Chapter 112. Amarah Sang Kera Merah

345 22 0
                                    

Tiba di dalam lembah, ada ratusan ekor kera berkeliaran disana sini, menggantung dari satu pohon ke pohon yang lain, kelihatan tenang walau pemimpinnya tidak ada disana. Tampaknya kera kera ini tidak sadar kalau pemimpinnya tidak ada disana.

Lembah tersebut terlihat seperti surga bagi para kera. Pohon pohon yang berbuah sangat lebat dan banyak, menjadi tempat yang menyenangkan bagi kerumunan itu. Kalau tidak karena sang siluman yang memerintahkan mereka menyerang desa, mereka tidak akan mau meninggalkan lembah.

Dengan satu teriakan keras, Rangin langsung memerintahkan para pasukan menyerang kera kera itu.

Para kera yang tidak menyadari kedatangan para prajurit pun kaget. Suara raungan dan geraman hewan liar itu bersahutan saling memperingatkan anggotanya. Kera kera betina dan bayi kera segera berkumpul dan berlindung. Sementara para kera jantan berkerumun menyerang para prajurit di garis depan.

Para kera melompat dari pepohonan menyerang kepala para prajurit. Serangan itu dibalas dengan kibasan senjata tajam. Darah berceceran dari kedua belah pihak. Ratusan kera mencakar, menggigit, dan merobek kulit para prajurit. Pun sebaliknya, para prajurit menebas dan menyayat tubuh para kera. Banyak potongan tubuh dan bangkai kera berjatuhan.

Kemampuan para prajurit yang berakal melebihi kekuatan para kera. Mengetahui jumlah kera yang gugur semakin banyak, kera yang lain pun mulai terpukul mundur. Insting mereka mengatakan kalau mereka akan kalah apabila menyerang. Para kera itu pun berlarian dan mulai tampak panik.

Dari kejauhan, sang siluman kera tampaknya mulai menyadari adanya ketidak beresan di dalam lembah. Pendengarannya yang sangat tajam mendengar jeritan dan teriakan kesakitan para kera. Dia pun menoleh ke belakang, ke arah lembah. Geraman disertai amarah dikeluarkannya.

Cepat saja, Lutung Kalyapa tiba tiba lari dari pertarungan, meninggalkan Rakawan yang sedang dibantu Pramodya. Dia bergerak sangat cepat kembali ke lembah.

Melihat bangkai bangkai kera terpotong potong dan berceceran, sang siluman marah besar. Dia mengeluarkan raungan yang cukup keras memekakan telinga. Seluruh tubuhnya kini berkobar dipenuhi api. Bulunya yang merah berubah menjadi api yang membara, matanya pun kini berubah warna menjadi merah marun.

Orang orang yang mendengar raungan sang siluman merasa kesakitan di bagian telinga. Gendang telinga mereka serasa hampir pecah. Beberapa prajurit yang tidak kuat langsung pingsan dibuatnya. Sisanya, menutup telinga sambil sedikit pusing di kepala.

Sang siluman lantas melompat di udara. Dengan satu gerakan memutar, dia mengeluarkan pusaran api yang cukup besar. Pusaran itu langsung membakar para prajurit yang berada di dekatnya. Mereka yang tidak beruntung tersambar pusaran itu dan hangus seketika.

Puluhan prajurit yang terluka tidak sanggup bergerak dengan cepat. Mereka menjadi korban amukan sang siluman.
Rangin berteriak menyuruh para prajurit yang lain untuk segera mundur. Janu dan para murid perguruan yang lain juga tidak kalah sigap, mereka segera maju menghadapi serangan pusaran api milik sang siluman.

Wulung segera mengeluarkan salah satu ajian yang dipelajarinya. Dengan tongkatnya, dia mengeluarkan pilar air yang memecah pusaran api tersebut. Para murid yang lain juga mengeluarkan beberapa ajian, ada yang menyerang, ada pula yang membuat pertahanan.

Sang siluman tidak tinggal diam. Setelah berputar putar membuat beberapa pusaran api, dia lantas mengeluarkan bola bola api yang segera dilemparkan ke arah murid murid Perguruan Pinus Angin.

Seorang murid yang lengah tidak cukup cepat menahan bola bola api itu. Dia ikut menjadi korban keganasan sang siluman. Tubuhnya hangus terbakar saat terkena serangan api. Untung saja dia masih mampu untuk berguling, dia masih tetap hidup meski separuh tubuhnya hangus.

Rakawan dan Pramodya datang sedikit terlambat. Puluhan prajurit telah tewas, dan dua murid Perguruan Pinus Angin juga terluka parah. Saat itu keduanya pun ikut kembali masuk ke dalam arena pertempuran.

Disana Rakawan menghalau serangan serangan yang dilancarkan sang siluman. Dibantu oleh para murid yang lain, Rakawan berhasil menihilkan serangan tersebut. Banyak serangan yang memantul dan malah mengenai para kera yang masih berada di sekitar sana.

Serangan demi serangan pun dilancarkan. Tidak hanya Janu dan Malya, murid murid yang lain juga mau tidak mau harus membantu menyerang. Sang siluman yang dikeroyok oleh para murid Perguruan Pinus Angin pun terpojok. Serangan serangan cepat dilancarkan, membuat Lutung Kalyapa kewalahan.

Akhirnya sang siluman pun berhasil ditewaskan saat satu kesempatan muncul di depan Rakawan. Saat sang siluman terpecah fokusnya karena serangan yang bertubi tubi, Rakawan mengeluarkan jurus terkuatnya. Sebuah bunga api raksasa muncul di bawah kaki sang siluman, melahapnya hingga habis tak bersisa.

JANU : Tahap AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang