Cuddling

7K 494 12
                                    

Blam!

"Astagfirullah" Gracio mengelus dada saat Shani membanting pintu apartemen tepat di hadapannya.
Sedari tadi Gracio bingung sendiri, apa kesalahannya yang buat Shani sejak bubar OKK sampai tiba di apartemen melancarkan aksi diamnya.

Gue salah apa lagi? Monolog Cio dalam hati. Tadi dia tidak membuat Shani menunggu, saat Shani datang dia sudah duduk manis di dekat mobil. Namun melihat wajah Shani, Gre tau dia telah membangkitkan macan tidur.
Ini belum jadwal PMS nya kan? Belum, baru minggu lalu Gracio dipaksa membelikan 'itu' ke minimarket jadi seharusnya ini bukan karena tamu bulanan Shani.

Perlahan, dia membuka pintu apartemen. Sedikit bernafas lega ketika melihat ruang tengah yang kosong dan pintu kamar Shani yang tertutup.
Merasa lelah karena seharian berkegiatan Gracio memilih masuk ke kamar dan membersihkan diri, sembari berdoa mood Shani membaik.

Malam harinya, Gracio yang sudah selesai bersih-bersih keluar kamar dan mendapati Shani tengah asik menonton netflix sembari memakan salad buah.

"Sayang, makan malam aku mana?" Gracio mencoba mengajak Shani bicara namun Shani mengacuhkannya.

"Ci aku makan apa"

"Tauk. Masak aja sendiri."
Shani masih asik menonton serial favoritnya.
Mau tidak mau Gracio beranjak dari sofa menuju dapur, mencari sesuatu yang bisa dimakan. Tp yang ada hanya buah dan sayur, makanan kebangsaan Shani.

Akhirnya Gracio memutuskan untuk keluar mencari makan karena melihat Shani masih adem ayem padahal perutnya sudah kelaparan. Setelah mengambil jaket di kamar Gracio bersiap-siap untuk keluar.

"Aku keluar cari makan dulu ya Sayang, baik baik di rumah." Shani dapat mendengar suara Gracio di belakangnya. Sangat dekat.
Dan sebelum sempat menghindar, Gracio mendaratkan ciuman di puncak kepalanya.

Sebenarnya Shani sudah menyiapkan makanan buat Gracio, namun karena kesal dia belum mengeluarkan dan masih disimpan di dalam microwave.
Gengsi Shani terlalu besar untuk memberikan bocah alay itu makanan. Masih kesal dengan Gracio yang dengan tampang tanpa rasa bersalah memamerkan senyuman manisnya ke panitia panitia OKK. Belum lagi dia terlihat sudah akrab dengan beberapa divisi pendamping kelompok.

"Ih gendut nyebelinnnn!!" Shani berteriak keras, kesal dengan pacarnya yang tidak peka, jangankan minta maaf. Kekesalan Shani bahkan dianggap angin lalu.

Sementara itu Gracio dengan kaos dan celana pendek, lengkap dengan sendal jepit menuruni elevator apartemen Shani. Tangannya sibuk mengetikkan sesuatu di handphonenya.

Mar, sini temenin makan di depan apartemen Shani.
.
.
.

"Tumben-tumbenan lo makan diluar, ga dimasakin sama Ibu negara?" Mario yang baru saja datang langsung duduk di kursi sebelah Gracio, sementara Gracio tengah sibuk melahap nasi gorengnya. Mario memang mengetahui jika sahabatnya ini menjalin hubungan dengan Shani Indira, senior ngetop di sekolah mereka dulu. Dan dia pun tau bagaimana manja dan dimanjanya seorang Gracio. Shani sudah seperti mengasuh bayi besar namun anehnya, hubungan mereka langgeng dan sudah hampir menginjak dua tahun.

"Ga dikasi makan gue. Ngambek dia." Jawab Gracio dengan mulut masih penuh makanan.

"Lah perasaan ngambek mulu. Kenapa dah?" Gracio hanya mengangkat bahu cuek, meneruskan makannya.

Tiba tiba pandangan mereka menjadi gelap diiringi teriakan terkejut orang orang.

"Wah mati listrik ini."
Mario menyalakan senter handphonenya, menerangi aktivitas mereka yang sedang makan. Tidak lucu kan kalo udah ganteng ganteng makannya belepotan.

Saat asik makan, Mario dikejutkan dengan gerakan tiba-tiba Gracio yang baru menyadari sesuatu. Segera dia mengeluarkan selembar 50 ribuan dan berlari ke arah apartemen.

"Eh lu mau kemana?"

"Cewek gue! Gue baru inget dia takut gelap!"
.
.
.

Dengan kecepatan maksimal yang bisa dia keluarkan, Gracio menaiki tangga darurat menuju ke lantai 7, letak apartemen Shani. Namun baru mencapai lantai ke 3 dia sudah kehabisan napas.

"Buset, kayaknya gue mesti olahraga ini" Gracio bertumpu pada pegangan tangga, berusaha untuk sekuat tenaga menaiki puluhan anak tangga yang tersisa. Nasi gorengnya mungkin sudah habis dipakai menaiki 3 lantai.

Akhirnya dengan susah payah Gracio sampai di lantai 7, segera membuka pintu apartemen Shani.

"Sayang?" Panggil Gracio dari arah pintu. Dan tidak berselang lama Gracio merasakan seseorang menubruknya, memeluk dirinya dengan sangat erat.

"Sayang aku takutt" Shani terisak di dadanya, dengan penuh sayang Gracio mengelus rambut dan punggung Shani. Kekasihnya memang takut dengan suasana gelap. Apalagi jika seorang diri.

"Udah gapapa, kan ada aku. Masuk yuk." Gracio menuntun Shani untuk duduk di sofa. Shani masih menggenggam lengan Gracio dengan sangat erat.

"Kamu disini dulu ya, aku ambil lilin dulu. Kamu taruh dimana?"

"Enggak mau, aku ikut." Shani ikut bangkit dan memeluk tubuh Gracio lagi.

"Kalau gini aku jadi ga bisa liat jalan Ci." Shani masih memeluk Gracio seperti seekor koala.

"Gamau. Kamu gatau orang takut apa!"

"Iya iya, sini pegangan tangan." Gracio mengarahkan tangan Shani untuk menggenggam tangannya.

"Lilinnya disimpan dimana?"

"Di kotak obat." Shani masih tidak berani membuka mata.

"Hhahaha, nyimpen lilin kok di kotak obat."
Gracio segera menuju lemari obat dan menyalakan lilin untuk menerangi apartemen Shani.

Melihat sudah ada sumber cahaya akhirnya Shani membuka matanya dan hal pertama yang dia lihat adalah senyuman manis sang kekasih.

"Dua aja cukup ya?" Gracio menyalakan lilin di dapur dan ruang tengah.

"Gamau tambah lagi" Shani mengulurkan lilin dari arah belakang Gracio sembari tangannya masih menggenggam ujung kaos lelaki itu.

"Ini kebanyakan sayang." Saat ini di setiap pojok apartemen Shani sudah terdapat lilin yang membuat suasana tidak gelap lagi.

"Isi lagi, di toilet juga belum"
Gracio akhirnya menuruti kata-kata Shani. Akhirnya setelah dirasa cukup oleh Shani, mereka kembali ke sofa.

"Cishan gak tidur? Aku anter ke kamar ya?"
Shani mengeratkan pelukannya pada perut Cio.

"Gamau, mau disini aja."

"Tapi besok OKP fakultas, kamu masih jadi panitianya sayang."

Gracio mengusap sisa sisa air mata di pipi Shani. Untung lemotnya tidak kumat tadi, dia bertanya-tanya kalau seandainya dia telat sedikit saja Shani akan sehisteris apa.

"Bobo disini aja. Sama kamu."

"Tapi sofanya kecil nanti kamu ga nyaman."

"Nyaman kok, bobo yuk sayang. Aku ngantuk."
Shani mendorong tubuh Gracio agar berbaring, dan segera setelah itu Shani menjadikan tangan Gracio bantal dan berbaring disebelahnya. Tangan Shani tidak melepaskan pelukannya pada perut Cio, merasakan nyaman saat berada dipelukan kekasihnya.

Dan akhirnya sampai fajar menyapa mereka, keduanya asik tertidur dengan tangan saling memeluk satu sama lain.
Memang hanya dipelukan orang terkasih, kenyamanan bisa didapatkan :)

The end.

Jangan minta update sampai minggu depan ya, lagi ada tugas negara 🤣

Head Over Heels [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang