tinggi melebihi pohon, membakar sisi sisi hutan. Api itu menjalar dari satu pohon ke pohon yang lain, menutup bagian luar hutan, terus merasuk semakin jauh ke dalam.

Para prajurit dan pendekar yang bersembunyi di luar hutan juga mulai merangsek masuk dari celah kobaran api. Mereka bergerak sesuai rencana, menutup seluruh pergerakan para penganut ilmu hitam.

Melihat api yang berkobar sangat besar dari segala arah, para penganut ilmu hitam tetap tenang. Mereka menatap kobaran api dari tengah hutan. Seakan tidak takut dengan kebakaran tersebut, mereka tersenyum sinis, mata mereka melotot keji ke arah lautan api.

"Apa apaan lagi yang direncanakan para tikus itu? Tampaknya mereka sudah kehabisan akal untuk melawan kita." Sindir seorang penganut ilmu hitam.

"Aku, Osin, tidak takut dengan kebakaran ini! Kami para pendekar Perguruan Rawa Setan sudah kebal terhadap serangan api."

"Hah! Kami dari Lembah Ular juga tidak takut dengan mereka. Api sebesar ini saja tidak akan cukup untuk mengalahkan kami semua." Ucap Salwaka sombong. Dia ada di dalam barisan para pendekar yang sedang mengikuti ritual.

Beberapa pendekar penganut ilmu hitam saling bersahutan dengan angkuh, merasa bahwa serangan itu tidak ada apa apanya bagi mereka. Mereka masih tetap diam di sekitar lokasi ritual berlangsung, hingga akhirnya kobaran api sampai juga di tempat mereka.

Beberapa orang kemudian sibuk menjinakkan api dengan kemampuannya. Sementara itu yang lain agak mundur ke belakang, mencari titik aman dari kobaran api.

Saat itu para penganut ilmu hitam sedang berusaha memadamkan api di sekitar lokasi ritual. Mereka lengah, tidak sadar bahwa para pendekar dan prajurit Mataram bersiaga dibalik kobaran api.

Dengan senjata di tangan, para prajurit dan pendekar Mataram langsung melesat menyerang para penganut ilmu hitam. Mereka bergerak sangat cepat dan lincah, menyerang, menusuk, menebas, serta memukul lawannya yang sedang lengah.

Sedikit kaget, para penganut ilmu hitam tidak menyangka kalau para pendekar dan prajurit Mataram melakukan serangan kejutan dibalik usaha mereka membakar hutan. Banyak orang terkena serangan tiba tiba itu, beberapa tewas seketika, namun ada pula yang berhasil selamat dan mundur dari sana.

Sementara yang berada di paling depan mundur, para penganut ilmu hitam yang berada di belakang maju ke depan, menggantikan posisi mereka yang terluka. Kini mereka mulai bertarung dengan para pendekar di tengah kobaran api yang cukup dahsyat.

Kobaran api yang membara, asap tebal yang membubung, panas kebakaran, dan orang orang yang berteriak memenuhi segala penjuru lokasi ritual. Kekacauan terjadi dimana mana, banyak korban berjatuhan di kedua belah pihak.

Mengetahui ada yang tidak beres, sang pemimpin ritual kemudian mempercepat gerakan dan mantranya. Di sekelilingnya, para pengikutnya sedang berjaga kalau saja para prajurit Mataram mendekat. Pertarungan sengit tidak bisa dihindari, puluhan pendekar dan prajurit Mataram melawan belasan penganut ilmu hitam yang menjaga sang tetua melakukan ritual.

Suli ikut merangsek ke tempat ritual berada. Dia berhasil membunuh setiap penganut ilmu hitam yang melintas didepannya. Dengan senjata kapak saktinya, dia terus menebas lawan tanpa ampun. Hingga akhirnya dia berada tepat di depan tempat ritual berlangsung.

Di hadapan Suli, sang tetua, dari balik tumpukan mayat, masih terus berkonsentrasi melakukan ritual. Suli hendak menghadapi si tetua saat tiba tiba saja muncul seorang wanita paruh baya menghadangnya. Dengan wajah penuh amarah, wanita itu menatap keji ke arah Suli.

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang