"Maaf Mpu Sadhana, perkenankan saya menyela." Sahut seorang pendekar muda.
"Silahkan."
"Begini, menurut saya masalah ini termasuk masalah yang sangat darurat. Berdasarkan cerita dari para sesepuh sekalian, tidak hanya sekali dua kali saja para penganut ilmu hitam berbuat kerusakan yang besar. Teror kali ini bukan hanya mengancam Mataram saja, namun kerajaan sekitarnya juga bisa terpengaruh."
"Oleh karena itu, saya, Birawan, mengajukan diri untuk memberantas perkumpulan para penganut ilmu hitam itu." Tegasnya.
"Bagus, aku setuju! Sudah lama sekali aku tidak menggerakkan tulang tua ini." Ujar Mpu Kalya antusias.
"Ah, kalau saja aku belum sampai ke tingkat moksa." Gumam seorang pertapa tua.
"Guru Maruci tidak usah ikut. Guru mengamati saja perkembangannya. Apabila ternyata nanti ada musuh yang juga memiliki kekuatan setara moksa, baru kita nanti bertindak." Ujar Ki Ekadanta.
"Begini saja, mungkin banyak dari kita yang sudah mencapai tingkat moksa dan tidak bisa terganggu oleh masalah duniawi. Para pandita dan pertapa yang sudah mencapai tingkat moksa membantu dari belakang saja. Urusan ini serahkan kepada para pendekar muda." Sahut Mpu Sadhana.
"Benar, aku juga akan meminta murid muridku untuk bertarung nanti!" Tambah Kakek Lokapati.
Disini para pemimpin perguruan se tanah Jawa sepakat untuk mengirimkan pasukan pendekar pendekar muda untuk menghadapi perkumpulan para penganut ilmu hitam. Mereka pun memutuskan agar Birawan, si pendekar muda berbakat, untuk menjadi pemimpin penyerangan.
Semuanya sudah sepakat kalau Birawan jadi pemimpin para pendekar muda. Mereka tahu, memilih Birawan adalah hal lumrah, karena dia kuat dan bukan berasal dari perguruan manapun, jadi bisa diterima semua golongan.
Beberapa hari selanjutnya, di pusat kerja perguruan sudah dipenuhi oleh para murid yang sedang berkumpul. Mereka berkumpul karena ada kehebohan akibat banyaknya tugas baru yang berhubungan dengan penghentian kejahatan di berbagai tempat.
Kini, dimana mana yang dibahas adalah tugas tugas baru tersebut. Tidak di pondok, di taman asoka, atau dimanapun, para murid saling bertanya, tugas melawan musuh mana atau hewan buas mana yang mereka pilih.
Janu dan kawan kawannya sedikit penasaran dengan kehebohan ini. Mendengar para murid sangat antusias dalam menyelesaikan tugas tugas mereka membuat keempatnya juga tertarik untuk mengambil salah satu tugas.
Mereka pun tiba di pusat kerja perguruan. Dengan identitas mereka sebagai murid inti, mudah saja mereka melewati desak desakan para murid yang juga memadati tempat itu. Melihat selendang hijau tanda murid inti yang melilit di tubuh mereka, para murid lain langsung memberi jalan.
Di dalam, mereka melihat tumpukan gulungan menggunung di bagian tugas untuk tingkat penguatan energi.
Dari pagi hingga sore hari, keempatnya masih berada di dalam pusat kerja perguruan. Disana mereka menemukan dua tugas yang menarik perhatian. Sudah seperti takdir bagi Janu dan Wulung, akhirnya mereka mendapat tugas menghadapi perampok Tanduk Api di Lasem. Satu tugas lagi diincar oleh Rangin, yaitu menghentikan teror ratusan monyet yang menyerang Masin.
Mereka segera bergegas mendaftarkan dua tugas tersebut. Setelah itu, mereka menjumpai beberapa murid yang juga mengambil tugas ke Masin. Baru setelahnya lagi, mereka menemui dua puluhan murid yang mengambil tugas ke Lasem.
Berdasarkan kesepakatan, akhirnya Janu dan kawan kawan membuat rute perjalanan. Pertama mereka akan ke Masin terlebih dahulu, menyelesaikan di Masin, selanjutnya barulah mereka menyusul para murid ke wilayah Lasem.
"Janu! Kalian semua rupanya ada disini? Sebelumnya selamat, kalian menjadi murid inti perguruan ini! Hahaha... Kalian juga mengambil tugas ke Masin rupanya?" Seorang lelaki berpakaian serba hitam mengenali keempatnya.
"Kak Rakawan! Lama tidak berjumpa kak!" Sahut Rangin sambil tertawa.
"Kak Rakawan, salam!" Ketiga rekannya memberi salam hormat.
"Ku dengar, Kak Rakawan yang akan memimpin kita ke Masin? Jadi ingat masa dulu saat kita bersama di Masin." Ucap Janu.
"Sudah lama sekali ya! Dulu kalian masih sangat bocah, apalagi saat pertama kali kita bertemu di Janti, haha..."
KAMU SEDANG MEMBACA
JANU : Tahap Awal
FantasyKisah seorang anak manusia yang berusaha bertahan hidup dan menjadi kuat ditengah pertempuran dua kubu. Dengan berlatar belakang jaman kerajaan Mataram hindu, sang anak berusaha menjadi seorang pendekar yang membantu menciptakan kedamaian di kerajaa...